Part 13 (Justin yang perhatian)

Justin dengan lima puluh pengawalnya kembali ke kediamannya. Di sisi Justin, Devon, tangan kanan Justin sibuk menginstruksikan pria-pria berjas hitam yang berdiri rapi untuk menjalankan tugas mereka saat ini.

Justin membuka suara. “Aku tidak mau satu pun tikus liar bisa menginjak kediamanku, apa kalian mengerti?”

Pria-pria berotot dengan setelan berjas itu kompak mengangguk, tanda mengerti. Setelah itu Justin sedikit berbicara dengan Devon, sebelum memasuki rumahnya.

Setibanya di rumah Justin sudah di sambut dengan beberapa maid berbaris rapi menyambut. Tentunya kepala pelayan di rumah Justin turut serta menyambutnya.

Justin berdiri tepat di sisi Kepala Pelayan di kediamannya. “Aku tidak mau ada satu kesalahan pun, periksa semua para pekerja dengan baik. Hentikan penerimaan orang baru untuk saat ini, apa kau mengerti Robert?”

Kepala pelayan bernama ribet itu mengangguk. “Saya mengerti tuan.”

Tanpa menunggu lama, Justin bergegas pergi ke arah ruang tamu. Di sana Laura sedang asik berbincang dengan Valen yang terlihat murung.

Justin melepas jasnya, lalu menyampaikannya di lengan. “Aku pulang,” ucap Justin untuk pertama kalinya.

Sontak kedua wanita yang sedang asik berbincang itu menoleh dengan raut wajah sedikit terkejut.

“Kau sudah pulang Justin?” ucap Laura yang sebenarnya tidak perlu di jawab lagi.

Justin menaikkan sebelah alisnya. “Seperti yang kau lihat.”

Justin duduk tepat di sebelah Valen lalu tersenyum dengan lebar. “Apa kamu sudah makan?” tanya Justin seramah mungkin.

Laura memutar bola matanya dengan malas. “Ini masih sore Justin, belum waktunya makan malam,” cetus Laura dengan nada kesalnya.

Justin berdecak kesal. “Aku tidak bertanya padamu Laura,” balas Justin tidak kalah kesal.

Justin kembali menatap ke arah Valen. “Kamu terlihat pucat, aku akan menyuruh pelayan membuatkanmu teh hangat,” ucap Justin dengan segala perhatiannya.

Valen dengan cepat menyentuh tangan Justin saat pria itu hendak membuka mulut. “Tidak perlu, aku baru saja minum teh,” tolaknya.

Justin dengan berani menyentuh rambut Valen yang sedikit berantakan. “Tidak usah khawatir, aku akan menjagamu,” beritahu Justin dengan penuh keyakinan.

Valen tersenyum tipis. “Maaf merepotkanmu,” ucap Valen tidak enak hati.

“Aku ke atas sebentar,” ucap Laura dengan posisinya yang sudah berdiri.

Valen hendak berdiri namun dengan cepat Laura bersuara. “Temani kakakku sebentar Valen, aku hanya sebentar.”

Tidak berkata lebih banyak, Laura bergegas melangkahkan kakinya menuju tangga.

Seketika suasana menjadi sunyi. Justin yang tahu suasana di antara keduanya menjadi canggung akhirnya memilih bersuara.

“Aku akan ke kamar saja. Tunggulah Laura di sini, jangan ke mana-mana,” ucap Justin, namun saat pria itu hendak berdiri dengan cepat jemari Valen menahan tangan Justin hingga menghentikan tindakan Justin untuk berdiri.

“Kenapa?” tanya Justin kebingungan. Valen yang merasa malu dengan cepat menarik tangannya.

Justin yang tidak menerima jawaban dari Valen akhirnya memilih menyenderkan kepalanya ke badan sofa.

“Aku akan menemanimu di sini,” ucap Justin sambil memejamkan mata.

Setelah sepuluh menit berlalu Laura belum juga menunjukkan batang hidungnya. Justin membuka matanya lalu melirik ke arah Valen yang asik memilin ujung bajunya.

“Seperti Laura tidak akan datang,” beritahu Justin yang sudah mengetahui isi kepala adik perempuannya itu.

Valen mengangguk. “Sepertinya begitu.”

Justin berdiri dari duduknya. “Aku akan mengantarmu ke kamar,” ucap Justin sambil mengulurkan tangannya.

Valen menyambut uluran tangan Justin sambil memegangi perutnya. “Terima kasih.”

Justin tersenyum. “Untukmu apa yang tidak,” balas Justin dengan semangat.

Valen tersenyum canggung. Justin tidak peduli, bukannya hubungan Valen dengan suaminya tidak baik-baik saja. Suami Valen bahkan tidak bisa menjaga istrinya, sedangkan Justin dengan senang hati akan melindungi Valen dengan segenap jiwanya.

Justin memilih berjalan di belakang Valen, memperhatikan tubuh kurus milik Valen yang terlihat sangat kecil di matanya.

