Praktek itu tak berhenti semalam. Memang sudah selesai namun dalam arti selesai proses pemijahan. Setelah itu kita harus merawat sampai telurnya menetas, tidak sampai disitu saja, kita pun harus merawat larwa tersebut sampai menjadi benih hingga siap panen ataupun menjadi induk kembali. Seperti hujan, siklus mereka berputar.
Hari kamis, jam pertama sampai istirahat adalah pelajaran produktif. Jadi agar tidak buang waktu, kelas X AP itu langsung ke Lab dan membiarkan kelas paling pojok itu kosong.
Oh iya sampai lupa, jika hari sabtu diadakan senam bersama, maka hari kamis pihak sekolah menyelenggarakan program kasih (Kamis berSIH). Yaitu kegiatan seluruh warga sekolah kerja bakti untuk membersihkan area sekolah bersama-sama, karena tidak mungkin kan abang yang biasa bersih-bersih harus membersihkan sekolah yang luasnya 2km ini?
Berat sama dipikul ringan sama dijinjing. Tak perlu melakukan hal berat, minimal satu kelas membersihkan area kelasnya masing-masing.
Mungkin dikelas lain, satu kelas mencari alat kebersihan dan menyibukkan diri untuk membuat tempat belajar mereka menjadi bersih sebersih mungkin. Namun, berbeda dengan kelas AP. Mereka hanya mengandalkan yang piket dihari itu saja. Kelihatannya memang tak adil jika hanya yang piket saja yang kerja bakti, namun logikanya : kalau semuanya ikutan nyapu, ikutan ngepel, membersihkan kelas secara berbondong-bondong, yang ada ribet. Tabrak sana, Tabrak sini, atmosfer juga semakin sempit. Jadi, hanya yang piket yang bersih-bersih, sisanya nongkrong di beranda. Kalau ada guru lewat mereka akan pura-pura mengambil daun-daun kering dihalaman agar kelihatan kerja. Kalau gurunya gak ada yaaa... Nongkrong lagi.
Begitulah anak AP.
Wrfams lebih kalem pagi ini. Antara belum sarapan atau mereka begadang sehabis pulang dari praktek. Ya, rata-rata siswa tersebut memiliki kantung mata akibat kurang tidur. Begitu pun yang dialami Lia dan Nia, kadang keduanya lebih memilih merebahkan kepalanya daripada ngegosip seperti biasanya.
Grup Fajar diminta Bu Adida untuk mempersiapkan untuk praktek selanjutnya.
Hari ini masing-masing ditugaskan untuk menghitung SR atau tingkat kematian telur yang tidak terbuahi. Gimana caranya? Tuh telur kan banyak banget. Bagaimana juga kita bisa tahu kalo telur itu mati atau tidak? Eits, ada caranya dong.
Pertama dan yang paling utama adalah menyiapkan alat dan bahan.
Lucunya begini, anak AP kalau ada soal ‘Tuliskan proses pemijahan ikan’. Pasti mereka serentak menjawan ‘Siapkan alat dan bahan!’ kelanjutannya diam semua hahahah...
Tiap akuarium ditempel sebuah label bertuliskan kelompok 1-6. Tugas mereka hari ini adalah ;
1.Menghitung jumlah telur yang dihasilkan.
2.Menghitung persentase penetasan.
3.Menghitung tingkat kematian.
Ternyata semua pelajaran gak jauh-jauh dari matematika ya, hitungan lagi hitungan lagi.
Selagi muridnya mengerjakan tugas, Bu Adida pergi keruangannya untuk mengerjakan tugas lain. Kadang lebih baik mengerjakan latihan tanpa diawasi guru, karena akan terasa lebih santai.
Kalau sudah begini, si duo AP bakalan ngegibah a.k.a ngomongin orang. Apa aja bakalan mereka omongin seperti kejadian yang sudah lalu.
Dan kalau sudah ngegibah tugas pun terlupakan.
“Ni, lo inget gak cowok yang waktu itu minta nomer gue?” tanya Lia.
“Yang mana?” kata Nia malah nanya balik.
