Part 4 (Sikap yang Berubah)

Valen mungkin dapat bernapas lega, selama seminggu ini Angga tidak pernah berbuat kasar ataupun berkata ketus, hanya saja suaminya itu masih bertahan dengan sikap kaku dan wajah datarnya.

Angga hanya berbicara seperlunya, setiap malam Valen akan melayani Angga yang menuntut meminta haknya sejak malam itu. Suaminya hanya berasalan agar dirinya cepat hamil dan segera memberikan orang tua Angga seorang cucu.

Valen merasa terluka namun tidak dapat menolak. Angga adalah suaminya, dan berhak melakukan apapun atas dirinya.

Hari ini Valen harus berbelanja bulanan, sambil mendorong troli dan mengambil beberapa barang yang diperlukan. Tidak terlalu fokus melihat ke depan, tanpa bisa menjaga keseimbangan tubuhnya, tubuh Valen terhuyung ke belakang.

Tubuh Valen menegang saat mencium aroma yang menyeruak masuk hingga ke dalam hidungnya. Lengan kekar itu memeluk erat bahu dan pinggang Valen hingga akhirnya mereka saling menatap.

Valen terdiam sesaat sebelum bergegas berdiri dan merapikan pakaiannya yang sebenarnya tidak kusut. Pria di hadapan Valen menunduk dengan raut wajah menyesal.

"Maaf saya tidak sengaja," ucap pria itu tulus.

Valen berdehem sesaat sebelum menyahut lembut. "Tidak apa-apa, lain kali lebih hati-hati saja."

Pria itu mendongakkan wajahnya lalu tersenyum. "Terima kasih," balasnya dengan senyuman menawan menghiasi wajah tampannya.

Valen mengangguk, ketika Valen hendak kembali mendorong troli, pria itu lebih dulu menahan lengan Valen. Kening Valen mengerut lalu menatap seakan bertanya ada apa?

Pria itu menggaruk tengkuknya, lalu mengulurkan tangannya tepat di hadapan Valen yang kembali merasa bingung.

Valen terdiam hanya menatap tangan pria itu dengan wajah polos. "Kenapa?" Pria itu tidak dapat menahan diri untuk tidak tertawa. "Perkenalkan, namaku Justin."

Akhirnya Valen tersenyum sebelum menyambut jabatan tangan pria bernama Justin itu lalu membalasnya, "Namaku Valen." Cukup lama Justin menjabat tangan Valen tanpa berniat melepaskannya, Valen mula merasa risih langsung menarik tangannya pelan.

"Maaf," sesal Justin sambil menatap lekat wajah Valen yang langsung memasang senyum canggungnya.

"Kalau begitu aku duluan," pamit Valen sambil kembali mendorong trolinya.

Justin memandang punggung Valen yang semakin menjauh. Ada perasaan aneh yang menjalar di dalam tubuhnya, seketika senyuman tercetak di wajah Justin sebelum kembali melangkah membelakangi Valen yang kini sedang menatap punggung Justin yang semakin mengecil di pandang mata.

***

Angga terduduk lesu di atas kursi kerjanya, setumpuk berkas masih tergeletak pada tempatnya. Rasa bimbang kini mulai hinggap di hati kecilnya, apa rencana ini harus terus dijalankan atau malah sebaliknya, disudahi saja.

Balas dendam sepertinya tidak ada guna, Katy tidak akan hidup dan bisa kembali ke sisinya.

Jemari Angga tidak berhenti memijat pelipisnya yang terus berdenyut sedari semalam. Tidurnya pun tidak bisa nyenyak akhir-akhir ini, bahkan Angga menyadari sikapnya yang mulai membaik terhadap Valen. Tidak ada kata kasar dan perlakuan keji yang biasa ia lakukan terhadap istrinya itu.

Mengingat Valen, istrinya itu membuat tubuh Angga bereaksi, Angga ingin terus menyentuh tubuh Valen setelah malam panjang di antara keduanya. Angga tidak bisa berhenti untuk tidak mencicipi tubuh Valen yang selalu membekas diingatannya setiap saat.

Sedikit hatinya merasa sedih, alasan yang selalu ia gunakan untuk meniduri istrinya, hanya untuk memberikan orang tuanya seorang cucu, hanya alasan itu yang bisa Angga gunakan.

Angga bergegas meninggalkan kantor, mungkin dengan melihat wajah Valen dapat membuat sedikit hatinya merasa tenang.

Ketika bell berbunyi, Valen bergegas menuju pintu utama. Membuka pintu, lalu melihat Angga berdiri di sana dengan wajah kusut.

