Pesantren

Malam mulai mempertunjukkan keindahan gelap dengan kesempurnaan cahayaNya . bulan dan bintang mereka hadir begitu serentak.

Menjadi penerang bagi tiap orang yang berada dalam kegelapan . penghias mata yang menawan.

Penunjuk arah!

Bagi ku jalan-jalan malam seperti ini adalah hal yang paling ditunggu olehku, kak risky dan fairial .

Tertawa tawa gak jelas, balap lari sampai kak risky jadi wasitnya, permainan yang memakai penutup mata, juga yang gak kalah seru mainan petasan!

Kak risky lah yang paling tahu dimana ia bisa menemukan tukang petasan di bulan yang bukan bulan puasa ini, dia hobi sekali membuat aku dan fairial frustasi karna dilempari petasan. Sial, bahkan aku dan fairial sempat ngumpet gelap-gelapan karna saking takutnya.

Lucunya aku sempat merengek ketika kak risky berhasil menemukan kami. Bahkan sejam aku terus memusuhinya agar tak dilempari petasan lagi, sambil terus mendumel persis nenek kurang sirih. Dan benar, ternyata misiku untuk menghentikannya memang berhasil.

Menikmati luasnya hamparan langit bertabur bintang itu adalah favoritku sejak kecil.

Tak ada satupun penghalang mata disana itu sungguh luar biasa dan terlebih disepanjang itu ada kanal.

Kami sudah terbiasa dengan semua pemandangan ini. Kami sering bermain kesini sejak kecil.

''Kak aku heran kenapa kakak bisa lulus tes ke SMAN 5, kakak kan gak jelas dan setahuku kakak gak pinter-pinter amat. ''

Fairial geli mendengar ucapanku yang terlalu jujur. Kak risky tersenyum masam, tampaknya ia sedang menelan piso didalam

''Fi yang namanya udah jodoh mah gak bakalan ketuker, itu kan udah rejekinya kakak bisa masuk kesana."

Kak risky nyengir.

''Ikhtiar fi, sholat tahajjud minta sama Allah supaya dimudahin.''

''iya kak.''

Tiba tiba komentar nyelekit meluncur dari mulut fairial ''Heuh gimana mau solat malem yang wajib aja sering telat.''

Aku mulai berapi-api.

''Eh urusanmu apa sih aku nggak mulai loh! Sok bener banget idih. Emang kamu sendiri tepat waktu apa solatnya, subuh aja suka kesiangan, boro-boro mau solat malem!''

''Ehh itu lebih baik ya dari pada kamu jarang solat subuh! Alesannya sekolahnya telat lah, mandinya telat lah'' Cecar fairial

''Ih kak risky ngadu ya !''

Orang itu hanya melengos tembok

''Kamu juga sering bilang kamu kepengen tobat, masuk pesantren lah ngebenerin diri? tapi nyatanya sholatnya aja masih bolong-bolong. Heh anak baru kemarin sore...''

''Bodo bodo bodo gak denger, lalalala it's a beautiful feeling, what we got deep inside~ oh my love I am yours~ ''

Aku menutup rapat kedua telingaku, nyanyi-nyanyi sendiri lagu eternal love, sesuka hati mengalihkan pembicaraan.

''Tuh kan kak, begitu lagi kalo diajak ngomong, selalu ! GAK MAU KALAH !'' Ketus fairial

''And there will never be, another one coz I'm eternally yours.'' Senandungku, dengan volume dibesarkan.

Kak risky yang menjadi penengah diantara para tuyul yang perang ini lantas melengos seraya bergumam .

''Lama-lama gue nikahin juga nih anak dua.''

###

Dear biru aku memang payah ya.

Benar kata dia. Kepengen tobat tapi nyatanya masih maksiat.

Biru, aku masih belum pantaskah menjadi orang baik ? Apalagi masuk ke pesantren, eh tunggu ngomong apa aku! Seakan-akan yang ia katakan seluruhnya benar. Heh lucu anak kemarin sore katanya

Dan memang benar aku selalu kalah darinya .

Sejak kecil aku selalu dikalahkan karna kecerdasannya, bakat, keahlian dan keberuntungan?

Ini semua kadang suka membuatku kesal, padahal selama ini aku tidak pernah memulai sebuah perkara dengannya, tapi kenapa balasnya seperti ini. Ya Allah cobaan banget sih ketemu spesies humanbeing kayak dia

Lama kelamaan, aku jadi sangat ingin keluar dari semua ketertekanan ini, semua kepahitan yang hadir karna dia, terbang melayang dan mengucapkan selamat tinggal padanya.