“Itu yang waktu itu kita mau ke kamar kamar mandi di pojok kelas TKr itu.” Memori Nia kembali berputar saat dua gadis itu hendak ingin ke kamar mandi saat pelajaran kosong. Karena baru pertama, keduanya tidak tahu kalau di bawah tangga itu ada kamar mandi dan satu-satunya kamar mandi yang Nia tahu adalah di ujung sekolah yaitu tepat sebelah TKR4.
Mereka pun kesana tanpa tahu yang akan terjadi.
Sebenarnya gak tahu juga sih bagaimana rasanya. Tapi, buat kalian cewek yang masuk ke wilayah TKR itu serasa kalian adalah umpan dan anak-anak itu adalah sekumpulan buaya. Akan ada rasa kalau kalian diintai juga ketika cowok-cowok itu menghampiri serasa kita terkepung. Tapi padahal B aja sih, itu hanya untuk cewek yang lebay, lah gue yang nulis ini lebay dong?
“Beneran Ni? Kok kamar mandinya kotor banget,” protes Lia.
“Iya, gue waktu tes tulis kesini. Udah ih jangan banyak protes daripada kebelet lo,”kata Nia.
Selesai dari kamar mandi mereka pun keluar. Satu hal yang membuat mereka terkejut. Perasaan saat mereka datang diluar sepi, tidak ada orang sama sekali. Tapi kenapa tiba-tiba ada banyak sekumpulan cowok-cowok yang nongkrong dimari.
Kalo kata anak 90an. Cewek kalo mau ke warung dan ada banyak cowok disana pasti balik lagi, nah kalo mereka? Mau balik kemana? Ke kamar mandi terus sampai bel pulang?
Akhirnya dengan hati-hati mereka berjalan melewati sekelompok anak cowok yang nongkrong itu. Beneran sumpah gak bohong, melewati mereka seperti sedang melewati trowongan degan hantu-hantu yang matanya tertuju ke arah kita. Ini umpamaan loh ya... Sampai akhirnya satu dari mereka memanggil dua gadis itu.
“Eh lo cewek, dari kelas mana?” tanya satu cowok itu.
Karena tidak menyebutkan nama, Lia dan Nia gak tahu dia bicara sama siapa. Menurut gue sih dia manggil dua-duanya, tapi kala itu Nia terlalu cuek sama cowok jadi Lia yang menjawab.
“Perikanan,” kata Lia.
“Ooh, AP. Gue dari TKR,” kata cowok itu lagi.
Iya udah jelas sih. Entah kenapa setiap siswa itu ada sesuatu yang membuat kita bisa menebak kalo ini jurusan otomotif, kalo dia ini jurusan peternakan,kalo dia ini jurusan, perikanan dan lain semacamnya. I don’t know what that, tapi gue bisa merasakannya.
“Bagi nomor lo dong.”
Sekarang cowok itu mengulurkan ponselnya ke Lia. Membuat gadis itu bingung apa harus dikasih atau tidak. Sementara disebelahnya Nia melipat tangannya di depan dada aambil menghela nafas panjang. Ia kurang tertarik dengan usaha cowok dalam melakukan pendekatan dengan cara seperti ini.
Detik kemudian, Lia mengambil ponsel tersebut dan mengetik nomor telponnya. bagai buaya yang dilempar makanan, cowok-cowok itu langsung menyerbu cowok yang mendapatkan nomor Lia untuk merasa salin ke ponsel mereka. Lia dan Nia pun berjalan kembali ke kelas mereka.
Setiap hari, satu kelompok mengutus satu orang untuk menyipon saat pulang sekolah. Apa itu menyipon? Eits, pikirannya jangan macem-macem dulu. Oh kalian gak macem-macem ya, apa gue yg otaknya ngeres. Ah sudah lah....
Jadi, menyipon adalah kegiatan untuk membersihkan akuarium menggunakan selang kecil untuk menyedot kotoran di dalamnya. Pokoknya gitu deh, sory ilmu gue masih dikit buat menjabarkannya.
“Woy, Lia tugas lo nyipon sekarang jangan kabur lo,” kata Cholil yang satu kelompok dengannya. Padahal, sudah jelas niat Lia ingin ke Lab untuk menjalankan tugasnya tapi ada saja yang meledeknya. Memang gadis ini banyak peminatnya dan membuatnya kesal adalah cara mereka untuk mendapatkan perhatiannya.
