Born

MC POV

Diriku adalah ayah dari para penyihir. Seharusnya aku sekarat dan segera mati karena luka-luka dari pertempuran itu. Namun saat aku tidak sadarkan diri terdengar suara yang memanggil sebuah nama. Suara itu terus memanggil nama itu, semakin lama suara itu terselimuti oleh perasaan sedih dan tangisan seseorang. Aku yang penasaran apa yang terjadi pun membuka mataku secara perlahan.

Saat aku membuka mataku terlihat wajah seorang wanita yang berlinang air mata dan seketika berubah bahagia. Dia mengangkatku dan tersenyum padaku, disaat itu aku sadar bila aku terlahir kembali setelah kematianku di kehidupan pertama. Diriku memang tahu ada sebuah kisah dimana seseorang bisa hidup kembali akan tetapi memerlukan ritual yang cukup sulit. Aku sama sekali tidak mengingat kalau diriku melakukan ritual itu di kehidupan sebelumnya.

Sekeras apapun aku mengingat tetap saja aku merasa tidak pernah melakukan ritual tersebut. Karena aku tidak tahu sebabnya dan kini aku sudah terlahir kembali, akhirnya diriku memilih untuk menjalani kehidupan baru ini.

" Karena sudah kejadian lakukan saja. " batinku.

Akhir aku memulai kehidupan ini bersama keluarga baruku ini. Aku dirawat oleh keluarga ini dengan penuh kasih sayang dan kehangatan. Mereka selalu memberiku asupan makanan yang cukup, menjagaku dari dingin maupun panas, bahkan selalu menemaniku dikesibukan mereka. Ini adalah pengalaman baru bagi diriku yang tidak pernah mendapatkannya di kehidupan pertamaku.

Dikehidupan ini aku mengetahui kalau ayahku adalah seorang Archduke dan ibuku dulunya adalah dari keluarga dengan penghargaan Baronet. Keluarganya dahulu menyelesaikan masalah kelaparan di beberapa desa dan itu membuat seorang Viscount berterima kasih. Walau bukan sebuah kelas bangsawan, akan tetapi dengan penghargaan itu keluarga ibuku memiliki tingkatan berbeda dari rakyat biasa dan mendapatkan beberapa keuntungan ekonomi. Awalnya Viscount akan memerintahkan semua penjual yang barangnya dibeli oleh keluarga ibuku harus hanya bernilai dibawah satu koin perak.

Namun keluarga ibuku menolak dan lebih memilih agak diberikan sebuah profesi sebagai pembaca pesan kerajaan atau khusus untuk masyarakat. Walau awalnya Viscount berpikir itu adalah hal konyol namun argumen dari keluarga ibu membuat Viscount tertarik. Tugas dari pembaca pesan bukan hanya untuk membaca pesan saja melainkan menceritakan cerita-cerita heroik atau terkenal dengan diiringi lagu. Hal itu membuat Viscount tertarik karena pertunjukkan teater hanya diadakan selama lima tahun sekali demi menghormati lima hari perjuangan melawan dewa jahat.

Tentu saja banyak faktor yang membuat orang selalu ingin melihat acara itu terutama bagi para anak-anak. Jadi pekerjaan itu dibuat dan hanya itu keluarga ibu saja.

" Sayang, apa kamu ingat hari dimana anak kita lahir? " tanya ibu.

" Tentu saja, hari dimana acara teater kisah para pejuang diadakan bukan. " jawab ayah.

" Kata pemimpin kuil jika ada anak yang lahir pada hari itu akan diberikan satu ciri khas dari salah satu pahlawan, " kata ibu dengan tidak yakin.

" Itu benar, para pendeta pun sering berkata itu di kuil. "

" Tapi kenapa anak kita tidak memiliki itu dan malah mendapatkan mata berwarna hitam, " jawab sedih ibu.

Ada sebuah kepercayaan di jaman ini kalau anaknya lahir pada hari mulainya acara teater para pahlawan akan diberikan satu ciri khas dari seorang pahlawan. Sebaliknya, mata dan rambut berwarna hitam dianggap sebagai hal buruk seperti disamakan sebagai keturunan dewa jahat. Hal itu membuat khawatir ibuku dengan kehidupanku nanti. Ayah pun menenangkan ibu yang sedih dan khawatir.

