lSG

Bahagia dimulai dari kesadaran.

Kesadaran akan sebuah benih cinta yang telah berakar lama.

~justin~

Akhirnya situasi itu kini berakhir, syukur lah kecanggungan ini tidak membuat Gerani hilang akal. Jangan jatuh cinta jangan luluh sama Justin please stop!

Astaga Gerani hampir gila,sampai saat menuruni tangga pikiran nya yang kacau akhirnya mendaratkan kakinya pada sebuah lantai berwarna cream.

Awwwww

Gerani mencoba bangkit,tapi kakinya tak mampu menopang tubuhnya,"aww sakit banget,adu duh... astaga Gerani sial amat sih"

"Kenapa?" Tanya Justin yang telah muncul dihadapan Gerani.

Tidak. Gerani tidak akan membuat jantung nya semakin gila. Tahan sebentar Gerani jangan memberi tahu Justin.

"Hehehe enggak papa kok akting doang tadi liat tikus" cekal Gerani yang mencoba berdiri tegak.

"OOO iyaudah kalok gitu pergi"

"Duluan deh sana,bye hehehe" cengir Gerani.

"Awww aduhh" Rajuk Gerani yang ingin bergerak, sedangkan Justin berbalik lagi pada Gerani.

"Kamu kenapa?"

"Enggak papa kok, enggak bias–"belum selesai Justin berbicara tubuhnya sudah diangkat oleh tangan besarnya.

Deg...

Udah mulai,ayolah jangan membuat malu. Entahlah. Mataku saja diluar kendali sedari tadi hany menatap Justin.

"Tunggu disini" entah kapan Justin telah masuk apartemen,tiba tiba Gerani sudah didudukan disebuah sofa. Karena sedari tadi Gerani hanya menatap kosong Justin.

"Eh cewek yang tadi yah,kenapa kok balik lagi. Oh Iyah kita belum kenalan kan? Aku angkasa " serunya sambil memberikan jabatan tangan nya.

"Aku Gerani, Iyah aku balik lagi gara gara tadi kepleset dibawah" balas gerani

"Coba aku lihat" angkasa langsung jongkok, memeriksa kaki Gerani.

"Kalok aku tekan yang ini gimana?"

"Awww sakit"

"Keknya terkilir deh" ujarnya sambil memeriksa kaki Gerani.

"Terus gimana,aku harus kerja"

"Tenang,aku jago ngurut kok"

"Yakin? Pelan pelan yah" angkasa hanya mengangguk dan lanjut dengan misinya.

"Awwwwwww" suara teriakan Gerani yang menahan sakit. Bisa ngurut gak sih angkasa.

"Ada apa ini? Sa apa yang elo buat ha?" Justin yang tiba-tiba muncul mendengar keluhan Gerani.

"Yelah santai kali,gue kan lagi ngurut dia kakinya terkilir,Lo tau kan gue jago ngurut"

"Sakit..."Rajuk Gerani. Justin menghampiri Gerani yang duduk di sofa. "Enggak papa tahan aja,entar agak baikan kok"

"Ini minyaknya urut gih" titah Justin.

"Aww... Sakit...pelan dong" lagi lagi Rajuk Gerani,hanya mampu meremas sofa untuk meredakan rasa sakit tersebut.

Tiba-tiba Justin menarik tubuh Gerani, menawarkan dadanya yang begitu lebar. Ah segitu dekatnya hingga aroma Pinus tersebut tercium.

"Tahan,bentar lagi enggak sakit" Gerani hanya mengangguk,sesekali meringis kesakitan.

Gerani masih meringis kesakitan.sesekali meremas kemeja Justin untuk menahan rasa sakitnya.

Dan terus hingga itu berlangsung,Justin terus mengelus rambut ku mencoba menguatkan ku.

"Udah selesai,coba deh buat jalan" info angkasa yang kini tengah berdiri menatapku yang masih menempel pada Justin.

Iyah akhirnya Gerani sadar.

"Coba deh,aku bantuin buat jalan" suara Justin begitu menghanyutkan.

Kesambet apaan ini anak? Kok baik banget. Jangan baper Gerani.

"Makasih yah angkasa,maaf ngerepotin. udah agak lumayan sih. Aku ke rumah sakit dulu yah bye" ujarku dengan perlahan pergi meninggalkan mereka.

Seketika gerani menahan rasa sakit yang belum terlalu reda.

Tanga Justin menyekal tangan Gerani yang saat itu hendak pergi meninggalkan mereka,"bareng aku aja" lanjutnya "masih sakit kan? Takut kenapa-kenapa"

Kalian tahu kan apa jawaban Gerani saat itu?