Dengan gesit Valen mengambil ahli tas kerja milik Angga dan jas kerja milik suaminya itu.

"Tumben cepat pulangnya kak?" tanya Valen dengan dahi berkerut.

Sebelah alis Angga terangkat. "Emang kenapa? Kau tidak suka?" balik tanya Angga yang terlihat kesal.

Valen menggeleng. "Bukan itu maksudku kak," sesalnya. Angga menarik napas lelah lalu mengangguk. "Aku tidak akan memukulmu, jadi berhentilah menatapku seperti itu," ucap Angga saat melihat ekspresi panik Valen menatapnya.

Valen dapat menarik napas lega, dan hal itu tidak lepas dari perhatian Angga yang langsung menarik tangan Valen mengikuti langkahnya.

"Mau ke mana kak?" tanyanya panik.

Seketika Angga menghentikan langkahnya lalu berbalik menatap Valen. "Aku lapar," beritahunya.

Valen mengangguk paham, lalu berbalik menarik tangan Angga untuk mengikuti langkahnya.

"Tunggu sebentar ya kak," beritahunya setelah Valen berlari ke arah kamar mereka.

Angga setia menunggu di kursi meja makan, dan tidak lama kemudian Valen datang. "Kakak bisa menungguku sepuluh menit?" tanyanya sesopan mungkin.

"Tentu," jawab Angga sekenanya. Valen langsung tersenyum dan segera menuju dapur.

Tidak butuh waktu lama hingga Valen membawa masakannya untuk dihidang di atas meja makan. Angga hanya memilih diam saat Valen dengan cekatan menaruh hasil masakannya.

Menaruh nasi dan lauk pauk di atas piringnya.

"Kak dimakan," ucap Valen dengan manis.

Angga mengangguk sebelum menyendokkan sesuap nasi ke dalam mulutnya. "Kau tidak makan?" tanya Angga saat Valen tidak kunjung menyendokkan sesuatu ke atas piringnya.

Valen tergagap sebelum memutar piringannya. "Kita boleh makan bareng kak?"

Sebelah alis Angga terangkat. "Emangnya kenapa?" Valen tersenyum tipis. "Dari awal menikah kakak kan sudah bilang kita tidak boleh makan di satu meja yang sama, kecuali sedang di luar dengan kondisi terpaksa," tutur Valen yang diakhiri dengan tersenyum hambar.

Kening Angga mengerut lalu menatap dalam manik mata Valen yang terlihat sedih. "Mulai sekarang kau boleh makan satu meja denganku," ucap Angga tegas.

Valen tersenyum senang. Gerakan tangan Valen yang gesit tidak lepas dari perhatian Angga. Bagaimana lihainya tangan Valen bergerak kesana-kemari. Wanita yang cekatan, batinnya.

"Apa kau merindukan mama? Kita bisa berkunjung akhir pekan ini," tawar Angga setelah meminum air putih miliknya.

Kedua mata Valen berbinar. "Benarkah? Apa kakak tidak sibuk?"

Angga menggeleng. "Tidak." Valen mengangguk. "Apa masakanku enak kak?"

Angga hanya mengangguk, Valen tersenyum tipis, setidaknya Angga tidak mengacuhkan dirinya atau bahkan berbuat kasar.

"Besok, ayo kita beli pakaian baru untukmu," ajak Angga hingga membuat Valen tersedak lalu meminum air putihnya.

Valen mengerutkan keningnya, kali ini sikap Angga membuat dirinya tidak tenang, akankah hati Angga mulai melunak dan menerimanya.

"Kakak seriusan?" tanya Valen takut-takut.

"Apa aku terlihat sedang bercanda?" serang Angga balik. Valen menggeleng. "Aku hanya bertanya kak."

Seulas senyuman tercetak di wajah Valen, setidaknya ini awal mula yang baik, semoga saja Angga dapat berubah dan kembali hangat seperti awal pertama kali mereka bertemu, sebelum hari pernikahan di mulai dan semuanya menjadi sangat mengerikan. Valen merindukan Angga yang hangat, pria yang ia cintai.

Pria yang seakan memujanya, pada saat itu. Tidak seperti Angga yang selalu bersikap kasar setelah menikah.

Valen yakin, suaminya itu pasti memiliki sisi yang baik, suaminya pasti kembali seperti dulu, tidak secara langsung namun butuh waktu untuk mengembalikan sikap hangat Angga tentunya.

Valen akan berusaha lebih keras agar Angga kembali melihatnya seperti dulu, saat pertama kali mereka bertemu.

Bersambung...