" Sayang, percayalah kalau anak kita adalah anak sehat dan baik-baik saja. " kata ayah.

" Tapi-- "

" Percayalah, ini hanyalah kebetulan dan aku yakin kelak anak kita akan menjadi orang yang disukai banyak orang. "

" Aku percaya padamu, " kata ibu sambil dirangkul oleh ayah dan menggendongku.

Waktu terus berjalan dan aku yang awalnya seolah bayi yang bisa tidur sekarang bisa merangkak. Rambutku pun kini sudah tumbuh dan berwarna hitam. Namun hal itu tidak mengganggu pikiran ibu lagi dan dianggap hanya perbedaan yang jarang terjadi.

" Sayang, umur Tristan kini sudah tiga tahun dan harus menjalani upacara kelahiran. " kata ayah.

" Tapi sayang, aku sedikit khawatir kalau pihak kuil tidak menyukai Tristan. "

" Mana mungkin pihak kuil tidak menyukai anak lucu dan semanis Tristan, " kata ayah sambil mengangkatku ke atas.

Karena guncangan dari ulah ayah itu membuat perutku tidak enak. Akhirnya setelah beberapa saat setelah ayahku mengangkat dan menurunkanku berulang kali, aku pun muntah. Hal itu membuat ibu marah dan mengambil diriku dari ayah.

" Muntah karena sedikit guncangan layaknya bayi biasa adalah hal paling memalukan bagiku. " batinku.

Setelah hal itu kami pun pergi ke kuil yang tidak jauh dari kediaman Archduke. Disana terlihat seorang pendeta dan beberapa biarawan telah menunggu kami. Disana aku diberikan sebuah kalung dengan gantungan dari kayu yang bermaksud bahwa anak kecil akan tumbuh besar layaknya pohon. Setelah itu aku diletakkan pada sebuah tempat berbentuk lingkaran. Disana terdapat beberapa barang yang dipercaya apa barang yang dipilih sang anak akan menentukan masa depannya.

Dikarenakan sudah paham maksudnya, aku pun merangkak menuju sebuah tongkat sihir. Diriku dahulu seorang penyihir jadi bukanlah hal aneh jika aku menuju ke tongkat sihir. Disana terdapat sebuah pedang magis dan beberapa senjata magis lainnya, namun aku merasa kalau aku lebih cocok dengan sebuah tongkat. Saat sesudah aku memegang tongkat sihir terlihat wajah ayah dan ibu sedikit kecewa.

Setibanya di rumah semua menjadi normal namun rasa penasaranku masih ada. Aku pun mulai tumbuh besar dan kini berumur delapan tahun. Semuanya terasa begitu cepat berlalu seperti kertas yang terbakar.

" Tristan, ayo pergi ke sekolah sebelum terlambat! " teriak anak perempuan.

" Tunggu sebentar, aku akan turun. "

Anak perempuan yang barusan berteriak adalah kakak perempuanku, Obelia van Wandersia. Kakakku ini adalah orang yang selalu penuh semangat dan ceria, bahkan dia juga termasuk calon ksatria sihir terbaik di kota negara Wandersia. Dia lahir pada hari dimana acara teater pahlawan terjadi dan membuatnya mewarisi telinga panjang serta runcing layaknya salah satu pahlawan wanita, Ingrid. Telinga seperti seharusnya hanya dimiliki oleh kaum elf tetapi kakak mewarisinya karena lahir pada waktu teater dimulai dan Ingrid sendiri adalah satu-satunya half elf di dunia.

" Tristan, pasti kamu membaca buku sampai tidak tidur lagi. "

" Ya mau bagaimana mana lagi, diriku sama sekali tidak mengenali jaman ini. " batinku.

" Ayo kak, kita akan terlambat kalau disini terus. " kataku.

" Benar juga, ayo berangkat sekarang. "

Aku dan kakakku pun diantar ke tempat kami bersekolah dengan kereta kuda yang ada. Setelah sampai di gerbang kami pun turun dan melanjutkan dengan berjalan. Disana banyak anak lain juga berjalan ke sekolah dan menyapa kami.