“Iya, ini juga gue mau ke Lab kali,” bela gadis itu.
Tak ingin sendiri, Lia pun mengajak sohibnya. Siapa lagi kalau bukan Nia.
“Ayo Ni.”
Anak AP yang kebagian tugas menyipon itu terlihat takjub mengetahui akuarium mereka yang awalnya diisi oleh telur sekarang berubah menjadi larva lele yang baru menetas. Jumlahnya seperti tidak terhitung karena banyak. Larva tersebut berenang kesana kemari, membuat siapa pun yang melihatnya menjadi gemas. Tapi, kalau jumlahnya sebanyak ini jadi terlihat geli.
Dan ini artinya praktek mereka sukses.
Dari tinggkat kematian yang diperhitungkan hanya berkisaran 15%. Untuk pemula, patut diacungi jempol karena berhasil memijahkan ikan dengan angka kematian yang rendah.
“Ni, ni, ni, liat deh tuh. Yang itu paling gendut,” kata Lia berusaha menunjuk ikan yang dimaksud. “Lucu parah.”
“Oh iya tuh, yang itu kan?” balas Nia.
Dua gadis itu menempelkan wajahnya ke akuarium sehingga terlihat jelas makhluk hidup yang ada di dalamnya. Terlihat sangat lucu dan menggemaskan.
Ikan memiliki siklus hidup dimulai dari telur—larva—benih—induk.
Kadang lucu ya, jurusan kok perikanan? Belajarnya kayak mainin ikan hehehe...
Dulu jamannya facebook berjaya, kita akan dilihat terkenal kalau mempunyai teman banyak di facebook.
Facebook ini aplikasi pencari teman, atau bisa juga pengganti diary. Banyak banget yang curhat di aplikasi tersebut, dari mulai masalah sekolah untuk pelajar, masalah kerjaan untuk yang pekerja, masalah percintaan untuk yang pacaran.
Setelah selesai menyipon, Lia dan Nia berencana untuk mengerjakan tugas IPA.
Jarang sekali anak sekolah yang mempunyai laptop. Sebenarnya Lia punya, namun itu milik kakaknya, sangat susah untuk dipinjami apalagi pada anak kelas sepuluh yang gaptek tekhnologi. Alhasil keduanya sepakat untuk ke warnet. Hanya dengan uang tiga ribu rupiah kita bisa bebas mengakses internet selama satu jam.
Tapi ya beginilah kelakuan anak AP. Tak hanya anak lelakinya saja, perempuannya pun sama.
“Lo bawa catetan yang kemaren gak Li?” tanya Nia.
“Nggak,” jawab Lia.
“Serius lo? Lah terus gimana mau ngerjain tugasnya?”
“Gak tahu gue juga. Lo sendiri bawa gak catetannya?”
“Nggak.”
“Yeee... Samanya.”
Nia dan Lia menghela nafas panjang. Seharusnya mereka periksa dahulu apa buku catatannya dibawa atau tidak. Waktu berjalan mundur di monitor, tinggal 59 menit lagi. Kalau tidak ada catatan, apa yang ingin mereka katakan?
“Lo inget gak nama yang ditugasin apa?” tanya Nia.
“Mana gue tahu, yang nyatet kan lo. Gue tinggal nyalin,” jawab Lia. Kemudian gadis itu bergaya layaknya orang berpikir. “Gue inget-inget dikit sih. Kayaknya apes, apes gitu.”
“Apes? Apaan itu apes? Serius dikit napa?”
“Atuh beneran kayak apes-apes gitu. Udah ah daripada pusing mending maen buka facebook aja.” Timer di monitor terus berjalan. Tak ingin membuang waktu, Lia segera ambil alih mouse ditangan Nia dan langsung mengetik www.facebook.com kemudian enter.
Beginilah akhirnya. Bukanya kerjain tugas malah main, buka facebook, denger lagu dari youtube dengan gantian pakai headphone-nya, ngestalk doi, ngegibah orang. Semua mereka lakukan untuk menghabiskan waktu yang tersisa. Kalau dipikir dulu enak banget ya, cuma 3000 saja puas. Puas dengerin lagu, puas stalking doi, puas ngegibahin orang.
