Our Destiny

Musik retro beralun kencang didalam kamar Katherin. Dia berdansa asik tanpa menghiraukan ibunya yang sejak tadi memekik didepan pintu "Anak ini...Katherin!"gedornya sekencang-kencangnya,tetapi kalah dengan musik itu "Astaga. Harus ku apakan anak ini"geram ibunya mencari-cari akal. Sementara Katherin tengah menikmati morning moodnya itu. Dengan tank top dan celana pendek,tangan sebagai mikrofon terciptalah dunianya. Brak!

"A-apa yang ibu lakukan?"kagetnya tercengang melihat pintu kamarnya yang didobrak oleh ibunya itu "Sekarang kau baru mendengar. Apa musik membuatmu tuli?"bentak ibunya. Lalu Katherin segera mematikan musiknya

Berapa kalipun dipikirkan,tetap saja ia tidak mengerti "Tapi,kenapa ibu mendobrak ;intu kamar ku dengan...motor?"melirik sepeda motor yang lecet itu

Ibunya turun dari sana dan menarik telinga putri semata wayangnya yang bengal itu. "Karna kau tuli,kau tuli. Berapa kali ibu memanggil mu. Apa telinga ini hanya pajangan?"

"A-akh ibu, ibu...sakit"rengekya "Baiklah,baiklah. Itu tidak akan terjadi lagi,aku tidak akan nakal lagi"katanya dengan manis

"Kau pikir berapa umurmu. 20 tahun, kau sudah 20 tahun. Carilah pekerjaan sambilan atau jadi pekerja paruh waktu jika kau tidak mau kuliah. Kau itu beban keluarga"omel ibunya "Entah sejak kapan putri ku yang menggemaskan tumbuh menjadi semacam ini. Astaga,astaga lihatlah motor ku,argh berapa biaya perbaikannya. Ini semua salah mu"tambah ibunya seraya mengelus-elus lecetan motor itu

"Salah ku? Sekarang aku tau bagaimana aku bisa jadi beban keluarga. Lihat. Ibu melamun,pasti sedang mengutuk ku"cemberutnya

"Iya! Aku mengutuk mu agar menjadi anak dan manusia yang berguna. Berikan aku uang atau menikahlah dan jadikan ibumu ini kaya"katanya dengan suara besar

Katherin menghentak-hentak kan kecil kakinya "Aah,ibuuu... jangan bahas soal menikah. Apa hebatnya hidup dengan uang pria. Lagi pula aku bukan nya tidak punya pekerjaan,aku ini novelis. Hanya perkara waktu sampai buku ku meledak"katanya penuh percaaya diri

"Meledak apanya? Kepala ibu yang hampir meledak memikirkan gajimu. Kau bilang sudah di kontrak,tapi mana uangnya?"marahinya

"Bukan gampang,bu. Aku harus mengumpulkan uang sampai nominalnya baru bisa ditarik. Ilmuwan juga butuh waktu agar penemuannya sempurna. Ini hanya masalah waktu ibu. Begitu meledak,sag! Dari beban keluarga aku akan menjadi bank berjalan ibu"sumringahnya bercerita

"Pandai sekali bicaramu. Sadarlah,Katherin. Hanya orang gagal yang bertahan dan menunggu. Bekerjalah di dunia nyata selancar khayalan mu itu,anak bodoh"cubitnya dengan segunduk kasih sayang "Kalau tidak,minta anak itu saja yang mendanai penerbitanmu. Bukankah dia kaya? Sebentar lagi juga akan mati,dia butuh amal untuk disana nanti"tambah ibunya

"Ibu"bentak Katherin "Aku mencintaimu ibu ku sayang"ciumnya lalu berlari dalam sedetik

"Hei. Katherin,kemari!"soraknya "Astaga anak ini...sangat mirip dengan ku saat muda dulu"gelengnya tertawa

Katherin memutuskan untuk tidak kuliah dan fokus membantu ibunya dengan menjadi novelis,walaupun...seperti yan dilihat. Rasanya begitu menyebalkan saat orang-orang bertanya tentang pendidikannya. Dengan kata lain,keseharian dalam hidupnya hanyalah menulis didalam rumah. Teman? Dia punya,namanya Soraya. Anak dari keluarga kaya,yang datang kerumahnya setiap membolos. Soraya dan Katherin adalah air dan minyak yang sebenarnya tidak bisa disatukan "Hei,anak miskin. Besok-besok menulisnya dirumah ku saja. Rumah mu sangat kecil,sempit dan bau"ketusnya

