Dalam keadaan tertekan karena hubungan yang terasa tidak ada kejelasan, lagi-lagi cobaan dari tuhan hadir untuk ku. Langit malam terasa begitu dingin, sedingin hati ku saat ini. Aku memang dingin menyikap ini semua, ku merasa masalah seakan tidak mau pergi dari hidup ku. Dari pekerjaan yang kurasa semakin hari semakin membebani, percintaan yang tidak pernah ada ujung menggantung bak layangan diantara langit dan bumi. Kini perselingkuhan yang terasa mulai tercium aromanya, yang mana pelakunya pacar ku sendiri.
Tringg.. tringg.. tringg.. tringg..
Seketika terdengan bunyi ponsel ku yang berhasil memecah lamunan ku di kesunyian malam. Kulihat layar ponsel dan ternyata Adam menelpon ku. Kuraih ponsel dengan hati berbunga ku jawab panggilan dari Adam.
"Halo sayang, tumben malam gini nelpon?". Cecar ku tanpa ga..gi..gu.. lagi dari balik ponsel ku.
"Iya Maria manja, lagi apa sekarang?". Dengan romantisnya dan dengan suara merdunya Adam memanggil manja, itu sebutan sayangnya untuk ku.
"Oh ya, besok Abah dan Ummi mau bertemu kamu manja" sambung Adam berkata dari sebrang ponselnya.
"Lagi duduk nih di teras rumah, kamu serius sayang!!!?" Tanya ku kaget.
Bagaimana tidak kaget lima tahun aku pacaran dengan Adam sekalipun dia tidak pernah membawa ku kerumahnya untuk menemui Ayah dan Ibunya. Jangankan aku kerumahnya Adam sendiri pun hanya sekali kerumah ku sampai menemui Ibu, itu pun karena telat sampai rumah dan dia takut aku akan di marah sama Ibu. Senang bukan kepalang yang kurasakan mendengar kabar dari Adam.
"Iya Maria serius, mana mungkin aku permainkan kamu manja. Besok aku jempun pagi ya jam 08.00 gitu deh, sebab ummi minta temanin belanja buat masak" jelas nya.
"Ok pasti bos, sebelum jam 08.00 aku sudah siap" he he he jawab ku sambil tertawa kecil, bahagia.
Akhirnya hari yang ku nantikan tiba dimana aku bisa menemui calon mertua ku. Tidak sabar aku menunggu hari esok tiba, Adam sangat mengerti aku, dimana waktu libur kerja, aku bingung mau ngapain, dia hadir dengan menawarkan sejuta kebahagiaan untuk ku. Hemm.. i love u Adam sayang, rasa ingin ku teriak kan kata-kata itu untuk menembus sunyinya malam agar bulan dan bintang bisa ikut menyaksikan betapa besar cinta ku padanya.
Dreett..dreett.. dreett.. dreett.. getaran ponsel ku tiba-tiba saja mengagetkan ku, tertera di layarnya waktu alaram tidur ku berbunyi menghampiri. Bergegas aku menuju kamar mandi untuk cuci kaki dan gosog gigi yang mana ini sudah menjadi ritual keseharian ku sebelum tidur. Ku duduk di pinggir kasur, ku genggam rapat kedua tangan ku, dengan mata terpejam 'Selamat malam sayang semoga tidur mu nyenyak malam ini, Tuhan lindungi aku, dia, dan selamatkan kami atas nama mu amin' ku hempas tubuh ini di kasur dengan perasaan gembira, ku paksa mata untuk pejam dan tidur sampai menyambut esok hari yang spesial.
Hari ini aku bangun lebih awal dari biasanya tatkala waktu libur dari rutinitas ku. Sebelum jam 07.00 aku sudah mandi dan berbenah diri. Jantung ku berdegup sangat kencang seperti kuda pacu. Gairah ku untuk bertemu camer, begitu bahasa gaulnya, sangat memuncak hingga terasa grogi yang muncul. Tak lama waktu menunggu, terdengar sudah deru suara mobil Adam di depan rumah. Tanpa di komando aku bangkit dan berlari menuju mobil Adam.
"Ayo ah langsung, sudah tak sabar ini" perintah ku kepada Adam dengan mendesak manja.
"Ok" Adam pun melaju memacu kendaraannya.
Sesampainya di rumah Adam, tiba-tiba kaki ini terasa kaku, lutut ini bergetar hebat, grogi ku memuncak hingga menciutkan adrenalin keberanian ku.
"Adam, ini serius Ayah sama Ibu mu yang minta?" Aku kembali bertanya seakan tidak percaya.
"Sudah.. ayo masuk ah" Adam sembari menarik kecil tangan ku.
