Meet Him Again 2

Aku merasakan tubuhku sangat letih, lelah, dan tak bertenaga. Tuhan, bisa tidak sih aku meminjam pintu kemana sajanya Doraemon? Aku ingin segera menghempaskan diriku ke ranjang.

Aku ingin pulang! Aku ingin cepat sampai ke kost!

Aku memandang jauh ke depan, kak Rezky belum juga nampak. Masih lama ya? Taxinya belum juga datang.

Uuhh, kepalaku kini juga ikutan sakit. Aku lapar, aku juga sangat haus. Ingin makan seblak.

***

Sebentar lagi pasti kak Rezky datang. Aku saja yang tidak sabar menunggunya. Kebiasaan burukku, padahal harusnya aku bersyukur karena dia sangat perhatian denganku dan mau membantuku yang penyakitan ini.

Oke, sebentar lagi.

Tunggu sebentar lagi.

Sembari menunggu kak Rezky datang, aku pun duduk di kursi tunggu kampus. Aku menyandarkan diriku pada tembok dan memeluk tas bawaanku. Sore ini udara mulai mendingin. Aku melihat langit yang tadi sangat cerah, kini berganti menjadi gelap. Sepertinya mau hujan. Suasana sekitarku juga berubah menjadi tak nyaman. Horor. Apa lagi kini sepertinya aku sedang sendirian.

Oh tidak...

Dadaku kembali sesak. Nafasku menjadi pendek dan berat. Aku berusaha tenang agar tak memperburuk kondisiku.

Obat! Aku butuh obatku!

Aku buru-buru membuka resleting tasku untuk mengambil obat asmaku. Susah sekali. Aku panik dan tak bisa tenang. Aku selalu saja seperti ini meski sudah berkali-kali mengalaminya. Belajar seperti apapun tetap tak bisa aku jalani.

Aku ini haruslah mandiri. Aku kuliah dan jauh dari orang tuaku. Jika aku sakit, aku harus bisa menyembuhkan diriku sendiri. Aku harus bisa mengurus diriku sendiri.

Sial, tasku malah terjatuh.

Aku harus mengambilnya!

Namun rasa sesak di dadaku semakin menjadi. Semakin membuatku sulit untuk bergerak. Aku kesulitan untuk sekedar mengambil tasku dan mengambil obat asmaku yang ada di dalamnya.

Tiba-tiba, seseorang menjulurkan tangannya dan mengambilkan tas milikku. Aku yang masih memegangi dadaku dan kembang kempis mengatur nafas pun menoleh ke hadapannya.

"Yu-Yuwan?" Gumamku.

"Kau butuh sesuatu?" Tanya Yuwan kepadaku dengan wajah yang panik. Aku bisa memahaminya meski hanya sepersekian detuk.

"O-Obat.. di-di dalam tas.." Kataku terbata.

Yuwan langsung membuka tasku dan mencari obat yang aku katakan tidak jelas itu. Aku tak begitu melihat apa yang ia lakukan atau bagaimana ia mencari obatku, aku terlalu dikuasai oleh rasa sakit yang semakin lama semakin mencekikku.

"Ini?" Tanya Yuwan. Ia menunjukkan wadah kecil. Itu adalab obat semprot khusus penderita asma. Aku pun mengangguk.

Yuwan membuka cepat obat asmaku dan memberikannya kepadaku. Aku menerimanya dan dengan sangat cepat pula aku menggunakannya untuk mengobati asmaku yang kambuh.

Kami terdiam beberapa saat untuk menunggu reaksi obat asmaku.

Aku hanya menunduk, menatap pahaku sendiri.

Yuwan menyodorkan botol mineral ke arahku. Aku menoleh kepadanya dan menerimanya.

"Terima kasih." Kataku.

"Hn. Sama-sama."

Sial. Membuka tutup botol pun tanganku tak kuasa. Rasa lemas ini melumpuhkan gerak ototku. Sepertinya Yuwan menyadarinya. Ia pun mengambil kembali botol yang berisi air minum itu dan membukakan tutupnya untukku. Sekali lagi aku mengucapkan terima kasih kepadanya.

"Sudah merasa lebih baik?" Tanya Yuwan.

"Ah? Eh, ya.. Sudah merasa lebih baik. Dadaku sudah tidak sesak lagi." Jawabku.

"Hm, syukurlah."

"Ya.."

"..."

"..."

Kami terdiam untuk beberapa saat. Kami duduk sebelahan dan terpisahkan satu kursi kosong di antara kami.

"Kau sejak kapan seperti ini?" Tanya Yuwan.

"Maksudnya?" Tanyaku.

"Sakit asma."

"Ahh, sudah lama."

"Setahun yang lalu, sepertinya kau belum sakit asma seperyi ini." Yuwan sepertinya tidak melupakan jika aku dan dia pernah bersama sewaktu sekolah menengah dulu.

"Dulu sudah, tapi hanya alergi debu dan asap saja. Namun kini sepertinya sudah berubah menjadi asma sungguhan. Hehe." Cengirku. Aku tak tahu bagaimana aku sebaiknya harus bersikap.

"Apa itu parah?"

