Reuni ?

Previous Chapter

Saat aku terus berlari melintasi lapangan, aku melihat Shido perlahan-lahan mengulurkan tangannya ke pintu bus.

Menyadari bahwa dia akan naik ke bus, dan mereka akan pergi tanpa aku..

'Tidak, Tidak akan terjadi. Aku tidak akan tertinggal karena ulah dua bajingan sial itu.' Batinku menolak

Dengan masih berlari aku menarik nafas dalam-dalam dan berteriak sekuat tenaga.

"MOOOOVVVEEEEE!"

*NOW*

Teriakan ku membuat orang-orang yang didalam bus menoleh ke arahku. Aku ingin sekali melihat ekspresi orang-orang tertentu didalam bus, namun sekarang aku fokus terhadap target utamaku yaitu Shido.

Sejujurnya, aku tidak benar-benar mengharapkan dia untuk menyingkir. Yang saya harapkan, teriakanku akan mengalihkan perhatian semua orang didalam bus sehingga saya bisa mendekat dan menaiki bus tersebut.

Dan yah…aku memutuskan untuk tidak menaiki bus dengan cara yang normal.

Shido, yang mendengar teriakanku berbalik dengan seringai diwajahnya, yang dengan cepat menghilang setelah dia melihatku, sekarang wajahnya menjadi pucat.

Aku bisa melihat keributan di dalam bus. Tapi untukku yang terpenting adalah, rencananya berhasil. Shido hanya berdiri disana seperti orang idiot. Dan saat dia gagal bereaksi beberapa detik saja sudah cukup bagiku untuk mencapai bus.

Aku melompat untuk memasuki bus, menabrak perut bagian bawah Shido, membuatnya jatuh ke belakang di tangga besi bus dan membuatnya jatuh pingsan.

Meskipun itu jelas tidak cukup untuk membunuhnya, sungguh menyenangkan untuk melakukan pembalasan kecil kepadanya.

Sambil menggelengkan kepalaku, aku melihat kesekeliling sebelum bangun. Aku kemudian melempar tongkatku ke kursi kosong di sebelahku sebelum menutup pintu bus.

Sementara itu, aku mendengar Kyoko berteriak.

"Shizuka-sensei, Drive."

Shizuka yang hanya menatapku seperti yang lainnya, segera berfokus dan menginjak pedal gas. Aku mendengarnya bergumam pada dirinya sendiri saat dia menghajar mayat di lapangan sekolah, sampai akhirnya bus ini menerobos pintu depan.

Aku masih berdiri di atas Shido saat bus berguncang, memikirkan apa yang harus kulakukan.

'Aku bisa menghajar wajahnya sekarang, dan bajingan pantas mendapatkannya. Tetapi itu mungkin akan membuat sisa bus sedikit panic, yah kecuali Rei dan mungkin Miku. Aku merasakan mereka sudah gelisah kepadaku setelah aku masuk. Jadi aku seharusnya mengamuk dan pergi semua hanibal di Shido..setidaknya tidak sekarang.' Batinku

Sementara aku tenggelam dalam pikiranku, aku melihat Shido sudah terbangun, matanya perlahan-lahan fokus kepadaku saat aku berdiri diatasnya.

"Maafkan aku, Tuan Shido, aku tidak melihatmu disana. Penglihatanku agak kabur karena ada sesuatu yang memukulku di belakang kepala beberapa waktu yang lalu." Kataku dengan nada dingin dan ekspresi datar sambil menatapnya.

"Aku…tidak apa-apa, yang penting kau aman. Bagaimanapun, itu adalah tugas guru untuk membuat siswanya tetap aman." Wajahnya masih pucat saat mengatakan itu, keringat membasahi dahinya. Dia tahu bahwa aku melihatnya.

Dia perlahan bangkit. Meluruskan jasnya dan berjalan tertatih-tatih ke belakang bus sekolah. Dan segera dia mulai berbisik ke kawanan kecilnya.

'Hmm pria itu sudah mulai merencanakan sesuatu ya. Sial dia bangkit dengan cepat, aku tidak menyesali apa yang kulakukan dan sekarang merasa lebih baik. Namun Shido ini baru pembalasan kecilku untukmu. Tunggu saja nanti dan kau juga Tsunoda, kau tak akan lolos dariku.' Pikirku menatap dingin ke arah kawanan Shido.

Aku mulai berjalan menuju kursi disebelah Miku yang melambai kepadaku dan menaru tasku di bawah lantai bus.

"Nero-kun kau tak apa.?" Tanya Miku dengan wajah khawatir.

"Hah.? Aku tak apa Miku-chan." Ucapku menenangkan.

"Kau yakin Marcial-kun." Tanya Kyoko yang datang menghampiriku.