"Assalammualaikum, Abah, Ummi" kata Adam dengan masih menarik kecil tangan ini dan membawa ku masuk berhadapan dengan Ayah dan Ibunya. Terdengar suara kasar dan berat menjawab dari dalam.
"Wa'alaikumsalam" terdengar seperti beruang lapar suara itu membalas.
Adam memperkenalkan aku kepada Ayah dan Ibunya, terlihat mimik wajah biasa saja yang di tunjukan Ayah Adam atas penyambutanku. Berbeda lagi Ibunya, lebih terlihat tidak senang terhadap ku.
"Ini.. Maria?" Dengan suara ketusnya melontarkan pertannyaan.
"Kenapa tidak pakai jilbab?, Bukan muslim ya?" Tambahnya lagi, seakan akan memojokan ku.
"Abah, Ummi, Maria ini pacar Adam" darah ku mendesir hebat, aku merasa di sanjung mendengar perkataan Adam menyebut aku pacarnya dihadapan kedua orang tuanya.
"Adam.. kalau pun Adam pacaran, carilah yang biasa berjilbab jangan yang seperti ini" begitu tanggapan ibunya kepada ku, seketika amarah ku memuncak sampai ke ubun kepalaku, jika saja ini bukan ibunya Adam sudah pasti ku tampar mulut orang ini.
Tak sadar buliran air kecil jatuh dari mata ku, amarah ku terpukul hebat dengan tidak bertemu lawan hingga hati ku memutuskan untuk menangis.
Dengan sisa kekuatan hati, ku tahan tangis ini, sekedar untuk menghormati orang tua Adam.
"Ayah, Ibu, Maria minta maaf, Maria pulang dulu" ku ucapkan kata itu dan aku beranjak dari tempat ku berdiri menuju keluar untuk pulang. Di halaman garasi Adam, dari arah gapura pagar rumah nya terliha seseorang menggunakan pakaian seperti ninja menuju masuk berjalan ke arah ku. Terlihat Ibu Adam keluar dari dalam rumah menyambut kedatangan sosok ninja itu.
"Fatimah, Ya Allah tidak memberi kabar mau datang, ayo masuk sayang" dengan sangat lembut perlakuaanya kepada si ninja yang di sebut Fatimah itu, ketimbang kepada ku beberapa detik yang lalu.
Bagai di rejam batu satu gunung, sakitnya hati ku ini, hingga tak bisa lagi ku ungkapkan seperti apa rasa sakitnya ini.
"Maria, biar aku antar" Adam bersuara seraya menghentikan ku.
"Aku naik taksi saja, temui Fatimah ninja mu itu" jawabku dengan emosi tertahan.
Kutinggalkan Adam tanpa ku perdulikan dia mau bicara apa pun. Ku berdiri sekejap saja di bahu jalan sambil menanti taxi, dan tepat sekali taxi pun melintas, ku hentikan taxinya sembari aku masuk dan duduk di kursi belakang. Kemudian taxi pun melaju di jalan menuju alamat yang ku minta, rumah tempat ku dan juga surga ku..
Sampai di rumah aku menangis sejadi-jadinya di kamar, ponsel ku terlihat sudah banyak sekali berdering dilayarnya tertera nama Adam, dan sedikit pun aku tidak menggubrisnya. Kini aku merasa apa yang dulu sempat Adam katakan, bahwa perbedaan keyakinan kami ini yang membuat dia menjadi pengecut untuk meminta restu orang tuanya. Apakah aku harus mengakhiri hubungan ini, tapi aku sangat mencinta Adam, dan aku yakin Adam juga mencintai aku. Bagaimana aku menghadapi kedua Ayah dan Ibunya yang jelas-jelas mereka tidak menerima ku. Harapan ku hancur untuk dekat dan kenal dengan Ayah dan Ibu Adam, terlebih hancur lagi hinaan dari Ibunya meski tak diucapkan langsung namun cara dia membandingkan pakaian ku dengan sosok ninja itu jelas dia lebih menerima Fatimah.
Seketika aku teringat wanita yang berbicara dengan adam di taman kota, apakah itu wanitanya, apak dia yang Fatimah itu, apakah dia yang akan dinikahi Adam, apakah dia selingkuhan Adam, apakah Agrrrrr..... Aku benar-benar stres dengan ini semu. Ingin rasanya ku ambil gunting di meja riasku dan kutusuk saja tepat di tenggorok ku agar aku bisa tenang menemui bapa di surga. Tuhan kenapa kau beri aku cobaan begitu berat. Apakah dosa aku mencintai orang yang tidak seagama dengan ku, Tuhan aku mau mati saja jika aku tidak bersama Adam.