Part 12 (Murka)

Angga tidak berhenti membanting barang di sekitarnya, vas bunga kesayangan pria itu pun ikut menjadi korban.

Kedua mata Angga memerah menahan amarah yang nyaris meledak. Valen seperti bukan istrinya dulu yang selalu menurut, wanita itu sudah banyak berubah.

“Arghhh!!!!” teriak Angga.

Tubuh Valen bergetar melihat aksi suaminya yang menakutkan. Angga berbalik lalu menatap nyalang ke arah Valen.

“Ini yang kau mau?” bentak Angga sambil membanting mainan keramik di tangannya.

Valen terisak, saking takutnya tubuh Valen merosot ke lantai. Angga terlihat begitu menakutkan.

Angga mengusap wajahnya, amarah di dalam dirinya seakan tidak bisa surut di makan waktu. Sikap istrinya ini membuat dirinya menjadi lebih kejam.

Angga mendekat, menunduk tepat di hadapan Valen yang lebih memilih menundukkan kepalanya.

“Tatap aku!” perintah Angga penuh penekanan di setiap katanya.

Valen meremas tangannya sambil mendongakkan wajahnya. “Kau ingin aku seperti ini, bukan?” ucap Angga dingin.

Valen tidak kunjung menjawab, Angga yang merasa kesal meremas kuat-kuat bahu istrinya itu. “Jawab!” bentak Angga untuk kesekian kalinya.

Valen mendorong tubuh Angga, namun kedua tangan Angga malah semakin menekan bahu Valen hingga wanita itu menangis semakin kuat.

“Apa salahku?” ucap Valen pada akhirnya.

“Salahmu, kau berani-beraninya menantangku!” ketus Angga. Setelah itu Angga mendorong bahu Valen lalu berdiri tepat di hadapan istrinya yang semakin terisak.

Valen tidak berniat membalas. Suaminya itu hanya akan semakin menggila dengan perlawanannya.

“Kenapa diam?” tanya Angga kesal. Pria itu mencoba mengatur napasnya yang sesak.

“Haha, apa kau menyesal?” tanya Angga lagi, namun Valen tidak berniat untuk menjawab suaminya itu.

Merasa tidak tahan akhirnya Angga kembali menekuk kakinya lalu menarik kasar rambut Valen ke belakang. Wajah sembab Valen mendongak tepat ke arah wajah Angga.

“Jawab!”

Valen meringis merasakan sakit dengan tarikan Angga pada rambutnya. “Cepat jawab!”

Valen memejamkan matanya. Kenapa rasa sakit ini tidak pernah berhenti Valen rasakan. Valen lelah dan rasanya ingin beristirahat.

Tamparan cukup kuat Valen dapatkan, seketika mata Valen terbuka lebar-lebar.

“Tampar aja lagi kak,” ucap Valen sambil tersenyum. Membiarkan rasa panas pada pipinya yang memerah.

“Kau?!” tunjuk Angga dengan jari telunjuknya.

Sekali lagi Angga melayangkan tangannya di atas pipi mulus milik Valen. Valen tidak berteriak, hanya air mata yang mengalir dari sudut matanya.

“Masih berani melawan?” tanya Angga dengan napas memburu.

Valen menggeleng pelan. “Aku minta maaf,” ucap Valen lemah.

Angga melepaskan tangannya, lalu menarik Valen ke dalam pelukannya. “Jangan menantangku lagi atau ini yang akan kau dapatkan,” bisik Angga sambil mengusap puncak kepala istrinya itu.

***

“Apa kau baik-baik saja Valen?” Kedua bola mata Laura mengamati beberapa bagian biru di wajah sahabatnya itu.

“Aku lelah,” jawab Valen akhirnya.

Jemari Laura mengusap pelan punggung Valen yang bergetar. “Suamimu kembali menyakitimu?”

Kepala Valen tertunduk, isakan itu mulai terdengar, bahu Valen bergetar hebat. Laura yang panik dengan sigap menarik Valen ke dalam pelukannya dan tidak lupa mengusap pundak sahabatnya itu dengan kehangatan.

“Tenanglah, aku ada di sini Valen.” Jemari Laura tidak berhenti bergerak di atas punggung Valen yang masih bergetar.

Cukup lama Valen terisak hingga akhirnya Valen bisa sedikit menetralkan tangisannya setelah meminum lemon hangat yang sudah menjadi menu favorit bagi Valen saat ini.

Laura mengusap pelan pipi Valen yang sedikit membiru. Laura tidak bisa menyembunyikan rasa marahnya saat Valen meringis pelan.

“Bajingan sialan!” maki Laura dengan mata menggelap.

Laura mengguncang pelan bahu Valen untuk menatap ke arahnya. “Katakan padaku, apa yang di lakukan di brengsek itu padamu?”

Kedua mata Valen kembali berkabut. Laura dengan panik kembali berkata. “Jangan menangis, air matamu sangat mahal. Tidak pantas menangisi pria bajingan seperti dia.”

Dengan gerakan perlahan Laura mengusap puncak kepala Valen, lalu tersenyum lembut. “Kau memiliki aku Valen, katakanlah dengan jujur.”

