Aku tau kabar mengenai pacarku yang didapatkan oleh Nina telah menyebar, dan tersangka utama yang menyebarkannya sudah pasti Nina, si mulut ember memang.
Aku berjalan cepat melewati orang-orang yang menatap bingung kepada-ku. Aku tak peduli, yang ku-pikirkan hanya keberadaan Nina sekarang. Sepertinya cewek itu bersembunyi.
Aku sampai di depan kelasnya dan mendorong pintu agar terbuka. Saat ini jam istirahat, jadi kelasnya agak sepi. Dan, benar saja tebakan-ku, dia ada didalam. Menatap takut kearah-ku.
"Lo yang nyebarin kan?" Aku menunjuknya menggunakan telunjuk tangan kanan-ku, tak lupa tatapan sinis milik-ku.
Nina, dia hanya menunduk, berbeda dengan Iris sahabat dekatnya yang sepertinya membenci-ku. Oh ya, dia ini Queen Of Bullying, sementara kekasihnya King Of Bullying, serasi bukan? Dan pacar-ku termasuk kedalam korban mereka.
Iris mendekat dan mendorong bahu-ku. "Urusan lo sama gue!"
Aku menatapnya tajam. "Gak usah ikut campur." Kemudian menatap kearah Nina. "Kenapa bisa kesebar?"
Nina menatap-ku. Mencoba untuk memberanikan diri seperti yang Iris ajarkan. "Pacar lo itu memang aneh ya! Kenapa emangnya kalau disebarkan?! Toh juga orang-orang udah tau, ingat, ini bukan rahasia umum lagi!"
Errrr
Aku sangat marah sekarang. Si ember ini- dasar tak tau diri! Apa untungnya coba nyebarin gosip kayak gitu? Seharusnya bibirnya dijahit saja! Ups.
"Awas aja kalau Ammar kenapa-napa-"
"Kenapa? Mau nyekik? Mau bunuh? Nyakar? Gak takut!" Belum selesai aku menyelesaikan kalimat-ku Iris sudah memotongnya.
Aku menyeringai. "Oh ya? Gak takut ya? Uhm, okay we'll see. Jangan nyesal loh sama ucapan sendiri." Aku-pun berbalik meninggalkan Iris yang mengerutkan dahi dan Nina yang ketar-ketir.
Iris berbalik kearah Nina. "Udah, tenang aja, kan ada gue. Gak bakalan terjadi itu ancamannya."
Nina hanya tersenyum kecut. "Moga-moga han."
Dilain sisi,
"Dasar ember, gak tau diri, hobby banget sih jelek-jelekin orang. Ish, awas aja ya, pasti Tuhan bakal ngasih ganjaran." Aku teringat sesuatu. "Kyaa, Ammar! Pacar-ku. Dimana dia?"
Biasanya kalau seperti ini dia sudah pasti di-bullying. Aku harus mencarinya!
Dan,
Benar dugaan-ku, dia sedang di-bullying sama teman sekelasnya. Dia hanya menunduk didepan pintu. Seragamnya basah.
"Hey! Hey! Ih, apaan-sih kalian ini!" Aku menghentikan mereka yang sedang melemparkan tepung kepada Ammar.
"Mending lo minggir deh Mai." Aku tau suara siapa ini, dia pacar Iris. Bagas namanya.
"Gue gak mau! Mending kalian bubar atau gue bakal ngelapor ke guru BK!"
Mereka-pun menyoraki-ku. Kemudian bubar. Bagas menatap-ku sinis kemudian ikut bubar bersama antek-anteknya.
Aku membawa Ammar menuju ruang ganti. Niatnya sih tadi mau ke Ruang Kesehatan saja. Tapi dia mengatakan dia membawa baju ganti, seperti tau kalau hal ini akan terjadi.
Aku menatapnya. "Kamu- ada yang sakit gak?"
Ammar tersenyum, mengecup bibir-ku. "Gak ada kok. Mereka hanya membasahi-ku."
Aku menghela nafas dan membuangnya kasar. Aku marah kepada mereka yang seenaknya melakukan hal seperti ini kepada pacar-ku ini. Sepertinya hobby mereka sudah melekat sampai ke akar-akarnya. "Hobby mereka aneh ya."
Ammar yang mendengar ucapan polos-ku pun lantas terkekeh, merasa geli dengan ucapn-ku. "Itu wajar, bahkan sangat wajar. Namanya juga hobby."
"Hm, iya hobby. Hobby yang- aneh."
"Uhm, sangat aneh, yang seperti itu aneh? Jadi gimana dengan psikopat?" Tanya Ammar.
Aku terkekeh, sedikit menarik ujur bibir-ku. " Itu menarik sayang."
Ammar tertawa. "Wah, kamu mengerikan Maise. Cara-mu mengatakannya seolah-olah kamu itu psikopat."
Aku tertawa terbahak-bahak, kemudian menyeringai. "Oh, aku ini psikopat. Psikopat bucin. Tunduknya yah hanya sama kamu aja."
Ammar membalas. "Kamu ini ya, sok-sok'an. Mau buat baper aku? Aku juga bisa-" dia menatap-ku, tepat kedalam mata-ku. "Kalau kamu psikopat- aku juga psikopat loh, tunduknya juga hanya sama kamu. Hati-hati sayang, kamu gak bisa lepas dari aku."
Untuk pertama kalinya bulu-kuduk' ku merinding. Merasa takut dengan ucapan Ammar yang terkesan serius. Padahal kan aku cuman bercanda, kok jadi kayak gini sih.
"Kamu ini, lihat bulu-ku merinding loh?" Ucap-ku sambil menunjuk bulu ditangan-ku.
Dia lantas terkekeh. "Itu merinding merindukan kasih sayang."
Aku melototkan mata-ku. "Itu meriang!"
Kemudian kami tertawa terbahak-bahak. Lalu saling menatap dan beberapa menit kemudian menyeringai.
TBC