Biar dia sadar, biar dia kesepian ...hufft. Fairial menyebalkan, aku berharap cepat-cepat keluar sekolah dan menentukan jalan hidupku tanpa dia !

###

Hari-hari berlalu cepat, sampai kalanya hari yang ditunggu tiba. Aku masih terlelap nyenyak diatas kasurku. Empuk dan nyaman.

Tak disangka-sangka suara fairial sukses merusak semua nya.

"BANGUN !'' Selimut dan guling kesayanganku lenyap dibawah tangan fairial.

Dengan rambut yang masih acak-acakan seperti anak regae. Aku terbangun. Setengah terduduk. Mirip medusa ketika melihat kaca.

Mataku langsung meledak ketika dilihatnya jam di dinding, sudah pukul 06:50. Padahal hari ini adalah

''UN !''

Hari istimewa. Hari krusial.

Pedal sepedaku dikayuh cepat melintasi ruang dan waktu, sepeda keranjang itu susul menyusul dengan sepeda lipat fairial.

"Kenapa gak pada bangunin aku sih !!'' Masih sempatnya aku mendumel

" Semua udah ! Cuman kamunya yang keterlaluan !''

" Kamu juga bukannya dari jam setengah tujuh gitu nyampernya !''

" Aku bangunin kamu dari jam setengah tujuh !''

Semprotnya langsung membuatku diam

Sampai tibanya didepan sekolah. Pintu gerbangnya sudah ditutup. Aku mulai ketakutan. Apa usahaku belajar sia-sia.

Aku mulai berfikir kemana-mana. Fairial tiba tiba memanjat pintu pagar seenaknya. Dan masuk ke area sekolah dengan mudahnya. Aku menganga

Haruskah aku mengikuti jejak langkahnya memanjat pagar. Sepertinya tidak dengan rok panjang ini.

Ia langsung mengambil kunci gembok yang ada ditempat satpam dan membukakan pintunya untukku, sebelumnya ia bahkan sempat memperlakukanku seperti tuan putri ketika pintu itu dibuka.

Aku kesal dengannya. Lantas aku injak saja kakinya. Dan kami berdua pun ribut lagi. Haha bercanda rial

Ternyata yang terlambat hari itu banyak, kami semua sangat berterimakasih pada fairial.

Sesampainya kami dikelas. Kami pun mengawali ujian nasional hari itu dengan doa. Tak ada yang lebih kami harapkan saat itu selain berhasil dan lulus.

###

Ketegangan menyelimuti para siswa kelas 3-A, keringat dan peluh sudah menjadi hal yang tak asing lagi bersinggah di dahi.

Mereka sibuk mengoret-oret lembar jawaban sesempurna mungkin, dan kelas pun sepi dengan terbungkamnya mulut-mulut yang biasa berceloteh itu.

Termasuk aku dan....

Fairial ?

Lelaki itu terlihat serius mengerjakannya, tegangnya sih biasa, nggak selebay dan sealay diriku yang sampai cucuran keringatnya bisa diperas satu ember.

Sang juara kelas tiap tahun, siapa lagi.

Seminggu sudah berlalu.

Hari itu aku menangis. Fairial, aku dan mereka. Kami semua lulus seratus persen.

Tak ada tangis dan luap bahagia seindah hari itu.

Lagi-lagi, fairial muncul dengan nilai tertinggi.

Kali ini aku bukan hanya iri tapi bangga kepadanya, mungkin karna ia sudah terlahir dan ditakdirkan memiliki otak jenius. Atau itu mungkin karna kepalanya yang sering dipukuli oleh ayahnya dengan botol miras?

Ahh apa-apaan aku ini, dan apa maksudku mengaitkan itu semua ?!

Ia sudah pasti lolos ke SMAN 5 aku tahu itu. Semua sangat mudah bagi fairial, anak yang selalu menjadi kebanggaan bagi orang disekitarnya

Tapi yang lolos hanya dia, aku tidak lolos karna nilai rata-rata ku tujuh.

Sementara nilai rata-ratanya harus delapan, tapi aku bangga dengan hasilku. Sudah mencapai tujuh saja sudah Alhamdulillah, terlebih aku lulus. Ya Alhamdulillah banget...

Hari itu untuk pertama kalinya aku pisah sekolah dengan fairial. Aku masuk pesantren.

Fairial sempat tidak percaya aku masih tetap pada pendirianku itu, padahal sama sekali dari awal aku tidak menganggap masuknya aku ke pesantren sebagai bahan candaan.