Pada akhirnya Valen membuka semua kelakuan keji suaminya itu, bukan ingin membuka aib rumah tangga, namun batas kesabaran Valen sudah berada di ujung kerapuhan, atau dirinya sendiri yang akan jatuh gila.

“Aku akan katakan semua ini dengan Justin, Valen. Sebaliknya kau menginap saja di sini, jangan pulang ke rumahmu.”

Valen menggeleng keras. “Kenapa kau harus memberitahu kakakmu. Ini urusan rumah tanggaku, tidak ada hubungannya dengan kakakmu Laura.”

Laura kembali menekan bahu Valen. “Justin bisa membereskan masalahmu dengan Angga.”

Valen menggeleng ketakutan. “Aku tidak ingin suamiku terluka Laura,” ucap Valen sedih.

Laura menekan keningnya yang berdenyut. “Kenapa kau begitu bodoh Valen?” ucap Laura tanpa bermaksud menyakiti perasaan sahabatnya itu.

Valen tersenyum sendu. “Mengertilah Laura, aku mencintainya.”

“Lalu apa balasan yang suamimu lakukan terhadap cintamu?” hardik Laura dengan nada kesal.

Laura mengguncang pelan bahu Valen untuk menyadarkan sahabatnya ini. “Dia hanya akan kembali menyakitimu, lalu bagaimana dengan bayimu?”

Tatapan Valen berubah sayu. “Aku tidak mungkin menginap di sini Laura. Suamiku pasti akan sangat marah dan mungkin kita tidak bisa lagi bertemu lagi.”

Mendengar ucapan Valen, tubuh Laura mendadak kaku. “Kita tidak bisa bertemu lagi. Sehebat apa Angga? Aku memiliki Justin, Angga bisa apa?”

Valen menggenggam jemari Laura. “Aku tidak ingin kalian ikut terluka.”

Laura menggeleng. “Apa kau kurang mengenal latar belakang keluargaku Valen? Angga bukan apa-apa bagiku,” tekan Laura.

“Tetaplah di sini. Selama aku masih hidup, bajingan itu gak akan pernah bisa menginjakkan kakinya di rumahku,” ucap Laura dengan mata memerah.

***

Tepat jam 10 malam. Angga memasuki rumahnya yang gelap. Tidak ada Valen yang biasanya akan selalu membukakan pintunya untuknya.

Angga kembali melanjutkan langkahnya menuju kamar yang sama gelapnya. Seketika jantung Angga berdetak lebih cepat. Ketika lampu menyala, Angga berlari menuju walk in closet, pakaian istrinya itu masih tertata dengan rapi.

Satu pertanyaan yang terlintas di benaknya, di mana keberadaan istrinya itu saat ini. Angga mencari ke seluruh penjuru rumah dan hasilnya nihil, istrinya tidak di temukan di mana pun.

Angga mulai panik saat mengetik nama istrinya di kontak dalam ponselnya. Sekali, dua kali, hingga beberapa kali tidak ada sahutan. Pada akhirnya ponsel milik istrinya itu tidak bisa di hubungi.

Saking marahnya Angga membanting ponsel di tangannya sambil meneriaki nama istrinya itu.

Angga menghantamkan tangannya ke arah kaca, di mana biasanya Valen akan berkaca. Kedua mata Angga yang memerah memandangi tangannya yang berdarah.

“Valen aku akan menghukummu!”

Gertakan gigi Angga bisa menggambar berapa marahnya dirinya saat ini. “Akan aku pastikan hidupmu tidak akan tenang, beraninya kau kabur wanita sialan!” ucap Angga setelah membanting beberapa krim milik istrinya itu.

Angga mencari ponsel yang sudah tak berbentuk. “Sialan!” pekiknya dan kembali membanting ponselnya ke dinding.

Angga meremas rambutnya dengan tangan penuh darah. “Valen sialan!”

Untuk melampiaskan emosi, Angga kembali mengacak kamar mereka.

Selimut yang sudah penuh dengan noda darah, dan vas bunga sudah tergelatak di atas lantai dengan beberapa kepingan tajam.

Dengan dada bergemuruh Angga bergerak ke arah meja kerjanya, membuka laci paling atas, lalu membuka mengambil kasar satu ponsel lagi miliknya.

Mengetik satu nama di dalam kontak lalu menghubunginya dengan penuh amarah.

“Cari istriku, aku tidak mau tahu, istriku harus di temukan malam ini!” perintah Angga tanpa menghiraukan tetesan darah yang mulai memenuhi lantai.

“...”

Angga mengeram sambil menekan pelipisnya. “Aku akan membayarmu berapa pun, asalkan istriku harus berada di rumahku malam ini juga.”

“...”

“Cepat temukan istriku. Siapapun yang menyembunyikan istriku, berikan dia pelajaran!” titah Angga sebelum mematikan sambungan teleponnya.

Angga tertawa sumbang lalu menatap lurus ke depan, jiwa jahat dalam dirinya kembali berkobar. Rasa ingin menyiksa istrinya kembali Angga rasakan.

Senyuman penuh arti Angga tampilkan, seakan tinggal menunggu waktu untuk memberikan pelajaran untuk Valen yang dengan berani membuat murka.

Bersambung...