"Sungguh sensei, aku tak apa-apa." Balasku

"Errr…Nero." Ucap Kohta pelan sambil menatapku.

"Hei Kohta, sudah kubilang aku punya rencana kan."

Saya menoleh setelah mendengar pernyataanku dan dia membuka mulutnya bersiap mengatakan sesuatu.

'Ya tuhan, tolong jangan.' Batinku meratap.

Namun, dia tak mengatakan apa-apa. Dia hanya menatapku selama beberapa detik,sebelum dengan cepat menoleh ke jendela.

'Huh aneh.' Batinku kebingungan melihat tingkah Saya sekarang.

"Nero-kun." Terdengar suara Rei memanggilku.

Aku segera menoleh kepadanya dan melihat dia menatapku dengan ekspresi khawatir, bukan hanya dia Kohta dan Saeko pun melihatku dengan sedikit kekhawatiran.

"Uhh. Aku baik-baik saja, apakah ada sesuatu diwajahku.?" Aku mulai menepuk-nepuk pipiku dengan ringan sebelum menatap ke arah kelompok lainnya. Namun semua orang hanya menatapku, Miku,Kyoko,Rei,Takashi,Saeko dan bahkan siswa yang bersama Shido, meskipun ekspresi mereka terlihat sedikit lebih…ketakutan?

Aku berdiri diam selama beberapa detik, namun setelah melihat ekspresi mereka tak berubah, aku mengeluarkan ponselku dari saku dan membuka kamera depan untuk melihat ada apa dengan wajahku.

Melihat bayanganku, aku menyadari mengapa kelompok Shido terlihat mau kencing di celana.

Seluruh wajahku berlumuran darah dan pakaianku terlihat seperti baru saja bergulat dengan beruang dan kalah.

'Yah aku terlihat seperti kotoran.' Pikirku

"Nah..uhh."

Aku memalingkan wajahku dari ponselku dan melihat-lihat kelompok itu.

"Apakah diantara kalian ada yang punya sapu tangan basah.?" Tanyaku tersenyum canggung.

Dan kau tahu apa yang tampaknya langka dalam wabah zombie? Yaitu adalah sapu tangan sialan.

"Tidak ada? Tidak ada yang punya.?" Tanyaku dengan tak percaya setelah mencoba meluruskan pakaianku agar tak terlihat seperti pembunuh gila.

'Yah seharusnya aku tak terkejut, mereka praktis melarikan diri hanya dengan pakaian mereka.' Batinku masam

Aku berbalik dan mengacak-acak tasku.

'Aku hanya harus menggunakan perban untuk menyeka wajahku.' Pikirku

Aku mengambil gulungan perban, membuka gulungannya dan akan segera menyeka wajahku dari darah yang masih cair. Namun sebelum aku sempat menyeka wajahku, Miku mengambil perban dari tanganku dan mulai menyeka wajahku dengan hati-hati.

"Errr..Miku-chan apa yang kau lakukan." Tanyaku dengan malu.

"Eh, aku hanya ingin membersihkan wajahmu. Kalau kau membersihkannya sendiri akan sangat lama, maka untuk mempercepatnya selagi darahnya masih cair dan belum mongering, aku akan membersihkannya." Ucap Miku sambil menatapku dengan polos.

Aku hanya diam dan membiarkannya menyeka wajahku sampai bersih, setelah bersih, aku mengambil potongan perban lainnya, lalu aku melepas sarung tanganku dan membuka potongan perban itu dan mulai membungkus tangan saya dengan bagian yang bersih, sampai sekitar setengah lenganku, dimana perbannya habis. Mengunci perban dengan klip yang menyertainya, aku kemudian melakukan hal yang sama untuk lenganku yang satunya dengan gulungan perban lainnya, sebelum memasang kembali sarung tanganku.

Setelah itu, aku mengambil pisauku dan memotong bagian perban yang berdarah, lalu melihat potongan darah di tanganku.

'Ini pertama kalinya aku melihat darah dari orang sekarat didepanku di dunia ini.' Batinku

"Uhh Nero.?" Aku menoleh ke arah suara itu dan melihat Kohta melihat tanganku bersama anggota kelompok lainnya.

"Aku tahu kamu mengatakan bahwa kau mengemasi barang untuk pekerjaan sambilan. Tapi apa sebenarnya pekerjaanmu? Pekerjaan apa yang membutuhkan pisau,tonfa dan perban.?" Kohta bertanya padaku sambil menunjuk ke perban, pisau dan tonfa yang dipegang Kyoko-sensei

"Aku juga tertarik untuk mengetahuinya. Itu adalah….kombinasi item yang cukup menarik." Aku berbalik untuk melihat pertanyaan itu datang dari Saeko.

