Fairial dan kak rizky nampak menungguku dengan tatapan penasaran. Mobilku menghenti didekat halaman.
‘’Kakak ! Rial !’’ Ucapku langsung menghambur keluar, meninggalkan mobil.
‘’Waduh, udah jadi ustadzah ini ..’’ Goda kak rizky sambil dicium tangan olehku. Fairial mesem .
Aku mengembungkan pipi . ‘’Apaan sih kakak ‘’
Aku melangkah ke samping kak rizky dan berdirilah aku didepan si ganteng menyebalkan itu. Aku coba menyalami fairial dan ia pun menyambut salamku. Tapi ketika sedikit lagi tangan kita bersalaman. Kak rizky malah menjeda.
‘’Weits, salah salamannya tapi begini...’’
Kak rizky coba memperagakan cara salaman yaitu mengembalikan salam ke dada. Kurasa ia mirip perempuan sekarang.
‘’Oh iya ‘’ Aku menepuk jidat. Lalu membenarkan salamnya.
‘’Eh kamu kok makin tinggi sih.‘’ Aku meneliti nya
Fairial terdiam. Entah mengapa ia agak berubah sekarang. Makin kaku.
Ia hanya cengar-cengir mendengarku, menggaruk-garuk kepala. Eh tau-tau kak rizky nyemprot duluan ‘’ Dan kamu makin cebol semenjak disana.’’
‘’Ih kak rizky mah, ibu kak rizky tuh !"
Entah mengapa aku makin sensitif semenjak disana.
Juga, fairial. Mungkin selihatnya ada yang aneh. Ia mengira gadis didepannya ini mungkin sudah benar-benar berubah total dibanding yang dulu. Semakin dewasa, tertutup. Tapi nyatanya, ia harus berpikir dua kali untuk menyimpulkannya
Ternyata hanya tipuan…
Bahkan…. Aku masih sering manjat ke pohon.
‘’Kamu gila apa ! cepetan turun !’’
Aku sedang berdiri diatas pohon jambu, mirip seekor monyet, sejak tadi tanganku sibuk memukul jambu yang ada diujung sana dengan ranting. Aku benar-benar nekat seperti biasa, padahal aku pernah bersekolah sebentar dipesantren. Aku sedang memakai rok pula !
‘’Astagfirullah.‘’ Fairial langsung melengos, dan menutup matanya. Ia hampir melihat sesuatu.
‘’Shafiyya kamu tuh pake rok !"
Aku mulai sadar . ‘’Oh iya …’’
Yah meski setahuku aku sudah memakai celana dalaman tapi tetap saja itu mengagetkan fairial, lantas aku pun turun dengan lima jambu ditangan dan saku rok abu-abuku yang gendut.
Ternyata kami baru pulang sekolah. Agak lucu, aku kembali satu sekolah dengannya.
Sepanjang perjalanan menuju rumah, jalan kami saling beriringan, memakan jambu-jambu itu.
‘’Rial kenapa kamu gak masuk SMAN 5 ? Bukankah kamu sendiri yang mau disana ?’’
‘’Udah nggak selera …’’
‘’Kok gak selera? itu kan sekolah favorit ‘’
‘’Entahlah ‘’ Ia lempar biji jambunya hingga masuk ke dalam tong sampah.
‘’Padahal sayang banget nem kamu tinggi …’’
‘’Dan nem kamu nggak kesampaian.’’
‘’Udah deh gak usah dibahas ‘’
‘’Kamu yang mulai …’’
‘’Oh iya, rial …’’
"Hm?…’’
Aku termenung memandangi jalanan , tak ada lagi yang ku jadikan santapan diantara perjalanan itu. Jambunya sudah kumasukkan ke dalam tas dan tak ada lagi yang kumakan. Aku seperti ingin mengungkapkan sesuatu.
‘’Maaf’’ Ucap fairial tiba tiba, kenapa ia mengucapkan hal yang ingin kuucapkan?
Setelahnya aku memilih terdiam.
“Gimana sekolahmu selama enam bulan?”
Aku terdiam dan lumayan murung jika diperhatikan oleh mata fairial. Tapi aku berusaha menutupinya dengan senyum. Dan aku tahu itu terlihat cukup lirih.
“Baik, awalnya aku bisa dikit-dikit beradaptasi, disana aku menemukan banyak ketenangan. Kedamaian yang gak pernah aku temukan disini.”
“Disana, aku jadi lebih banyak tahu kisah-kisah para nabi dan rasul. Kisah para sahabat dizaman nabi. Tiap kali aku merasa kangen dengan kalian, alquran menenangkanku lewat terjemahnya ,seakan-akan ia menyuruhku untuk bersabar. Aku paling malu ketika ketahuan menangis dibawah meja yang berada dipojokan masjid, Pagi-pagi buta aku sudah standby dimasjid, suara rusuh para muallimah memukul rotan ke tiang-tiang atau lemari ketika kami tidur benar-benar alarm paling berguna untukku. Jauh berbeda dengan alarm hape yang kapanpun bisa kumatikan dan bisa membiarkanku tidur lagi.Suara murrotal dan shalawat penyambut bangunku sudah terngiang-ngiang dispeaker masjid lagi. Disana suasana dingin sekali. Mungkin karna berada di kaki pegunungan. Bahkan mau mandi saja nunggu siangan haha.Tapi sesuatu hal tiba tiba terjadi ditengah, sampai-sampai aku merasa benar-benar tidak pantas berada dilingkungan itu”
‘’Apa …. kamu…. memilih sekolah disana...’’ Fairial menghentikan langkahnya , ia terdengar ragu untuk meneruskan kata-katanya.
‘’Hm? ’’ aku serius mengikutinya, menunggu kelanjutan itu.
Fairial melengos lagi ke jalanan . ‘’Nggak, nggak jadi …’’ Ia kembali berjalan mendahuluiku
Aku kesal. Gondok. Kakiku menghentak bumi.
‘’Ahh kamu tuh selalu ngasih pertanyaan setengah setengah … bikin orang frustasi mikirin kelanjutannya."
‘’Ditinggal ‘’ Ejeknya sambil berbelok
‘’Iih tunggu ! kalo nyasar gimana !’’
Selalu seperti itu , dia selalu meninggalkan sederet pertanyaan berbentuk angka yang menuntutku nyari jawabannya sendiri. Padahal aku tidak menyukai matematika.
Menurutnya mungkin aku masihlah seorang anak kecil, yang butuh diajar berhitung. Atau dia bertingkah seolah-olah dialah guru yang selalu mendahului anak muridnya dalam mengetahui jawaban soal .