END OF MC POV

STORY TELLER POV

" Selamat pagi, nona Obelia. " sapa anak laki-laki.

" Selamat pagi. " balas Obelia.

Anak laki-laki itu langsung senang dan wajahnya memerah karena sapaannya dibalas Obelia. Obelia memang adalah gadis yang cantik dengan rambut hijau seperti ibunya. Tidak mengherankan kalau dirinya menjadi idola para para anak laki-laki.

" Selamat pagi, tuan muda Tristan. " sapa para anak perempuan.

" Pagi juga. " balas Tristan.

Sama halnya dengan anak laki-laki barusan, anak perempuan itu tersipu karena sapaannya dibalas oleh Tristan. Walau dengan rambut dan mata hitam yang dianggap hal buruk, semua perempuan di Wandersia sangat menyukai Tristan. Dirinya sendiri tumbuh dari bayi yang imut dan lucu menjadi anak tampan dan bersikap halus. Tentu saja itu adalah alasan banyak orang menyukainya.

" Mereka tersipu lagi, memang anak muda. " batin Tristan.

Setelah berjalan beberapa menit mereka akhirnya sampai di jalan bercabang yang setiap jalan menuju kelas yang berbeda. Tristan berada di kelas dua, sedangkan Obelia berada dikelas tiga dan ini adalah tahun terakhir kakaknya sekolah disana. Karena Obelia dianggap sebagai murid jenius, dirinya bisa lulus setahun lebih awal bersama murid yang lebih tua.

" Tristan, pastikan kamu tunggu disini kalau kelasmu sudah selesai. "

" Baik kak, kalau begitu aku ke kelas dulu ya. "

Mereka pun berpisah dan menuju kelasnya masing-masing. Di kelas, Tristan mempelajari tentang sejarah dan beberapa hal mengenai ilmu pengetahuan di jaman itu. Awalnya Tristan sedikit lebih lambat dari murid lain tapi kini hal itu adalah hal mudah bagi dirinya karena dirinya sudah membaca banyak buku. Tristan merupakan murid terbaik di kelasnya dan menjadi panutan murid lain.

Jam sekolah Tristan pun selesai, dia pun pergi ke jalan bercabang tadi untuk menunggu kakaknya. Disana terdapat sebuah pohon yang rindang, dia pun duduk disana. Pohon itu juga merupakan lambang dari sekolahnya.

" Kakak mungkin masih lama lagi untuk kesini, sebaiknya aku mulai memperbaiki sirkuit sihir dan inti sihirku. "

Tristan pun mulai melakukan meditasi dan mengumpulkan mana yang ada di alam. Bukanlah hal yang sulit baginya untuk mengumpulkan mana dari alam. Dengan cepat sirkuit sihir dan inti sihirnya membaik namun dia belum bisa menggunakan kekuatannya secara penuh.

" Apa yang ada lakukan, tuan muda? "

" Paman? "

Saat setelah Tristan selesai memperbaiki sirkuit sihir dan inti sihirnya, pelayan sekaligus ksatria pribadi ayahnya datang. Leonidas von Paleis merupakan ksatria sihir terbaik di Wandersia dan sudah dianggap paman sendiri oleh Tristan dan Obelia.

" Hanya menghirup udara segar saja. " jawab Tristan.

" Ah benar, pohon ini adalah pohon Night Lotus tentu memberikan kenyamanan bagi orang yang duduk dibawahnya. " kata Leonidas.

" Paman, apa perasaanku saja atau kakak lebih lama daripada kemarin? "

" Benar juga. "

Saat sedang berbicara, datang seorang guru yang mengurus kelas tiga. dia berlari dengan panik ke arah mereka. Wajahnya benar-benar pucat dan tampak sangat panik.

" Hei, ada apa? " tanya Leonidas.

" Tuan ksatria, Nona Obelia! "

" Ada apa dengan Nona Obelia? "

" Sihirnya lepas kendali dan mengalami Overload! "

Mendengar hal itu Mereka dengan cepat menuju ke kelas Obelia. Disana ada beberapa guru yang sedang mencoba meredakan sihir Obelia, namun tampaknya belum berhasil. Api berkobar disekitarnya dan wajahnya terlihat kesakitan.

