"disini kah kota nya?" Tanya Tira.
"Skill navigasiku menunjukkan kalau disini kota nya"
"Lihat, ada tangga menurun di sana" ucap Ira.
Mereka memutuskan untuk turun, tangga itu menempel di dinding dan miring ke bawah, membentuk spiral yang mengitari tebing itu.
"Aku mulai pusing jalan di sini" ucap Tira.
"Jangan dipikirkan nanti malah nambah pusing" ucap Rein.
Ntah berapa lama mereka berjalan, bahkan cahaya matahari pun mulai tidak terlihat.
"Gila, ini luas bangat lubang nya, kurasa diameter lubang ini 500 meter, bahkan aku tidak bisa melihat dinding tebing yang di seberang" ucap Ira sambil berdiri di tepian tangga.
"Karena luas jadi mutarnya ngak terlalu banyak" ucap Rein.
Semakin lama mereka berjalan semakin gelap lubang itu, untung ada Tira yang bisa membuat bola cahaya.
"Hei lihat ada bola bola terang di bawah" ucap Ira sambil menunjuk ke bawah.
"Lampu kah?" Tanya Sika.
"Tidak tahu" ucap Ira.
Semakin kami turun semakin terlihat bayang bayang bangunan bangunan rusak.
Akhirnya kami melihat bangunan bangunan rusak, gentong yang berapi api, kristal bercahaya.
"Gentong... Sepertinya ada penghuninya" ucap Frain.
"Hooh..."
Kami akhirnya tiba di ujung tangga itu dan mulai berjalan jalan, gedung gedungnya tersusun seperti kota yang dulu.
Kami menghampiri salah satu gentong yang membakar sesuatu.
"Puing kayu?" Ucap Ira.
"Siapa kalian??"
Kami melihat ke belakang, ada 8 pria memegang kapak.
"Kami pendatang dari kota Sanmai" ucap Ira.
"Sanmai??"
Kami kemudian di ajak ke sebuah tenda.
Di tenda itu rupanya ada wanita dan anak-anak juga.
"Apa kondisi makanan sini buruk?" Tanya Sika.
"Tida juga, di sekitar gedung tumbuh pohon buah buahan dan ada jamur yang bisa di makan, terkadang ada burung yang masuk ke sini"
"Begitu...."
"Kalian sendiri mengapa kalian pergi dari kota Sanmai? Bukannya disana aman?"
"Aman?" Ucap Ira.
Lalu Ira menceritakan semua yang terjadi di kota kami.
"Mu-mustahil"
"Tapi itulah yang terjadi, tapi 80 ribu orang hanya kami ber enam yang hidup"
".... Kukira kota itu aman karena dekat laut, ternyata"
"....."
"Kami beberapa hari yang lalu pernah mencoba ke sana, tapi kami kembali ke sini karena monster yang di padang tandus" ucap pria yang seperti pemimpin itu.
"Kelihatannya disini damai, tapi pencahayaan nya kurang" ucap Harto.
"Soal itu, ada kristal yang muncul dari tanah, kristal itu hangat bagaikan sinar matahari, dan di sekitar kristal itu tumbuh rumput dan tanaman"
"Tapi, sepertinya kalian tidak bisa disini lebih lama lagi" ucap Sika.
""!??""
Tangannya terlihat gemetar.
"Soalnya barusan aku merasakan sesuatu yang besar sedang datang ke sini"
"Apa maksudmu Sika??, Jangan bila-" ucap Harto tapi dipotong Sika.
"Kota ini adalah dungeon, dan beberapa hari lagi, ada kemungkinan boss di dungeon ini muncul"
"....."
Orang orang di dalam tenda itu terdiam.
"JANGAN BIKIN TAKUT KAMI!!" Teriak seorang pria.
"Aku tidak menakut-nakuti kalian, ta-tapi..."
Dia terdiam lagi.
"Tenang, kota ini hanya level 20 puluh, bukan apa apa dengan di kota kita sebelumnya" ucap Rein sambil menutup mata.
"Rein? Sejak kapan ka-"
Ucapan Ira di potong Rein.
