Nina's death

Happy Reading!

Maise berjalan dengan cepat memasuki sekolahnya ketika mendapatkan kabar bahwa Nina telah meninggal. Dia dibunuh. Polisi-pun belum mendapatkan bukti mengenai siapa pelaku pembunuhan ini.

Mayatnya ditemukan dengan keadaan mengenaskan, dengan bibir yang dijahit.

"Dimana Ammar?" Tanyanya kepada seorang pemuda yang kebetulan lewat didepannya.

"Ruang Kepsek," kata pemuda itu. Maise pun langsung pergi keruang Kepsek.

Menurut kabar yang beredar, beberapa siswa sempat melihat pacarnya berbicara dengan Nina sepulang sekolah. Nina terlihat marah dan melemparkan makian kepada Ammar, setelah itu dia pergi.

Dan sekarang, siswa-siswi Malachy Boarding School dibuat gempar dengan penemuan mayat Nina tersebut. Itulah mengapa Ammar tersangka sebagai pelaku.

Padahal dia kan juga sempat bertengkar dengan Nina?

Namun dia dibuat bingung, apa masalah Nina dengan Ammar?

Maise pun langsung saja berjalan dengan cepat menuju Ruang Kepsek dan membuka pintunya secara langsung, mengabaikan beberapa orang yang terkejut dengan kehadirannya yang sangat lancang.

''Maise, apa-apan kamu ini?'' Kata seorang pria yang rambutnya sudah memutih, dia adalah Pak Kepsek.

Maise dengan santainya menjawab, ''tak apa Bapak, saya hanya ingin menemani Ammar pacar saya.''

Kepala sekolah hanya menggelengkan kepalanya, merasa aneh dengan gaya berpacaran anak zaman sekarang. ''Sebaiknya kamu keluar Maise. Nanti saja ketemuan sama Ammar-nya, ya.''

Maise menatap tajam kearah Kepsek tersebut. ''Bapak gak nuduh pacar saya yang bunuh Nina kan?'' Kemudian melihat kearah seorang polisi yang duduk di depan Ammar. '' Dia ini orang baik Pak. Kalau Nina memang ember, gak mungkin Ammar yang membunuh Nina bukan? Oh, ingat, karena Nina itu ember, bisa saja ada orang lain yang tidak menyukainya bukan?''

Polisi itu tampak tidak senang mendengar hal itu. ''Kami hanya melakukan interogasi. Dan- saya lebih tua dari-mu, tolong sopan."

Ammar yang sedari tadi hanya diam pun angkat bicara. "Pak, saya sudah menjelaskan yang sebenarnya. Apa saya bisa pergi sekarang?"

Polisi itu mengangguk. "Baiklah, kamu boleh pergi. Tapi, untuk beberapa hari kamu akan diawasi."

"Terimakasih Pak." Ammar pun menarik Maise keluar dari Ruang Kepsek.

"Mereka nanya apa aja tadi?" Tanya Maise ketika mereka sudah berada diluar.

Ammar menatap Maise, mengedipkan matanya. "Oh, mereka hanya bertanya mengapa aku dan Nina terlihat bertengkar?"

"Lalu?"

"Aku tidak bertengkar dengan Nina. Nina yang tiba-tiba datang dan memaki-ku. Dia mengatakan bahwa dia diteror, dan dia menuduh-ku. Aku tidak pernah menerornya, Pak Polisi sudah mengeceknya dan tidak ada sangkut pautnya dengan-ku."

Maise mengerutkan dahinya. "Teror? Nina di teror? Pantas saja beberapa hari ini dia kelihatan ketakutan. Tapi mengapa harus menuduh-mu?"

Ammar hanya tersenyum. "Bukan-kah itu sudah biasa? Semua orang selalu menyalahkan-ku. Mereka semua tampaknya membenci-ku. Entah apa salah-ku. Huh, sudahlah."

Maise menggenggam tangan kiri Ammar. "Tidak semua. Aku selalu percaya kamu kok."

Ammar mengecup punggung tangan Maise. "Kamu memang cinta-ku. Hanya kamu yang selalu percaya aku. Ah, rasanya aku ingin sekali menikahi-mu. Kamu adalah Ratu-ku Maise. Aku mencintaimu, My Love.''

Maise tertawa mendengar perkataan Ammar yang terdengar seperti gombalan di telinganya. ''Hahaha, sudah-sudah, hentikan itu Ammar. Kamu ini, sok gombal, tapi- i like it, you're so sweet, Love you.''

Mereka saling tatap-menatap. Namun, keromantisan mereka harus usai karena kedatangan seseorang. Iris.

Iris berjalan kearah mereka dan menuding mereka dengan jari telunjuknya. ''Pasti kematian Nina ada sangkut pautnya sama kalian kan? Kalian yang sudah membunuh Nina kan? Dasar, kalian ini pasangan Psychopath! Terkutuk kalian!'' Ucapnya marah-marah.

Maise tampak tak senang. ''Lo gila? Jangan menuduh orang sembarangan deh.''

Iris menatap tajam kearah Maise. ''Gue harap Polisi segera mendapatkan buktinya. Dan, kalian segera di tangkap. Dasar gila,'' ucapnya kemudian pergi meninggalkan Ammar dan Maise yang menatap kepergian-nya.

''Aku rasa dia sudah gila,'' ucap Maise setelah beberapa lama terdiam. ''Lebih baik kita ke kantin yuk.'' Dia-pun menarik tangan Ammar yang sedari tadi diam.

''Kamu mikirin perkataan Iris?'' Tanya Maise ketika melihat Ammar sedikit gelisah.

''Tidak,'' jawab Ammar.

''Bagus, tidak perlu dipikirkan. Iris itu 'kan memang gila.''

Ammar menahan tawa ketika mendengar perkataan Maise mengenai 'Iris gila'. Gadis ini memang selalu blak-blak 'kan. Tapi Ammar suka.

''Aku hanya takut dia menyebar 'kan hal yang tidak-tidak mengenai hal ini. Aku takut image-mu jadi jelek.''

Maise mengedikkan bahunya. ''Aku tak peduli.''

TBC