Yuwan kenapa tanya-tenya terus sih? Hei, aku itu sulit menentukan sikap saat kau ada di dekatku. Tidak sadarkah dia jika saat ini kita ini sudah berstatus mantan kekasih?

Ayolah, biasanya mereka yang sudah putus tidak akan memiliki hubungan yang senetral ini! Seolah tak mempermasalahkan kisah masa lalu kita.

"Biasa saja. Penderita asma semua seperti ini." Jawabkh akhirnya. Aku tak boleh kegirangan dengan segala asumsiku sendiri.

Ingat! Yuwan itu anak baik-baik yang selalu peduli pada orang lain termasuk diriku yang kini sudah menjadi mantan kekasihnya.

"Hmm..."

Kenapa tanggapannya hanya seperti itu? Apa dia tidak puas dengan jawaban yang aku berikan tadi? Aku sudah berbicara wajar untuk menjawab pertanyaan darinya!

"Kost-mu dimana? Aku hari ini membawa mobil, aku akan mengantarkanmu pulang." Kata Yuwan.

"Tidak perlu. Temanku sedang memanggil taxi di depan kampus sana. Harusnya sebentar lagi datang." Kataku.

"Begitu ya?"

"Ah."

Sumpah. Aku tak tahu bagaimana harus menanggapi orang ini. Meski aku sudah mengenalnya bahkan pernah menjabat sebagai kekasihnya, tapi tetap saja, orang ini itu sulit dipahami karena minimnya kata-kata yang keluar dari mulutnya.

Suasana pun kembali terdiam untuk yang kesekian kalinya. Sudah aku duga. Selalu seperti ini.

Ya sudah.

Biarlah sore yang gelap ini berlalu seperti apa adanya. Biarlah angin yang berhembus dingin menyapu permukaan kulitku. Biarlah hujan mulai turun rintik-rintik di luar sana.

Sekeras aku berusaha untuk menghindari Yuwan, aku tetap tak akan bisa melakukannya. Sepertinya Tuhan memang menghendaki pertemuanku dengannya. Tuhan ingin aku bertemu kembali dengan mantan kekasihku.

Hanya saja aku tak kuasa. Aku tak mampu terjebak berdua dengannya lebih lama lagi. Berdua seperti ini dengannya membuatku terlena dengan bayangan-bayangan masa lalu yang kini mulai menyerbu seluruh kapasitas memori otakku.

Kisah yang manis dan penuh kebahagianku menggodaku.

Aku tak bisa terus terjebak dalam khayal ini. Saat ini, satu hal yang aku harus sadari. Aku dan Yuwan sudah tidak ada lagi. Kisahku dengannya sudah tutup buku, sudah berakhir dan diakhiri tulisan TAMAT tanpa ada klu untuk disambung lagi.

Andai kata saat ini kami terjebak bersama pun, ini hanya seperti teman lama yang bersua. Yang akan menyapa, lalu berlalu setelahnya. Ya, akan seperti itu. Lagi pula, memang apa yang bisa diharapkan sih?

Perpisahan waktu itu membuatku sangat sakit. Aku tak mau mengalaminya. Jadi, maafkan aku Yuwan, aku harus menutup diri kepadamu. Aku sedang berusaha keras melupakanmu, jadi biarkan seperti ini! Jangan melakukan apapun yang bisa menggoda diriku lagi! Aku tak mau kembali ke masa itu lagi!

Mari kita melihat dari kejauhan.

Aku dan dirimu tidak ditakdirkan untuk bersama-lagi.

***

Oh Tuhan, kak Rezky akhirnya datang juga. Semenit terjebak dalam kediaman bersama Yuwan itu membuatku sangat tidak tenang.

Kak Rezky berlari menghampiriku. "Maaf lama, taxi sudah datang. Ayo kita pulang!" Katanya.

"Iya." Kataku. Aku pun berdiri. Namun Yuwan menghentikan langkahku dengan meraih tanganku.

Tangannya hangat.

Yuwan melepaskan jaket yang ia pakai lalu memakaikannya kepadaku. Aku hanya terdiam menerima segala bentuk perhatiannya.

"Sudah hujan. Sebaiknya kau tidak semakin sakit setelah ini." Kata Yuwan.

"Terima kasih, Yuwan. Jika sudah aku cuci, aku akan mengembalikannya kepadamu." Kataku. "Aku pulang dulu." Tambahku.

"Hn."

Aku pun pergi meninggalkannya. Aku memakai tudung jaket agar kepalaku tidak terkena air hujan. Dan akhirnya aku sudah ada di dalam taxi.

"Dia siapa? Kenalan baru?" Tanyak kak Rezky.

"Teman se-SMA dulu." Jawabku.

"Oh, pantas saja sampai mau meminjamkan jaketnya. Sepertinya dia laki-laki yang baik."

"Ya begitulah." Aku menyudahi obrolan ini.

Aku mengintip sekilas dari balik jendela taxi. Yuwan masih memandang ke arah kami. Meski terhalang hujan, tapi aku merasa jika pandangan itu membuatku tak nyaman.

Aku memegangi dadaku.

Ini bukan rasa sesak seperti tadi. Ini rasa yang tak bisa dijelaskan dengan gamblang.

Apa ini artinya aku sedang bersedih?