Katherin yang baru menulis beberapa baris,menarik nafas dan memutar matanya malas "Kita bisa menghentikan ini sekarang juga dan kau tidak perlu lagi datang ke rumah orang miskin ini"tajamnya tersinggung

Soraya melipat tangannya kesal dan Katherin menggenggam pensilnya geram "Jika saja aku tidak aku tidak terkena penyakit sialan ini dan segera mati,tidak akan pernah terpikir ingin orang miskin seperti mu menulis karakterku didalam novel bodoh mu itu"

"Oh? Maaf,jika novel bodoh ku ini tidak tercipta didunia siapa yang akan menulis karakter orang penyakita yang menjengkelkan seperti mu"kata mereka bersahutan saling menatap benci "Hei,itu kalimat yang bagus. Mari tulis!"girang mereka

"Benar,benar! Terdengar seperti dua orang musuh yang menunjukkan kepeduliannya"Soraya menjentikkan jarinya

"Barusan siapa yang mengatakan novel bodoh"cicitnya "Baiklah,aku tau. Tapi bukan berarti aku perduli jika kau mati,atau harus ku buat kau mati lebih dini?"sambungnya dengan senyum girang yang juga ditunjukkan Soraya sesaat padanya

"Tambahkan itu juga,orang miskin sialan. Tapi jangan buat aku mati diawal,bodoh. pantas saja kau selalu memalsukan jumlah pembaca mu"

Mendengar itu Katherin langsung berdiri "Kau jangan sembarangan bicara. Pembaca ku memang sudah ribuan! Jika begitu carilah orang miskin sialan lainnya yang membuat karakter penyakitan"teriakinya

Soraya menutup telinganya "Sayangnya tidak ada orang miskin yang sesialan dirimu"lalu menggulung-gulung rambut dengan santainya

Katherin mengulum mulutnya lalu mengerejap "Baiklah. Aku anggap diriku langka,bitch"lanjutnya menuang semua ide tadi. Hanya hal inilah yang membuat mereka bersenang-senang karena saling menghina. Katherin yang membutuhkan seseorang untuk memahami karakter manusia dan Soraya,yang mengidap penyakit kanker otak yang divonis waktu hidupnya hanya tinggal 3 bulan saja. Dua orang yang ingin bersenang-senang.

`````````````````````````````````````````````````````````

Karena Soraya dibesarkan dengan orang tua yang hanya perduli pada pekerjaannya,mereka tidak tau bahwa anaknya itu sedang sakit parah. Kedua orang tuanya tinggal di Amerika,hanya mengiriminya uang setiap hari dan mengirim pesan yang mengirit. Pundi-pundi uangnya tidak terhitung tetapi pesan mereka tidak sampai hitungan 10 jari. Soraya tinggal dirumah besar yang lengang. Merebahkan badan dan stresnya ditempat tidur yang besar,juga ratapan dan raungan yang kembali ketelinganya. Berbeda dengan Katherin yang setiap saat berusaha tetap tegar dan menggenggam erat harapan pada tulisannya,bernafas dalam tekanan itu. Banyak orang yang berganti harapan hanya untuk percaya bahwa mereka harus tetap hidup...hanya sekedar hidup.

Meskipun malam yang dilalui berat,tetapi pagi selalu mengembalikan semuanya kembali normal. Katherin yang tengah duduk merenung,tiba-tiba didatangi ibunya . Aku memiliki firasat yang sangat buruk,batinnya "Beras habis lagi,pasta gigi,minyak goreng hah...bagaimana ini"liriknya Katherin "Jangankan membahas shoping,memikirkan sabun mandi saja sudah pusing"tambahnya berkeluh-kesah. Katherin diam membeku

Ibunya adalah motivasinya dalam menulis sekaligus orang yang bisa dengan mudah menjatuhkan mentalnya "Bersabarlah ibu. Pelung sebentar lagi,pembaca ku sudah 10 ribu orang"senyumnya dengan dahi yang meringis

"Sabar sampai kapan? Apa gunanya pembaca ribuan itu jika tidak ada hasil. Mereka hanya tau membaca gratis,mereka pikir tidak lelah menulis semalaman suntuk. Sudahlah,berhenti saja menulis"ketus ibunya. Ia kasihan melihat putri semata wayangnya itu bekerja tanpa hasil. Sudah cukup tidak bisa belanja seperti putri orang lain,paling tidak bisa merawat kantung matanya itu