Jurang

Di kota itu, waktu sangat sulit untuk di tentukan, apakah siang? Apakah pagi? Itu sama saja karena kota itu di telan kegelapan.

"Jadi begini, kalian tinggal bayangkan aja sihir kalian" ucap Ira.

"Cuma begitu? Tanya seorang warga"

"Yup, setelah kalian bisa buat sihir, seharusnya kalian bisa enchant weapon kalian, yah tergantung sihir kalian itu tipe apa" ucap Sika.

"Ira, Sika, kami jalan jalan dulu ya" ucap Rein.

"Hoooh"

Mereka ber empat berjalan meninggalkan Sika dan Ira.

"Yah kita lvl 35 sih, seharusnya boss lvl 20 tidak terlalu susah" ucap Harto.

"Memang sih, tapi tidak selamanya kita di dalam lubang ini terus kan?" Ucap Rein.

"....."

"Tapi kata Sika, benda besar itu datang, waktu itu yang monster hitam raksasa itu dia tidak bisa merasakan kapan waktu spawn nya" ucap Frain.

"Berarti boss itu sudah ada, tapi baru mau jalan ke sini?"

Mereka yang di dalam lubang itu akan tetap aman, tapi mereka yang akan keluar dari lubang itu, mungkin tidak aman karena...

"Hah.. luas juga ya, tapi gedung gedung nya tidak ada yang utuh" ucap Harto sambil melihat ke jamur berwarna putih.

"Itu kan jamur putih" ucap Sika.

Mereka memetik beberapa dan memasukan itu ke dalam kantong.

Di saat mereka berjalan jalan, ntah bagaimana mereka tiba di tangga naik ke atas.

Lalu terlihat sekitar 3 orang berjubah turun.

Ada satu yang matanya merah, satu mukanya bertopeng retak dan satunya dengan tangan kanan cakar.

"Demon?" Ucap Tira.

"Oh, ada manusia rupanya, kami mau mengajak kalian untuk berbisnis" ucap yang bertangan cakar.

"Kami hanya numpang lewat saja, biar kami panggilkan pemimpin kota ini" ucap Rein.

Mereka kembali ke tenda lalu memberitahu orang orang di tenda itu.

"Apa mereka bisa di percaya?" Tanya salah satu warga.

"Kurasa bisa" ucap Ira.

Lalu pria yang seperti pemimpin itu mengikuti Rein.

"Oh anda kah pemimpin kota ini, salam kenal, namaku Rasiel, yang bertopeng ini Graim dan wanita ini Vial"

"Ku dengar kalian ingin mengajak berbisnis"

"Bukan berbisnis sih, tapi seperti bekerja sama"

Dan kemudian mereka berdiskusi.

"Baiklah, kalau menang begitu, tapi mosnter disini sedikit" ucap Pemimpin kota itu.

"Apa kalian sudah pernah melewati tumpukan runtuhan bangunan di bagian utara kota ini?" Ucap demon itu.

"Blom"

"Sesekali coba lah, disana ada dungeon dengan monster misteri berbagai tingkatan, semakin dalam kalian masuk semakin kuat monster nya dan drop nya semakin bagus" ucap Demon itu.

"Hebat, demon bisa mengetahui letak letak dungeon" ucap Sika.

"..."

"Jadi Sika, apa benda besar yang kau bilang itu masih bergerak di sini?" Tanya Harto.

"Tidak sih, benda itu sudah diam"

"Hmm? Oooh!! Kalian kan anak manusia yang di bicarakan saudaraku Liloild"

""Liloild?""

"Itu, yang ada tanduk"

""Oh!!""

"Oh iya, tempat ini adalah kota dungeon, mungkin suatu saat kota ini akan terkenal, aku ingin kota ini terawat jadi kami bertiga akan membantu para manusia membangun ulang kota ini" ucap Graim.

"Jadi tidak akan ada boss yang menyerang?" Ucap pemimpin kota.

"Sebenarnya.... Akses pulau ini ke pulau lain terisolasi karena jurang, yah jurang sih tinggal bangun jembatan, tapi..." Ucap Rasiel.

