WebNovelKEI47.37%

TAKE A REST

Aku terbangun oleh cahaya matahari yang menusuk mata, aku benar-benar masih sangat mengantuk untuk menerima cahaya matahari pagi-pagi, tunggu, What?

Aku segera membuka mata ku lebar-lebar melihat matahari sudah meninggi di langit. "Bibi!" teriak ku sambil berlarian turun kebawah.

"Kenapa kak, kok teriak-teriak?" bibi muncul dari dapur.

"Bi, kok aku gak sekolah sih bi?" tanya ku.

"Katanya mas Theo tadi pagi kakak badannya panas, jadi jangan di bangunin." jelas bibi.

Aku menggaruk kepala ku, tak tahu kenapa. Libur satu hari tak terdengar begitu baik untuk ku, bagaimana aku akan menghabiskan hari ini?

"Eh kok gak pake sendal sih turun dari tempat tidur?" bibi segera naik ke atas, mungkin mengambil sendal ku.

"Bibi, tolong sekalian ambilin bantal aku ya," pinta ku seraya duduk ke ruang tengah, semoga saja acara tv hari ini bagus.

Bibi turun membawakan sendal dan beberapa bantal, "Kakak mau makan apa? Biar bibi buatin."

"Gausah bi, nanti aku bikin sendiri." aku meyakinkan.

Bibi kembali ke dapur, melanjutkan kegiatannya yang tadi terganggu oleh ku. Ku habiskan sisa pagi ini dengan 3 potong roti, 1 batang cokelat, dan 3 gelas air bersoda. Aku tidak menyangka bisa menonton lagi ftv pagi yang dulu saat masih kecil tidak pernah terlewatkan, walaupun sekarang ceritanya agak sedikit norak.

Mamih kembali sebelum jam makan siang, membawa beberapa tas belanja.

"Bawa apa mih?" tanya ku basa-basi, lalu meneguk gelas ke empat air bersoda ku.

"Baju buat Theo, katanya dia mau banyakin kaos." Mamih meletakan tangannya di dahi ku, memeriksa suhu badan ku. "Udah gak panas kamu, sayang. Udah makan siang belom?"

"Belom," jawab ku malas, "Belom laper."

Mamih segera naik ke atas, mungkin ke kamar Theo. Aku melanjutkan kegiatan menonton ku, kali ini bibi ikutan, sudah jamnya acara gosip.

Aku mendengar suara beberapa motor, kemudian mang Jajang muncul di pintu depan. "Neng Sandra, ada temen-temennya di depan." ucapnya.

"Suruh masuk aja mang," pinta ku. Akhirnya aku tidak mati bosan dirumah ini.

Semuanya datang, kecuali Shela, dan Tyo.

"Kei," Disa berlari memeluk ku, "Kok lo gak bisa di hubungin sih?" tanyanya.

"Hape ada di atas, sorry." jelas ku. "Duduk, duduk, mau pada minum apa?"

"Air dingin boleh, es jeruk boleh, fanta boleh, coca-cola juga gapapa." ungkap Diky.

"Gila, pada ambil sendiri aja di kulkas." aku tertawa.

Diky yang pertama kali berlari mencari keberadaan kulkas yang ku maksud, mentang-mentang ga ada Mamih.

"Mau pada apa?" tanya ku pada Dini, Andien dan Jenny.

"Apa aja Kei," jawab Jenny.

Di dapur suara bisik dan beberapa kegaduhan terjadi, terlihat jelas dari raut wajah bibi kalau mereka sangat mengacau. Aku menyempil di antara mereka lalu mengambil botol infuse water ku di rak paling bawah kulkas dan kembali kedepan.

"Jadi sebenernya lo sakit apaan Kei?" Anjas memberi ku pertanyaan.

"Nahitu dia, gue juga gak tau." jawab ku.

"Lah gimana ceritanya, kan lo yang sakit." ucap Dimas, yang lain hanya tertawa.

"Sumpah deh, gue gak tau. Tadi pagi pas bangun udah jam sembilan, langsung aja gue turun ke bawah nyariin bibi, kata bibi gue panas, jadinya gak di bangunin buat sekolah." aku menceritakan.

"Kebanyakan mewek sih lo," Dimas meledek.

"Tapi emang lo kenapa sih Kei kemarin?" Diyon menginterogasi.

"Gapapa kok," jawab ku, "Cuma shock aja."

"Iya, kemarin gue juga shock Kei ngeliatnya." ungkap Anjas.

"Lo liat apa?" tanya ku, Jenny dan Dimas. Apa Anjas melihat ku bertengkar dengan Tyo di tangga?

"Wess wess wess, langsung pada kepooo. Gue liat muka seniornya, astaga, sampe istighfar gue, jelek banget." gila.

"Apaan sih Anjas kirain beneran." Jenny melempar Anjas dengan kotak tissue. Kami tertawa karena pernyataan gila dari Anjas.

Aku mendengar suara gerbang depan dibuka, pasti Theo. Benar saja, dia muncul dengan tangan penuh box pizza. Anjas dan Dimas segera membantu Theo meletakan box-box itu dimeja.

"Udah pada lama?" tanyanya pada teman-teman ku.

"Udah kak," jawab mereka beriringan.

"Hape lo jual?" kali ini pertanyaannya tertuju pada ku.

"Engga, ada di kamar!" jawab ku sewot.

"Gue telfon dari tadi," jelasnya, "Mamih mana?" tanyanya sambil menaiki tangga.

"Dikamar kali, gatau." aku tidak terlalu memperhatikan lagi.

"Mamih lo dirumah Kei?" tanya Jenny cukup terkejut. "Gila, kenapa gak bilang."

"Oh iya lupa." aku mesem-mesem. "Bii, tolong panggilin Mamih dong, bilang ada temen-temen aku," pinta ku pada bibi.

Bibi pun segera naik ke atas mencari Mamih, aku melihat teman-teman ku merapihkan diri, terutama anak-anak rusuh, baju mereka berantakan.

"Ehh rame ya ternyata," Mamih menyapa dari tangga, teman-teman ku segera berdiri mengantri untuk salim sama Mamih.

"Siang tante," mereka balik menyapa.

"Udah pada makan siang, kalian?"

"Belum tante," dengan sigap Bastian langsung menjawab penuh dengan semangat.

"Terus itu yang di mulut lo apaan?" tanya ku iseng.

"Sandra," Mamih menegur ku, "Makan siang disini ya? Biar tante siapin." Mamih menawarkan.

"Gausah repot-repot tante," Marsha menolak, takut merepotkan.

"Gak repot kok, tunggu ya." Mamih segera menghilang ke dapur.

"Makasih tante,"