Ditengah kegemuruhan kemenangan itu banyak yang berencana melakukan konvoi dan corat coret baju, coret tembok atau jalanan, ya meski sudah dilarang berkali-kali oleh guru tapi tetap saja hal ini banyak dilakukan secara diam-diam.

Sementara aku dan fairial, kami cepat-cepat mengenyampingkan kebiasaan buruk itu, kami berdua ada di atap sekolah sekarang.

Mata kami memandang keseluruhan jalan raya yang makin menciut ketika dilihat dari atas.

Gadis manis ini tersenyum simpul pada fairial "Lulus yal" Senyuman gingsulnya terlihat. Itu aku.

"Yep'' Laki-laki ini terlihat biasa. Senyum masam nya tak benar-benar terlihat senang.

ia malah terlihat lebih dingin belakangan ini. Tapi aku selalu menganggapnya biasa. Dia memang suka datang seperti itu

Kelihatannya aku harus menggodanya sesekali

"Ciye ciye, yang nemnya paling tinggi ...''

Ia hanya melengos, stengah tertawa. Entah ada perasaan bangga atau tidak didalam hatinya, tapi yang jelas ekspresinya masih terlihat biasa.

"Dan ciye juga buat nemnya yang nggak kesampaian ''

Sekilas dadaku tertohok. Ia selalu memulainya. Aku perlahan menutup tawa pilu itu.

" Benar.''

Aku kembali menatap ke depan dan mulai menertawakan diri

Langit biru, matahari dan jalanan. Tempat ini adalah tempat paling sepi dibanding tempat-tempat lainnya, dibanding tempat yang biasa dijadikan ajang pelampiasan buat penghuni kelas tiga.

"Kelihatannya, kita benar-benar berpisah rial''

" Hm,''

" Padahal aku udah berjuang.''

" Kamu udah berusaha.''

" Iya."

" Jaga dirimu baik-baik, rial''

Laki-laki ini terdiam. Ia hanya terpaku dengan semua yang ada dihadapannya.

Semua yang dilihatku dan matanya. Kami saling memandang lurus ke depan, mengintip bagian-bagian dari rencana kita untuk masa depan.

###

Kak rizky terlihat lebih kalem dari biasanya. Begitu juga fairial. Mereka saling meneduhkanku dengan senyuman kepergian, dan lambaian tangan.

Aku si gadis tomboy yang sudah berubah penampilan seperti ustadzah ini mengintip mereka berdua dari kaca mobil.

Aku balik tersenyum pada mereka. Menyambut lambaian mereka dari dalam mobil juga ibu dan ayah yang sibuk berduaan dikursi depan. Aku tak paham dengan perasaanku ini.

Ada gejolak tersendiri ketika aku mulai melihat rumah kesayanganku dan orang-orang yang kucintai saling menatap kepergianku. Rial dan aku saling berbeda haluan sekarang.

Disatu sisi aku merasa sangat lepas bisa menghilang dari hidupnya. Dengan begitu kepergianku mungkin bisa lebih menyenangkan hidupnya lagi.

Tanpa diriku mungkin baginya adalah surgawi. Rial pasti sangat gembira soal ini. Ia segera terlepas dari gadis manja yang suka nyasar ini. Perlahan mobil itu berjalan meninggalkan halaman rumah, sosok mereka pun lenyap. Rasanya pilu.

Aku tak henti-hentinya melihat kaca mobil disebelah kananku atau kaca belakang dengan lambaian tangan yang masih belum bisa kuhentikan. Tapi ayah perlahan menutup kaca. Dan aku terpaku.

Hatiku sangat sedih. Aku seperti meninggalkan sesuatu hal yang sangat penting. Tapi lebih sedih lagi jika kesenangan ibu dan ayah kuhancurkan karna pemikiranku yang plinplan.

Aku yakin pilihan yang mereka pilih ini adalah yang terbaik untukku. Untuk masa depanku nanti.

Menurutku pesantren adalah tempat paling menantang yang pernah kudengar. Yang disana tidak ada fairial, ibu, ayah dan kakak. Aku bisa berjalan dengan kakiku sendiri, memilih apapun dengan sebebas keputusanku.

Berusaha menjadi diri yang lebih mandiri dan tak bergantung banyak pada keluarga. Aku ingin menjadi diriku yang berbeda dari pemahaman ibu dan ayah selama ini.

Aku ingin membuktikan bahwa aku bisa menjadi orang yang mandiri. Seperti halnya fairial. Menjadi lebih baik lagi dari fairial.