“Eh Ni ada pemberitahuan tuh di facebook gue,” kata Lia.
Kalau Nia buka facebook di mozilla, Lia buka akunnya di chrome. Adil kan.
Nia segera mengganti penampakan layarnya menjadi akun Lia dan sekarang giliran Lia yang megambil alih mouse. Di notifikasi akun Lia ada satu akun yang mengirim permintaan teman.
“Ini mah anak sekolaan kita,” kata Lia bicara sendiri.
“Masa?” respon Nia.
“Iya lihat tuh, poto profilnya aja baju seragam bet-nya kuning-kuning. Itu tandanya dia dari sekolahan kita.”Lia segera intip. Profil akun tersebut dan melihat foto-foto yang upload. Ternyata benar, si pemilik akun berasal dari jurusan otomotif. Tak sedikit yang add friend ke Facebook Lia, belum ada satu semester ia bersekolah disana sudah ada puluhan laki-laki yang add akunnya.
Setelah menerima permintaan pertemanan dari akun itu, Lia scroll berandanya dan terlihat banyak status-status dari akun Facebook yang berteman dengannya.
“Nih, dia anak ATU. Waktu itu minta nomor telpon gue,” cerita Lia.
“Kok lo banyak banget sih temenan sama anak sekolahan kita?” heran Nia.
“Iya soalnya poto profil gue pake baju seragam sekolah kita jadi orang banyak yang tahu gue satu sekolah sama dia. Banyak yang add deh. Kalo poto profilnya begitu pasti langsung di konfirm.”
“Oooh, kalo gitu gue juga kayak gitu lah.”
Setelah itu keduanya asyik mengobrol sambil ketawa-ketiwi.
Akhirnya niat yang awalnya ingin mengerjakan tugas malah terlupakan.
Sungguh surga ketika kita bermain dengan sahabat. Hal penting seperti tugas yang akan dikumpulkan dalam waktu yang semakin sempit pun terlupakan. Sunia seakan milik kita, bebas mau apa, tanpa ada yang melarang dan memberi batas waktu kecuali senja.
Disisi lain Fajar dan kelompoknya berkumpul di rumahnya untuk mengerjakan tugas. Beda dengan Lia dan Nia, grup ini elite dengan menggunakan laptop Jonnatan sebagai senjata. Namun, bukan hanya kepintarannya saja tapi kepintarannya pun dipergunakan. Kalau kalian penasaran dengan keadaannya, di meja tamu Jonnatan sedang serius membuat bahan presentasi dibantu oleh herman, sedangkan Bagas, Bagus dan Fikry asyik main Ps. Dari dapur Fajar membawa gelas berisi minuman dalam jumlah yang sama dengan mereka. Tak lupa dengan cemilan.
“Bangs*t, gue kalah lagiii!!!” seru Bagas membanting stick PS yang dipakainya.
“Wohooo, menang lagi gue! Jangan macem-macem lo sama gue,” ucap Bagus.
“Alah stick-nya rusak ini mah.”
“Alesan aja lo, udah kalah mah kalah aja. Gak usah salahin stick-nya segala,” ledek fikry mengambil stick PS yang tadi dibanting Bagas. “Nih liat nih cara main sultan, ayo Gus lawan gue.”
“Kalah mah kalah aja, gak usah bantingin barang orang juga kaleee,” cibir Fajar.
“Alah, stick PS kayak gini mah gue bisa beli lima,” balas Bagas.
“Shombong.”
Selagi Bagus dan fikri asyik bermain PS, Bagas melihat permainan mereka. Lalu, perhatian Fajar beralih ke Jonnatan dan Herman yang serius di depan laptop.
“Gimana?” tanya Fajar.
“Tinggal dikit lagi,” jawab Jonnatan masih mengetik. Disebelahnya Herman setia menemani, mendikte setiap kalimat yang akan diketik Jonnatan di PowerPoint mereka. “Gue udah tandai bagian-bagian yang bakal lo pada jelasin. Pokoknya tugas gue tinggal ganti slide sama notulis aja.”
“Gampang itu mah, yang penting tugas selesai dulu.
Sementara kelompok Wrfams.