"Enggak usah, udah mendingan kok" sakit banget sebenarnya, tapi sebelum jantung ku gak karuan lebih baik enggak usah lanjutku dalam hati.

"Udah enggak usah bandel deh kalok aku kasih tau"

"Udah enggak papa" perlahan Gerani melangkahkan meninggalkan mereka.

Tapi memang kakinya yang tidak bisa diajak kompromi, menjatuhkan tubuhnya.

"Aww" ringisku lirih.

"Itu yang namanya enggak papa?"

Iyah aku jugak enggak mau jantung ku ikutan nambah sakit juga kalok lama lama Deket sama manusia es batinku.

Sementara aku mencoba bangkit, rasanya kakiku belum berdiri tegak tapi kenapa tubuh ku serasa sudah tak menyentuh lantai?.

Astaga tangan itu lagi lagi mengangkat ku,dada itu lagi lagi menawarkan kenyamanan.

Deg

Fix aku udah gila sekarang! Lirihku dalam hati.

Gerani Hanya bisa diam menatap wajah tampan itu,aroma Pinus itu begitu menyengat memberikan kenyamanan sehingga bibir ku kering akan kata kata.

Sampai berada didalam mobil Gerani hanya bisa terdiam, sumpah enggak jadi di blacklist dari daftar suami idaman.

                            ***

Karena kemacetan sudah menjadi soulmate  kota Jakarta,kami sampai pada pukul delapan pas untung saja jadwal operasi kami masih kosong,kira kira dimulai pada pukul sepuluh pagi.

Justin masih berada disamping Gerani,bukan kemauan Gerani hanya saja Justin meminta nya. Tentu Gerani ingin membantah hanya saja tubuhnya bergetar hebat saat maniak lu bertemu pandang olehnya.

Rasanya Gerani ingin mengganti saja wajah nya,saat memasuki rumah sakit semua mata menuju kearahnya.

Akhirnya Gerani lekas pergi keruangan nya. Tapi kali ini bukan ruangan nya melainkan ruangan manajer nya.

Entahlah. Terserah Justin memiliki alasan apa saja kali ini gerani tidak berdaya dengan kesakitan dikakinya.

"Kenapa sih harus kesini,kenapa enggak keruangan ku aja" tukas ku sedikit kesal padanya.

"Terserah padaku,aku hanya tidak ingin saat aku memanggil mu kau datang terlalu lama,itu membosankan!" Tukasnya tak mau kalah tentunya,jauh dari kata lembut perkataan nya.

Apa dia memiliki kepribadian ganda? Atau semacamnya,atau jangan-jangan kepalanya memang sedikit bergeser? Batinku.

"Aku tidak mau kau banyak omong, sekarang cukup Daim kau terlalu berisik. Oh satu lagi bisa lebih sopan sedikit?"

"Iyah BAPAK MANAJER" balas Gerani lantang dan kesal,kali ini penyakit dara tinggi adalah penyakit abadi Gerani.

Berjam-jam Gerani hanya diam,menuggu jadwal operasi yang akan tiba sebentar lagi.

"Gerani, tolong ambilkan saya kopi"

"Bentar lagi kan udah jam operasi pak"

"Itu gunanya kami disini,cepat kerjakan!lagian jaraknya tidak terlalu jauh,jangan manjakan kakimu bisa bisa kamu tidak bisa jalan selamanya"

Gerani hanya bersabar melihat Justin,berkali kali mengehala nafas kasar.

"Nanti saya kelamaan pak"

"Gerani kaki kamu hanya keseleo bukan patah tulang,jadi kamu masih bisa berjalan kan? Apa perlu kakimu saya amputasi biar enggak ngerasa sakit lagi ha?" Tukas Justin sinis.

Ya Allah kuatkanlah hati hamba mu ini ya Allah,sabar ran dia memang begitu.

"Kenapa kamu malah menatap saya? Kamu tidak terima atau kamu mengatai saya?"

Sekarang apa lagi? Dia bisa baca isi hati orang haa ? Dasar! Menyeballlllkan

"Sudahlah segera pergi,saya gerah diliatin kamu seperti itu merusak kornea mata saya saja"

Geranipun melangkahkan kakinya keluar, menuju dapur mengambil secangkir kopi untuk Justin denga perlahan.

"Hah dasar,aaaaa menyebalkan! Aku bisa benar-benar tua kalok gini terus" Gerani mengejolakan tubuhnya. Panas. Justin benar benar mengguncangkan kesabaran nya.