"Kita ajari mereka cara melihat skill dan status mereka" ucap Rein.
Lalu Sika juga mengeluarkan pendapatnya.
"Dunia yang sekarang, baik pria mau perempuan, semua harus ikut bertarung sesuai keahlian mereka, kami bisa selamat sampai sekarang karena kami ber enam bekerja sama, jika kami 6 remaja saja bisa bertahan di kota level 70 an, kalian yang dewasa pasti bisa kan bertahan di tempat level 20 ini?"
Semua terdiam.
"Tapi yang kami lawan selama ini hanya goblin, tidak ada yang lain, kami juga tidak bisa memakai sihir seperti ghast"
(AN : ghast disini bukan ubur ubur ya, ghast disini adalah makhluk seperti manusia tapi tidak berkulit, lemah secara fisik, dan menyerang dengan sihir bola api dan angin)
"Dunia ini adil, siapa pun bisa memakai sihir, meskipun tidak bisa, pasti ada skill spesial" ucap Ira sambil melihat ke arah Frain.
Frain seperti mengucapkan "kenapa aku?" Dengan tatapan matanya.
"Baiklah, cara mengecek status dan skill sangat mudah, lakukan pikirkan saja khayalan fantasi kalian tentang cara kalian mengecek status, bisa dengan berteriak, maupun bergaya yang heboh" ucap Sika sambil melihat ke arah Harto.
"Eh eh, aku gak bergaya heboh ya, waktu itu hanya coba coba aja" ucap Harto sambil mengeluarkan gada nya.
Orang orang dalam tenda itu kemudian melakukan hal hal yang cukup lucu dan aneh, tapi berhasil.
"Waah aku ada sihir angin"
"Lihat, ternyata ini alasan ku ngak mati saat jatuh dari atas"
'eh buset' pikir para remaja itu.
"Bolehkah kami memberikan tahu pada orang orang yang lain"
"Silahkan, ini dasar untuk hidup di dunia baru ini"
Salah satu dari mereka langsung keluar dari tenda dan berlari.
"Ada berapa orang yang bertahan hidup?" Tanya Rein.
"Sekitar 121 orang"
"Cukup banyak ya" ucap Ira.
"....."
"Kebanyakan dari kami tewas karena rombongan monster pada saat malam beberapa hari yang lalu, awalnya kami mengira dari gurun ternyata dari kota kalian"
"....."
"Goblin goblin disini adalah sisa monster yang ikut terperangkap saat kota ini tiba tiba pecah dan masuk ke dalan tanah"
"Pecah?" Tanya Rein.
Dia lalu menutup matanya
"Malam setelah monster monster itu datang, tiba tiba kota kami terpecah menjadi 4 bagian, lalu ke tiga bagian lain kota bergerak ntah kemana, dan hasilnya, ada jurang yang super besar"
"Jurang.. sepertinya kita blom jalan terlalu jauh" bisik Harto.
"Hooh" balas Rein.
"Apa disini listrik masih berfungsi?" Tanya Ira.
"Kami menggunakan generator untuk menyalakan listrik kecil kecilan, tapi hanya bertahan 3 hari, hahaha"
Sika kemudian berbisik ke Ira.
"Oh ok"
Dia berjalan keluar tenda.
"Maaf bakal berisik"
Dia mengeluarkan senapan nya lalu mengarahkan ke depan tenda.
"Wah banyak juga" ucap Ira.
Karena penasaran Harto pergi keluar tenda.
"Oh goblin, bye"
Sedetik setelah Harto masuk ke tenda, tiba tiba ada cahaya putih.
Orang orang dalam tenda itu langsung keluar.
Terlihat senapan Ira yang berasap, dan aspal di depan nya meleleh.
"Lihat kekuatan sihir kan? Kalian sekarang tahu sihir kalian, tapi kalian mungkin belum tahu cara memakainya"
"Tenang saja kami ber lima akan mengajari kalian" ucap Sika.
Tiba tiba Tira bicara.
"Lah, kukira selama ini senjata mu itu senjata laser"
""......""
'dia psikopat bukan sih?' pikir Ira
-------------------