Dia melihat ke para remaja itu.

"Kita memerlukan mereka"

Kami di ajak naik ke atas, rupanya sudah malam.

"Gadis berambut hijau, pakai senapan mu dan lihat ke arah sana" ucap Vial.

Dia menggunakan senapan nya, lalu badan nya gemetaran.

"Ini???"

"..."

"Hei Ira ada apa!?"

Harto mengambil senapan dari tangan Ira lalu melihat ke arah yang Ira lihat.

"Mustahil..."

Di jurang itu terlihat 3 monster raksasa hitam yang penuh mulut berdiri di jurang itu dan hanya terlihat setengah badan nya saja.

"Kalau kalian terus berjalan ke kanan kalian akan menemukan jurang lain, tapi jurang itu mustahil di buat jembatan karena tanah di sana rapuh,  jika ke kiri kalian akan melihat pantai, dan belakang kalian tahu sendiri ada apa disana" ucap Graim.

""...""

"Para elf dan lain nya sudah tiba di kota tujuan kalian, dan kota tujuan kalian berada di seberang jurang kita" ucap Rasiel.

"Tenang saja, kami bertiga akan membantu kalian untuk leveling dan mengajari kalian tentang sihir lanjutan, hanya kalian berenam yang dapat di andalkan sekarang" Ucap Rasiel.

"Dan juga kami tahu kelemahan monster itu, karena sebenarnya...."

Graim tidak melanjutkan perkataannya.

"Karena monster itu dari alam bawah tapi karena kalian belum bisa membuka dimensi ke alam bawah jadinya monster itu berkeliaran di permukaan?" Ucap Rein.

"Hah... Hebat"

Demon bernama Vial itu berjalan ke depan Rein dan memegang wajahnya.

"Bisakah kau menceritakan bagaimana kamu bisa menjadi half demon?"

"..... Aku tidak tahu"

"Oh... Kukira kamu tahu"

"Sudah kuduga Rein" ucap Ira.

"....."

"Kamu tiba tiba bisa melihat level suatu kota, atau dungeon, padahal hanya bisa di lakukan demon"

"....."

"Jadi kita sekarang bisa berhati hati memasuki area, bagus Rein"

"Kukira kau bakal membully ku karena bakal lemah"

"Hah? Half demon itu lebih kuat dari demon loh, karena half demon tidak memakai mana dari alam, tetapi mana dari dirinya sendiri" ucap Rasiel.

"Oh iya, mungkin karena gelap ya di dalam, tapi kalian sadar ngak kalau rambut orang orang di dalam itu tidak berubah warna"

""!?""

Rein yang rambutnya hitam jadi perak, Harto yang hitam jari merah, Ira yang hitam jadi hijau, Sika yang coklat jadi ungu, Tira yang hitam jadi pink dan Frain dari kuning jadi hitam.

"Jangan jangan.." ucap Ira.

"Yup, kalian bukan lagi manusia seutuhnya, tapi campuran ras" ucap Rasiel.

"Sepertinya kalian tidak akan berubah secara fisik, yang berubah dari kalian mungkin batas kemampuan"

"Kalian tahu banyak ya..., padahal baru beberapa hari muncul di dunia ini" ucap Ira.

"Sebagai pendahulu atau tetua tentu saja kami harus tahu banyak"

Kami turun ke dalam lagi.

"Tidak perlu terburu buru, toh percuma kalian buru buru"

'percuma?' pikir Ira.

"Tidur lah dulu, besok pagi kalian baru mulai latihan"

"Kita tidur dimana?" Tanya Tira.

"Di tempat rata" ucap Harto yang langsung membaringkan tubuhnya di salah satu dinding gedung yang roboh.

Ira mengeluarkan karung dan tali lalu membuat kasur gantung, Sika mengeluarkan selimut, Frain tidur dengan tas sebagai bantal nya, dan Rein ikutan Harto tapi di puing yang lain.

"Eh.. aku di mana dong?"

"..."