"Woy mau kemana?itu kaki kenapa? Oh Iyah tadi kamu bareng siapa yah kerumah sakitny yah" goda Aurel.

"Mending diem aja deh,panas ini panas. Bisa mintak tolong enggak?"

"Bisa,emang apaan"

"Tolong buatin kopi dong,kakiku terkilir susah banget jalannya"

"Oke siap bos, tunggu disini yah"

"Makasih yah Aurel sayang"

"Iyaudah aku buatin dulu"

Untung saja Gerani bertemu sahabat nya, setidaknya Gerani bisa meringankan beban dihatinya akibat rasa sakit dari kakinya.

"Untung aja ada Aurel,kalok enggak bisa nangis disini nahan sakit kakiku"monolognya sambari duduk menunggu sahabatnya.

Beberapa menit kemudian Aurel sahabatnya tak kunjung datang juga,Gerani sedikit khawatir karena terlalu lama bisa bisa Gerani telat.

Gerani berpikir sejenak,jika Gerani tinggalkan saja pasti Justin akan marah.

Ah yasudah lah pasti Justin akan menunggu nya.

Tiga menit berselang cukup lama akhirnya Aurel kembali.

"Maaf ya lama tadi aku disuruh sama dokter Albert cek pasien''

"Enggak papa kok,aku malah makasih banget udah mau nolongin aku"

"Iyaudah aku balik dulu yah,bye"

"Beres, semangat"

Perjalanan menuju ruang manajernya memang cukup dekat,hanya saja kaki Gerani yang mempersulit keadaan.

Padahal Justin bisa memanggil OB untuk apa OB diperkerjakan jika akhirnya Gerani yang menuruti segala perintah menyebalkan nya.

"Ini kopinya bapak manajer"

Suara gema Gerani memanggil Justin yang kala itu tiada diruangannya.

"Lah kemana lagi dokter satu ini,udah capek-capek jugak aku"

"Iyaudah aku tungguin aja mungkin lagi ditoilet,tapi ini kan udah jam operasi? Iyaudah lah bodo amat dan tungguin ajah" monolog nya

Gerani kembali menduduki sofa, setelah sekian menit Gerani menunggu manajernya yang tak kunjung jua kembali.

Gerani kehilangan kesadarannya,melelapkan dirinya dibawah alam bawah sadar.

Sementara jam dinding terus berputar, sekarang hati jarum itu sudah menunjukkan pukul dua belas.

"Ehem" suara deheman lelaki tak mengusik ketenangan tidur seorang Gerani.

"GERANI..." Bentak Justin

Kaget,hampir saja rasanya jantung Gerani lepas . mimpinya buyar Gerani sekarang tengah kalang kabut terbangun dari tidurnya.

"Astaga bapak, ngagetin saya aja? Oh Iyah bapak dari ini itu kopinya sampek udah dingin Lo pak,lagian kan ini udah lew—"

"Apa kau bodoh Gerani?"

"Maksudnya?"

"KAU BARU SAJA MENINGGALKAN  OPERASI!" Bentak Justin.

Gerani yang mendengarnya tertegun melihat nya.

"Apa sulit hanya saya suruh mengambil kopi sedekat itu? Apa kamu tidak bisa berpikir Gerani? Kamu sungguh tidak berguna disini! Apa jadinya kalau rumah sakit ini memiliki ketua seperti kamu hah?"

Kali ini gerani masih menguatkan dirinya, walaupun sebenarnya matanya tengah berkaca kaca.

"Saya kira bapak menunggu saya,tapi ben—"

"Apa kamu bisa sekali saja mengaku kesalahan mu? Tanpa harus banya alasan menyangkalnya, hanya karena kaki mu terkilir kamu selemah ini? Apa kamu tidak memiliki kekuatan menahannya? Bisanya hanya terus terusan merengek saja"

"Cukup pak,terserah bapak lagian saya selalu salah Dimata bapak"

"Oh sekarang kamu sadar?"

"Asal bapak tau yah bapak itu lebih labil dari pada anak SMP yang mengalami masa transisi nya"

"Kamu berani mengatai saya?"

"Saya tidak peduli! Bagaimana pun saya memiliki hak dirumah sakit ini, lagian kenapa bapak harus menyuruh saya yang sedang sakit? Apa gunanya OB diperkerjakan? Dan bapak jugak harus ingat apa tugas saya. Permisi bapak Justin yang terhormat" setelah selesai mengeluarkan seluruh unek-uneknya Gerani meninggalkan ruangan Justin

                            ****