Buku berjudul Legenda Sihir membahas soal sihir dan semacamnya. Di halaman 32 membahas sedikit gambaran mengenai dual casting, sebuah teknik yang memerlukan kedua tangannya untuk merapal sihir. Buku itu mengatakan itu adalah salah satu teknik merapal tersulit yang pernah ada bagi sebagian besar orang. Namun beberapa makhluk entitas tinggi seperti naga, damten dan angne bisa menguasai itu dengan cukup mudah. Ada rumor, terdapat teknik dual casting yang cukup mengerikan, menghidupkan kembali makhluk hidup yang sudah meninggal.
Pio Walker saat itu sedang berada di perpustakaan bersama adiknya, Viel Walker. Pio saat itu sedang membaca buku Legenda Sihir, dia cukup terbawa suasana mengenai dual casting, sebuah teknik yang hampir mustahil untuk Pio maupun Viel pelajari saat itu. Memang begitu kenyataannya, tapi Pio tetap antusias.
"Viel, lihat, menghidupkan orang yang sudah meninggal, black light." Pio memperlihatkan halaman yang dia baca pada Viel.
Viel membaca dan memperhatikan bagian yang ditunjukkan Pio itu. "Menghidupkan? Itu teknik dual casting? Kau tahu, teknik dual casting sulit sekali bagi manusia biasa, penggunanya saja jarang sekali."
"Bukan mustahil juga 'kan untuk manusia menguasai teknik seperti itu?"
"Begitulah. Tapi omong-omong, menghidupkan kembali itu seperti melawan hukum alam. Apakah itu tidak terlalu berbahaya?"
Pio tidak mengerti apa yang dibilang Viel. Pio hanya memiringkan kepalanya sembari menatap Viel dengan datarnya.
Viel melanjutkan, "Pokoknya seperti itu. Apa-apaan reaksimu, kenapa kau memiringkan kepalamu? Sejujurnya, aku juga sedikit tertarik dengan sihir seperti itu."
"Bayangkan jika Pio punya sihir seperti itu, Pio bisa saja menjadi dokter terbaik sedunia. Misalnya saja jika ada pasien yang meninggal, tinggal hidupkan lagi saja."
"Apakah itu akan terjadi?" heran Viel.
"Pio suatu hari pasti bisa mempelajarinya. Bayangkan suatu saat nanti orang-orang mengingat nama Pio atas jasa yang Pio lakukan?" Pio berdiri dan memasang pose yang aneh dilihat bagi Viel karena kebanggaannya.
"Pfft..." Viel menahan tawanya dan itu disadari Pio. Viel kemudian memalingkan wajahnya dari Pio dan tetap berusaha menahan tawanya dengan kedua tangan kecilnya menutup mulutnya.
Pio mengakhiri pose anehnya. "Pio terdengar aneh ya?"
"Banget." Viel lalu melepaskan tawanya, membuat suaranya memenuhi ketenangan perpustakaan waktu itu dan mengganggu pembaca lain.
"Muh, Viel kejam!" Pio cemberut.
Perlahan Viel menghentikan tawanya dan menghela napas. "Tapi, Pio, bukannya kau sedang mempelajari sihir lain?"
"Pio memang sedang mempelajari sihir angin. Tapi sihir menghidupkan kembali makhluk mati menarik juga."
"Kurasa kau bakal kesulitan."
"Eh? Benarkah?"
"Untuk wind cutter saja kau masih perlu belajar lagi 'kan? Memotong kertas saja masih kewalahan."
"Pio akan mempelajarinya jika Pio sudah menguasai sihir itu. Dan lagian, kertas sudah cukup hebat 'kan?" Pio kembali duduk dan membaca buku yang barusan ia baca. "Meskipun keinginan Pio itu Viel anggap lucu, Pio yakin keinginan Pio akan membantu banyak orang kesusahan nantinya."
Viel berkata, "Aku tidak menertawakan keinginanmu, tapi posemu tadi kayak superhero di akhir permainan pendendam."
Pio berpikir. "Pose Pio?" Dan Pio pun mengingat dan menyadarinya. "Eeeh! Pose Pio?"
"Lihat saja sekitarmu, orang-orang pada tertawa melihatmu."
Pio pun lihat orang-orang di sekitar. Tapi yang Pio lihat hanya dua pembaca yang tetap terlihat tenang membaca dan satu pembaca lainnya yang memandang Pio dengan kebingungan sambil memegang buku yang tengah ia baca.
Pio lalu bertanya kembali pada Viel, "Viel, tidak ada yang tertawa, kok."
"Yang tadi bohong," kata Viel sambil membaca buku.
"Viel!" teriak Pio dan mengepalkan kedua tangan kecilnya.
"Ssst! Di sini jangan berisik." Veil menengok Pio dan memperingatinya dengan suara bisik.