Aku menarik nafas dalam-dalam dan mencoba memasang wajah seserius mungkin

"Pekerjaanku adalah membuat contoh bagi orang-orang yang tidak mau bekerja sama dengan bosku." Aku menanggapi dengan nada dingin dan ekspresi datar.

Jawabanku, membuat seluruh kelompok hanya menatapku.

Dan beberapa detik kemudian, wajah muramku pecah.

"Pffttt,hahahaha, Maaf, maaf my bad." Aku melihat kebawah dan menggelengkan kepalaku dengan sedikit terkekeh saat memasukkan pisauku kembali ke dalam tas kecil.

Kohta Nampak lega, Takashi melihatku dengan aneh, Rei hanya menatapku dengan tatapan kosong. Saya beralih dari cemberut 'Apa' menjadi cemberut 'Kamu idiot.', Saeko tidak benar-benar bereaksi terhadap keseluruhan situasi, dia hanya sedikit memiringkan kepalanya kesamping. Kyoko hanya menghela nafas pelan, sementara Miku-chan hanya melihatku sambil tertawa kecil dan terakhir, wanita berambut hitam yang sepertinya terlihat familiar yang hanya menatapku dengan aneh.

"Itu hanya sebuah tindakan pencegahan ' lebih baik aman daripada menyesal' saja." Ucapku mengangkat bahu

Seluruh kelompok terus menatapku.

"Aku membantu seorang teman dari 'teman' dengan pekerjaannya. Dia menjual senapan untuk berburu, kami pergi ke hutan belantara dan aku memfilmkannya saat dia menggunakan senjatanya. Seperti video promosi untuk barang-barang yang nantinya akan dia coba jual, kami tidak benar-benar membunuh siapapun." Ucapku berbohong.

Seluruh kelompok terus menatap.

"Ohh masuk akal." Ucap Kohta

"Tunggu? Benarkah.?" Takashi melihat ke Kohta bahkan lebih aneh dari sebelumnya.

"Yah aku telah bertemu 'temannya' ini. Jadi , ya aku bisa melihat itu benar-benar terjadi."

"Bagus, sekarang kita punya dua penggila senjata." Saya mengerang sebagai tanggapan.

Tertawa karena ucapan Saya, aku berterima kasih kepada Kohta dalam batinku karena mengeluarkanku dalam situasi gawat ini.

"Yah walaupun aku sudah mengennal sebagian besar orang disini, aku akan tetap memperkenalkan diri. Namaku Nero Marcial." Ucapku memperkenalkan diri kepada Takashi dan gadis yang tak kuketahui namanya.

"Eh.. aku Takashi Komuro." Takashi mengangguk sedikit bingung.

"Aku..aku Toshimi Niki." Ucap wanita itu yang membuatku sedikit kaget.

'Bukankah dia mati tergigit zombie.?' Batinku kaget.

"Dan ya Marcial. Guru dibelakangmu itu adalah nona Shizuka Marikawa." Kata Saeko memperkenalkan Shizuka

"Ohhh itu aku, senang bertemu denganmu Marial,Marceial ughhh…" Shizuka setelah mendengar namanya melanjutkan untuk mencoba mengubah namaku menjadi sesuatu yang lembut.

'Jika aku mengatakan bahwa aku terkejut, aku akan berbohong..lagi.' batinku menghela nafas.

"Ehh.. Nero saja tak apa." Ucapku

Kelompok itu terkikik diam-diam, sementara Shizuka cemberut dan diam-diam terus berusaha menyebutkan nama keluargaku dengan benar.

Setelah selesai saling menyapa, aku beralih ke Saya

"Jadi..apa yang terjadi, kamu baik-baik saja?" aku bertanya pada Saya

"Hah, apa maksudmu.?" Dia bertanya sedikit cemberut.

"Nah, setelah kita berpisah aku mencoba mencari kalian lagi tapi…" sebelum aku selesai bicara

"Kami tidak bisa menunggu anda dikelas itu, itu terlalu berbahaya." Dia berkata, sambil menyipitkan matanya.

"Eh, bukan itu yang akan aku tanyakan..Apakah kamu berteriak di lantai dua,saat matahari terbenam.?"

'Yah aku tahu itu dia. Tapi kupikir setidaknya lebih banyak interaksi dengannya akan membuatnya kurang beracun kepadaku.' Batinku

Matanya melebar lalu dengan cepat mengerutkan kening dengan marah.

' Ohh tidak, menurutku itu mungkin topic yang buruk…jelas subjek yang buruk untuk dibicarakan. Ya tuhan. Aku idiot.' Batinku menyesal

"Jika kamu tahu itu aku, mengapa kau tak datang untuk membantu!" dia bertanya dengan suara cukup keras.