“Lo semalem nonton persija lawan persibaya gak?” kata Angga. “Gila parah, itu kedudukan berubah di detik-detik terakhir.”
“Oh iya itu gue nonton,” timpal Alek.
“Udah-udah gak usah ribut yang penting mana duit taruhan lo pada? Gue yang menang neh,” tagih Aldi dengan gaya seperti preman yang sedang malak. Dengan berat hati Denis, Angga, Andriyansyah juga Alex mengeluarkan uang mereka masing-masing untuk memberikannya ke Aldi.
Begitulah type-type kerja kelompok. Ada yang berniat keras untuk kerja kelompok tapi sesampainya ditempat malah main. Ada yang hanya beberapa orang yang kerja yang lain main. Dan ada yang sepenuhnya main dan lupa sama kerja kelompoknya.
Pagi ini, beda dengan pagi biasanya. Terasa adem karena di podium lapangan sudah ada satu guru yang bersholawatan, juga beberapa siswa yang ikut duduk di lapangan.
Hari jum’at membuat pemandangan sekolah menjadi semakin indah dari hari-hari lainnya. Sebab, seluruh siswa/siswi memakai baju muslim. Dimata cewek, cowok yang pakai baju kokoh itu tingkat kegantengannya akan bertambah 100,1% dan dimata cowok, cewek yang berhijab itu kecantikannya bertambah 200%.
Nia dan Lia duduk berdampingan dengan palang warna biru bertuliskan X.AP di depannya. Karena keduanya sedang berhalangan, mereka tidak membawa Al-Quran. Selagi Pak Sidik memimpin siswa membaca surah Yasin, dua gadis itu saling lirik-lirikan ke ponsel yang Lia taruh di roknya. Jadi, beberapa hari lalu ada dua cowok yang ngajak kenalan Lia di gerbang sekolah. Dan dua cowok itu yang menjadi topik perbincangan mereka.
“Eh, Ni, Ni. Cowok yang waktu itu bilang dia ada di depan tahu,” lapor Lia.
“Oh ya? Yg mana?” tanya Nia.
“Gak tahu gue juga, gue lupa sama mukanya.” Ponsel Lia bergetar, gadis itu langsung membuka sms dari pria yang mereka bicarakan itu. “Tuh Ni, katanya dia ngeliat kita.”
“Mana, mana, mana, gue mau lihat,” pinta Nia. Lia pun menunjukkan ponselnya.
“Coba Ni liatin, mata lo kan normal. Gue mah gak keliatan.”
“Yang mana orangnya? Di depan kan anak cowok semua. Coba tanya dia yang mana? Yg lebih spesifik lagi.” Mendengar itu Lia langsung mengirim pesan menanyakan ciri khusus cowok itu. Belum ada satu menit ia mendapat balasan.
“Nih, Nia. Katanya yang bawa slayer biru.”
“Slayer biru?” Nia menyipitkan matanya, menyapu pandangan ke arah cowok yang duduk di barisan berpalang TKR. “Yang mana Li? Gak ada yang bawa slayer biru.”
“Coba suruh angkat slayernya.”
Bagai mendapat perintah dari Raja, Lia langsung membalas pesan laki-laki itu untuk mengangkat slayeenya.
“Katanya malu Ni kalo diangkat.”
“Lah, angkat dikit aja biar gak keliatan. Sili lah gue yang bales.”
Kadang suka begitu ya. Yang didekatin siapa, yang greget siapa.
Baru saja Nia ingin mengambil ponsel dari tangan Lia, telpon genggam itu bergetar dan Lia langsung membuka pesan balasan tersebut. “Ni, udah nih katanya. Dia udah angkat slayernya.” Mendengar itu mata Nia langsung mencari sosok dengan slayer biru di tangannta.
“Ketemu!” lapor Nia.
“Yang mana Ni?” tanya Lia.
“Itu yang baris di depan.” Mata Lia mengikuti kemana jari Nia menunjuk. Detik kemudian gadis itu mengangguk seolah-olah tahu yang mana orangnya, padahal dengan matanya yang minus itu ia tidak bisa melihat wajah dari kejauhan dengan jelas. Meskipun samar Lia dapat mengetahui dimana orang yang mengirim pesan padanya