Valen yang merasa terus di perhatikan merasa risih, punggungnya terasa sangat panas. Valen menghentikan langkahnya hingga membuat Justin berhenti.

“Ada apa?” tanya Justin saat Valen tidak kunjung melangkahkan kakinya.

Valen membalikkan badannya. “Apa kita bisa melihat taman bunga milikmu?” tanya Valen saat mengingat Laura yang selalu memuji taman bunga milik Justin.

Kening Justin mengerut. “Laura yang memberitahu?”

Valen terlihat gelapan. “Tidak-tidak, maaf kalau aku lancang,” ucap Valen panik.

Justin tertawa pelan. “It’s okay. Aku hanya bertanya. Kalau kamu ingin melihatnya, ayo!”

Justin mengulurkan tangannya, lalu menaikkan kedua alisnya sambil memainkan kedua bola maka miliknya seakan menyuruh Valen menyambut uluran tangan darinya.

Valen menggelengkan kepalanya. “Aku bisa sendiri,” tolak Valen secara halus.

Helaan napas Justin membuat Valen tidak enak hati. “Baiklah, ayo!” ajak Justin yang saat ini memilih melangkah beriringan.

Setibanya di taman bunga milik Justin, kedua mata Valen tidak bisa diam. Valen sangat menyukai bunga. Saat ini bunga-bunga sedang bermekaran, membuat suasana hati Valen menjadi lebih baik.

Tentu saja hal itu tidak lepas dari pantauan Justin yang ikut tersenyum senang bisa membuat Valen tersenyum dengan cara semudah ini.

Dalam batin Justin tidak sia-sia baginya selama ini merawat tanam bunga miliknya jadi seindah ini.

***

“Apa makanan enak?” tanya Justin saat Valen menyantap makannya.

Valen dengan cepat mengangguk. “Makanannya sangat enak,” ucap Valen sambil mengacungkan jempol.

Justin tersenyum senang. “Habis ini jangan lupa minum susu,” ucap Justin dengan segala perhatiannya.

Laura yang melihat sikap Justin yang sangat manis, turut senang namun merasa sedih bersamaan. Mungkinkah Valen dan kakaknya bisa bersama.

Bisa saja perasaan yang Justin miliki untuk sahabat itu hanya membuat kakaknya terluka suatu saat nanti.

Setelah selesai menyantap makanan, Justin dengan cekatan membuka buah apel lalu menyodorkan ke arah Valen.

“Ambilah,” ucap Justin saat Valen tidak kunjung mengambil buah di tangannya.

Valen tersenyum kikuk lalu menatap ke arah Laura yang juga ikut tersenyum, seakan menyuruh Valen untuk menerimanya.

“Terima kasih,” ucap Valen sebelum menggigit buah apel pemberian Justin.

Justin tersenyum lebar, seakan dirinya mendapat kado yang sangat besar, hal kecil yang bisa membuat pria seperti Justin yang selalu bersikap dingin terhadap wanita menjadi begitu lembut.

“Bagaimana nanti pagi kita keliling taman, Valen?” ajak Justin. Valen tersedak saking terkejutnya dengan ajakan kakak dari sahabatnya itu.

Sesegera Justin menyodorkan air putih ke hadapan Valen yang dengan cepat menerimanya. “Terima kasih,” ucap Valen untuk kedua kalinya,

dan Justin kembali tersenyum.

“Bagaimana?” tanya Justin lagi.

Laura bersuara, “Untuk apa pagi-pagi keliling taman, Justin?”

Kening Justin mengerut. “Bukannya jalan pagi sangat baik untuk ibu hamil?” tanyanya balik.

Laura terkekeh pelan. “Kau tahu dari mana?” tanya Laura dengan sebelah alis terangkat.

“Yah! Aku melihatnya di Google, apa kau pikir aku mengada-ada!” balas Justin dengan kesal.

Laura tersenyum tipis. “Kau perhatian sekali Justin, aku jadi terharu,” ucap Laura tulus.

Justin dengan bangga membusungkan dadanya. “Tentu, demi Valen apa yang enggak.”

Valen tersenyum kikuk, tentu saja dirinya merasa tidak nyaman. Justin secara terang-terangan menunjukkan rasa sukanya, sedangkan Valen sudah memiliki seorang suami, rasanya seperti ada yang salah.

Namun di sisi lain Valen juga merasa senang mendapat perhatian lebih, setidaknya dirinya merasa masih ada yang peduli terhadap dirinya dan bayi yang ia kandung.

“Maafkan aku jadi merepotkan kalian,” ucap Valen sambil memilin bajunya.

Seketika mimik wajah Justin berubah drastis. “Tidak apa-apa, aku tidak keberatan kamu tetap berada di sini,” ucap Justin sambil menepuk pelan bahu Valen yang terlihat sangat kecil di mata Justin.

“Aku akan menjagamu,” ucap Justin penuh tekat.

Bersambung...