"Aku mengalami 'masalah'." Aku menjawab saat aku berbalik untuk melihat perban berdarah ditanganku.

Aku kemudian menatap sekilas ke belakang bus.

Shido sudah lama pulih dari 'kecelakaan' kecilnya dengan lantai bus dan sekarang sudah mengoceh tentang bisnis 'pemimpin' kepada semua orang yang mentolerirnya. Yaitu semua orang yang tidak dalam kelompok 'utama'

"Maafkan kami, Marcial-kun. Kami mencoba mencarimu, namun terlalu banyak mayat di lorong sehingga kami tidak bisa mencarimu dengan efisien." Ucap Saeko menyesal. Dan wajah Rei,Miku dan Kyoko juga terlihat menyesal.

"Tidak apa-apa, toh aku berhasil selamat sekarang." Aku menghela nafas dan memutuskan untuk tidak menggali topic ini lebih jauh.

'Setidaknya mereka peduli kepadaku. Jadi kesempatanku untuk lebih dekat dengan mereka masih ada.' Pikirku bercanda.

"Ngomong-ngomong apa yang terjadi kepadamu Nero-kun? Kamu terlihat sangat buruk saat menaiki bus." Tanya Rei kepadaku.

Aku mengalihkan pandanganku ke kawanan kecil Shido sebelum menjawab.

"Aku akan memberitahumu semua saat waktunya tepat. Dan sekarang tidak, percayalah." Rei,Saeko dan Miku mengikuti arah pandangku, melihat Shido lalu kembali kepadaku, dan menganggukkan kepala mereka.

Anggota kelompok lainnya, setelah melihat ketiga gadis itu setuju untuk menunggu, memutuskan untuk tidak membicarakan masalah ini juga.

Aku kembali ketempat dudukku disamping Miku dan meletakkan tasku di dibawah kursi dan duduk dengan nyaman. Setelah nyaman dengan tempat dudukku, aku segera mencari ke tasku dan mengeluarkan peta.

"Nona Marikawa, bisakah anda memberitahuku dimana kita sekarang."

Aku bertanya kepada Shizuka sambil melihat peta, dia menoleh sedikit.

"Hmm.. kurasa kita baru saja melewati papan bertuliskan blok 11-60 dari lingkungan Kawashimo." Dia menjawab sambil melihat sekeliling kaca depan.

"Hmm, begitu. Terima kasih." Aku berterima kasih dan fokus kembali ke peta.

'Aku perlu memikirkan di mana Shido akan melakukan aksi kecilnya, jadi aku bisa merencanakan rute ketika kita berpisah. Aku berharap bisa menghentikan Rei dari berpisah dengan anggota kelompok lainnya.' Batinku

Melihat peta, saya menandai lokasi bus sekarang dan kemudian melihat jembatan terdekat yang tergambar di peta.

'Hmm, kota ini sebenarnya adalah tiga daratan raksasa yang dihubungkan oleh jembatan, dan dikelilingi oleh laut disalah satu ujungnya. Saat ini kita berada di 'pulau' paling kanan, dengan kantor polisi terdekat, yang adalah tempat dimana Takashi menetapkannya sebagai tempat bertemu, sebagai daratan pusat. Artinya jika kita menggunakan tempat pertemuan asli, kami harus melewati jembatan untuk sampai kesana, dan sebagian besar jembatan akan tersumbat oleh mobil atau diblokir oleh polisi.'

'Dalam anime, Takashi bertemu kembali dengan kelompoknya di jembatan yang diblokir dengan keberuntungan belaka. Bukan sesuatu yang ingin saya andalkan sekarang. Aku akan mencoba mencari tahu kapan dan dimana Shido akan bertindak dan kemudian menemukan lokasi terdekat yang bisa kita jadikan tempat pertemuan kalau terpisah seperti taman atau bahkan jembatan itu sendiri.'

Setelah berpikir, aku memutuskan untuk beristirahat sebentar, aku melipat kembali peta dan melihat perban berdarah yang masih aku miliki ditanganku.

Aku kemudian meninggalkan perban berdarah itu pada pegangan logam di depanku.

'Beristirahatlah dalam damai, hanya itu yang dapat aku tawarkan kepadamu.' Batinku mendoakan siswa yang mati di depanku.

Aku memejamkan mata dan kemudian memutuskan untuk bersandar ke bahu Miku yang berada disampingku duduk di samping jendela. Dengan mata terpejam, yang bisa kudengar hanyalah mesin bus, nafas tenang Miku dan bisikan diam dari kelompok Shido.

Miku yang merasakan aku menyandarkan kepalaku dibahunya, hanya diam dan mengelus rambutku dengan pelan dengan tangannya.

Tak disadari oleh mereka, ada beberapa mata cemburu yang melihat kejadian itu.