" Nona Obelia! " teriak Leonidas.

" Kakak! "

" Hei, kenapa nona bisa seperti ini? " tanya Leonidas pada salah seorang guru.

" Sebenarnya ada roh elemen yang bersemayam di tubuh nona Obelia dan membuatnya lepas kendali, ini juga bukan pertama kalinya. "

Leonidas yang marah langsung menarik kerah guru itu namun karena melihat keadaan Obelia dia melepaskannya. Dia pun mencoba menekan sihir Obelia dengan sihirnya. Dia menancapkan pedangnya ke lantai dan melancarkan sihirnya. Namun setelah lama mencoba bukan sihir Obelia yang tertekan, melainkan Leonidas terkena serangan dari sihir itu dan muntah darah.

" Sial, andai aku membawa tombakku! " keluhnya.

Setelah melihat Leonidas yang gagal pun mengambil sebuah Grimoire salah satu guru dan menggunakan sihirnya. Dia menyalurkan mana miliknnya ke grimoire itu dan menulis sebuah rune didalamnya. Segera sebuah kubah pelindung berukuran kecil menyelimuti Obelia dan dirinya. Dirinya juga menulis rune lain yang membuatnya masuk ke dalam alam bawah sadar Obelia.

" Jadi dimana penyebab sihir kakak meledak-ledak? "

" Hoo, rupanya aku mendapatkan seorang tamu disini. "

Muncul sosok besar dengan wujud berzirah dan terbakar oleh api. Sosok itu membawa sebuah tombak yang bilahnya sangat besar. Sosok itu adalah sesuatu yang sudah ada sejak jaman dewa jahat berkuasa. Prajurit Utama dari pasuka dewa jahat, Ignis. Ignis adalah jenis ksatria paling setia kepada kedua dewa jahat.

" Manusia, hebat sekali kau bisa kesini maka kau akan menjadi saksi aku menguasai tubuh ini dan membunuh para manusia. " kata Ignis.

" Aku tidak akan membiarkan hal itu. "

" Aku adalah prajurit utama pasukan dewa iblis dan monster, manusia lemah sepertimu tidak akan bisa menghentikanku. "

Ignis tertawa terbahak-bahak sambil meremehkan Tristan. Saat selesai tertawa dia pun mengayunkan tombaknya dengan kuat kearah Tristan. Tapi ujung tombak itu tidak mengenainya tetapi menghantam sebuah penghalang buatan Tristan.

" Kenapa kau bisa menahan seranganku? " tanya Ignis.

" Tentu saja, jika aku tidak bisa menahannya mana mungkin aku bisa mengalahkan kedua tuanmu. "

Sontak Ignis menjadi ketakutan mendengar perkataan Tristan. Dia menyadari kalau Tristan adalah sosok penyihir yang membantai pasukan sekaligus tuannya.

" Mana mungkin, ini sudah sepuluh ribu berlalu sejak perang itu! " teriak Ignis.

" Entahlah, kau pikirkan saja sendiri. "

" Tidak mungkin, aku tidak boleh mati sia-sia! "

" Maaf saja, perjalananmu akan aku akhiri disini. "

Tristan menulis rune di grimoire sedangkan Ignis yang panik dan ketakutan mengayunkan tombaknya terus menerus ke arah Tristan. Akan tetapi semua usaha Ignis sia-sia karena dirinya tidak bisa menembus penghalang milik Tristan. Tristan pun selesai dengan rune miliknya dan melancarkan sihirnya.

" Zero Count. "

" Tidak! "

Tubuh Ignis pun kaku dan retak lalu hancur. Sebelum semuanya hancur, Tristan mengambil api dari sisa jiwa Ignis lalu menanamkanya pada Obelia.

" Dengan begini kakak akan baik-baik saja dan sihirnya akan semakin kuat. "

Setelah itu pun Tristan kembali ke tubuhnya lagi dan terlihat Obelia sudah tidak kesakitan. Karena merasa lelah setelah masuk ke alam bawah sadar orang lain, Tristan pun hanya bisa duduk sambil berkeringat deras. Mereka akhirnya dibawa kembali setelah kejadian itu.