Pagi itu hari dimana tahun ajaran baru dimulai, dengan perlahan seorang gadis yang terbaring di ranjang minimalis itu membuka matanya.
Gadis itu mengusap matanya sembari menguap selayaknya seseorang yang terbangun dari tidurnya.
Dengan ekspresi bingung matanya mulai meneliti setiap sudut ruangan, hingga menelengkan kepalanya.
Dia mengerjapkan matanya beberapa kali, mengangguk pelan dan mulai tidur lagi. Namun, tiba-tiba dirinya membelalakkan matanya. Menatap langit-langit ruangan yang dihiasi beberapa rasi bintang.
"MAMAAA!" Teriaknya sangat kencang.
Dengan cepat seorang wanita paruh baya membuka ruangan tersebut, "ASTAGAA! Perawan jam segini baru bangun, dibangunin dari tadi malah teriak-teriak! Bangun sekarang!" Omelnya, menyibak selimut yang menutupi tubuh gadis itu.
Gadis yang masih terbaring linglung tersebut hanya menatap bingung wanita paruh baya di depannya.
"MAAA INI DIMANA?" Tanya gadis itu dengan nada tinggi. Sontak wanita paruh baya yang merupakan ibunya itu memukul mulut gadis itu. "Aw,"
"Anak ini, pagi-pagi udah ribut. Mandi sekarang mandi!" Wanita itu menyibakkan selimut sekali lagi dan mulai melipatnya.
"Iih Ma, ini dimana? Kamar siapa ini kok kita di sini? Ma serius ini dimana? Astagfirullah Ma tadi malam Era kan di kamar kok tiba-tiba di sini?" Cerocos gadis itu, bingung dengan keadaannya sekarang bahkan baju yang semalam dia pakai pun tidak berubah tetapi kenapa kamarnya berubah. Apa dia mengalami tidur sambil berjalan?
Sang ibu hanya menggelengkan kepalanya, entah apa itu ekspresinya menunjukan kalimat 'ada-ada aja'.
"Ya di rumah kamu lah, dimana lagi." Katanya nya tenang, lantas berjalan keluar ruangan setelah merapikan selimut tadi, "Mandi buruan, hari pertama sekolah kan." Katanya lalu menghilang dibalik pintu.
"Rumah? APAA!"
Aera Cheilina, seorang gadis yang baru saja mendapati dirinya dalam rumah orang asing, dan lebih anehnya ini adalah rumahnya.
Sebelum hari ini dia adalah gadis biasa saja yang tinggal di perumahan bersubsidi bersama keluarga kecilnya. Tapi ketika membuka mata, dia mendapati dirinya dalam rumah mewah yang bahkan hanya bisa dibayangkan saja. Bak putri Sofia yang menjadi putri dalam satu malam.
Berulang kali dia memukul sampai mencubil tangannya, barang kali dia sedang bermimpi nyatanya hanya meninggalkan bekas merah-merah. Seakan dirinya habis dianiyaya.
"Wahh, ini gila!"
•••
"Maa seragam Era mana?" Aera keluar dari kamarnya, kedua kalinya. Setelah dia kebingungan mencari kamar mandi yang ternyata sudah tersedia di kamarnya sendiri.
Bahkan kini dia bingung harus mencari ibunya dimana. Rumah ini begitu luas banyak sekali pintu saat dia keluar dari kamarnya. Apa-apaan ini, apa sungguh ini rumahnya?
"Kan digantung sendiri di kamar, gara-gara kamu ga sabar mau masuk sekolah." Kata ibunya, entah dari mana suaranya. Aera rasa itu dari bawah.
Karena dirinya hanya memakai handuk buru-buru dia kembali ke kamarnya.
Digantung?
Sejak kapan Aera menggantung seragam sekolahnya. Dengan cermat dia meneliti ruangan yang tiba-tiba menjadi kamarnya itu, mau dilihat seperti apapun tidak ada yang digantung seperti seragam.
Dengan cepat dia keluar kamar lagi, "Maa gak ada bajunya, dimana?"
"Kalau nyari pake mulut ya mana ketemu." Kata sang ibu.
"Iih Mama, udah orang ngga ada baju Era." Rengek Aera.
"Kalau Mama temuin gimana?" Tantang sang ibu.
"Coba aja, orang ngga ada kok," balasnya kesal.
Wanita itu masuk kamar Aera dan dengan sekejab menemukan baju seragam Aera. Benar baju seragam yang sama sekali tidak dikenali Aera berada tepat di ujung ruangan, yang dipakaikan kepada patung.
Sungguh, benar baju itu dipajang. Sebelumnya Aera kira itu adalah boneka pajangan atau boneka cosplay anime milik si pemilik kamar.
"Ini baju seragam apa? Sekolah Era ga pake ini Ma. Masa pake ginian dikira mau cosplay kali." Kata gadis itu tidak percaya.
Bagaimana tidak, seragam SMA yang seharusnya putih abu-abu ini seragam dengan rok hitam pendek dengan rompi dan dasi seperti seragam TK.
Wanita paruh baya itu mengernyit bingung. "Kamu kenapa dari tadi kok aneh? Pertama nanyain rumah ini sekarang baju sekolah yang kamu siapin sendiri, Ra, Era sakit? Kalau sakit ngga usah sekolah dulu, ayo Mama anter ke klinik, apa mau langsung ke psikolog kayaknya ada yang ngga beres." Kata sang ibu khawatir.
Tanpa sadar gadis itu membuka mulutnya, tidak percaya apa yang baru saja dia dengar. Jangan-jangan ibunya berpikir dirinya mulai gila. Tapi sungguh ada yang aneh disini yang jelas bukan dirinya.
"Ha?" Kata Aera hilang kata-kata.
Wanita itu mulai panik, khawatir putrinya benar-benar mengalami masalah psikologis. Dia bergegas keluar dan memanggil suaminya, "Pa, PAPA. Ra kalau pusing tidur aja dulu, Mama panggil Papa mu dulu. PA."
Gadis dengan rambut yang masih basah itu membaringkan tubuhnya di atas ranjang.
"Wah, ini gila! Apa-apaan semua ini? Gue yakin ini cuma mimpi. Iya kan?" Katanya sembari memukul pipinya, "Iya kan! Kalau bukan, buat ini mimpi saja tolong! ARRRGGHHH" Lanjutnya sedikit frustasi.
Pas sekali Aera teriak saat ayah ibunya masuk, ibunya bergegas mendekati putri bungsunya itu. Dengan ekspresi panik menatap Aera yang memukul pipinya. "RA! Ra kenapa? Pa!" Kata sang ibu mulai meneteskan air mata.
"Aera sayang, kamu ga papa kan?" Tambah sang Ayah lembut.
"Ma, Pa ini di dalam mimpi kan, iya kan. Rumah ini juga cuma mimpi kan iya kan Pa, Ma." Katanya masih bingung dengan keadaan.
"Pa, Aera kenapa Pa? Ayo ke psikolog aja Pa." Rengek sang ibu sambil menangis prihatin melihat Aera.
Aera terdiam, dengan tiba-tiba Aera berlari ke kamar mandi dan menutup pintunya.
Dia langsung berlari ke arah cermin di sana menatap dirinya seperti orang bodoh.
"Ini bukan mimpi, lalu apa? Kenapa tiba-tiba gue disini. Tenanglah Aera." Katanya mulai menarik nafas.
"Huftt.... Kalau Lo tenang Lo bisa mikir, ayo tenang!" Tetap saja walaupun dirinya berkata bergitu jantungnya masih berdegup kencang.
Untuk beberapa lama hanya terdengar suara nafas Aera di dalam kamar mandi, dirinya berusaha menenangkan pikirannya.
"Huffttt... Kalau ini bukan mimpi ayo cari tau apa ini!" Gadis itu sudah mulai tenang, dan memutuskan keluar kamar mandi.
Kedua orang tuanya masih menunggu di sana dengan khawatir, "Ayo Ra ke rumah sakit aja." Ajak sang ibu khawatir.
Aera mencoba tersenyum, "Era ngga papa, Papa sama Mama keluar dulu. Era mau ganti baju, bentar lagi telat." Gadis itu berusaha mengusir kedua orang tuanya dari kamarnya. Dia mencoba memikirkan ulang apa yang terjadi.
"Kamu beneran ngga papa?" Tanya pria dewasa di sana.
"Ngga papa Pa, tadi Era terlalu semangat mau ke sekolah." Balas gadis itu.
Akhirnya dengan beberapa argumen kecil Aera dapat meyakinkan bahwa dirinya tidak apa-apa pada orang tuanya. Untung saja dengan cepat dia bisa berpikir kalau tidak, mungkin dia akan berakhir di Rumah Sakit Jiwa.
Sekarang yang perlu dia lakukan ke sekolah dahulu, kita lihat sekolah macam apa yang mengharuskan muridnya menggunakan seragam TK.