Payback?

Setelah menjauh dari lokasi terjatuhnya bus tadi, tidak butuh waktu lama bagi kami untuk terjebak dalam kemacetan. Bahkan jika kita tidak mencoba melewati jembatan, kita masih akan berakhir di kemacetan ini. Karena kebanyakan jalan kini tidak bisa begitu saja di lewati oleh bus sehingga kami tidak bisa pergi bebas kemana pun kita mau pergi, baik itu karena kecelakaan mobil yang ada ataupun karena blokade polisi. Pada akhirnya kami terpaksa datang kesini bersama setiap warga yang selamat yang mencoba melarikan diri menggunakan mobil mereka.

Dan yang lebih menjengkelkan lagi, Shido setelah menjadi pemimpin 'terpilih', mulai melakukan pidato-pidato yang menyebalkan. Dia tidak akan tutup mulut bahkan sedetik pun. Dan untuk menambahkan bahan bakar ke api, kelompoknya kini memandangku dengan mata bau, sementara Shido terus mencoba mengipasi api itu.

Aku memalingkan kepalaku dari peta yang kubaca, dan menoleh ke jendela.

"Nona Marikawa, kurasa kita tak akan bisa mengubah rute seperti ini. Semua pintu keluar diblokir dan satu-satunya cara untuk pergi adalah menuju jembatan. Dan dengan kecepatan yang kita tempuh sekarang, bahkan jika itu besok siang kita tidak akan bisa melewati jembatan itu." Aku berkata ke Shizuka sebelum menoleh kembali ke peta.

Shizuka sendiri sedang bersandar di kemudi mobil saat aku bicara. Dia menghela nafas sebelum melepaskan tangannya dari kemudi dan meregangkan tubuhnya.

"Dan ini bahkan belum malam." Keluhnya

'Bukan itu masalahnya, dasar kau pirang seksi. Aku perlu mencari cara untuk membuat kelompok 'ku' keluar dari bus. Aku tidak ingin menghabiskan malamku tepat di sebelah bajingan dan kelompoknya itu." Pikirku.

Aku bangkit dari kursiku dan mendekati semua orang yang ada dikelompok 'ku' yang semuanya berada di kursi di belakangku. Aku berdiri disamping kursi yang diduduki oleh Miku dan Rei. Sementara Kyoko,Saeko,Kohta dan Saya yang tidak jauh dari kursi mereka berdua menoleh kearahku.

"Kurasa sekarang ini saat yang tepat untuk memberitahumu apa yang terjadi padaku di saat disekolah." Kataku sambil menatap mereka satu-satu. Mereka mencondongkan tubuh kearahku, aku memberikan mereka isyarat dengan kepalaku agar mereka maju ke depan bus.

"Tidak disini, dan jangan datang sekaligus. Itu akan mengalihkan perhatian Shido ke kita, aku tidak mau berurusan dengan omong kosongnya sekarang."

Aku kembali ke kursiku dan mulai mengemasi barang-barangku. Satu per satu, yang lainnya berjalan ke depan bus dan duduk di dekatku.

Syukurlah Shido dan kelompoknya terlalu sibuk dengan omong kosong mereka untuk menyadari kami semua berkumpul di depan bus.

"Jadi apa yang terjadi.?" Saeko bertanya.

"Shido terjadi, saat kita masih di dalam sekolah." Kataku sambil memandang kebelakang bus.

"Anda bertemu Shido sebelum kamu memutuskan menerobos kearahnya.?" Miku bertanya sambil memiringkan kepalanya.

"Ya..dan bajingan itu bersama Tsunoda mencoba membunuhku." Aku menanggapi sambil melipat tanganku di dada.

Selain Shizuka yang lainnya walau mereka agak bereaksi dengan pernyataanku. Mereka tidak 'begitu' terkejut? Kurasa reputasi Shido mendahuluinya.

"Nero, apakah kamu yakin mereka mencoba melakukan itu? Meskipun aku mengakui tidak menyukai mister Shido dan reputasinya dengan staff lain bukanlah yang terbaik..mungkin kamu hanya salah paham tentang sesuatu?"

Shizuka berbicara dengan terkejut dan beberapa ketidakpercayaan tertulis diwajahnya.

Aku menghela nafas dan menggelengkan kepalaku sedikit.

"Ketika aku 'terjebak' dengan kelompoknya, kami diserang. Salah satu siswa ada yang terluka ketika kami mencoba keluar dari sekolah. Aku seharusnya tahu untuk tidak berpaling dari bajingan itu, namun aku melakukannya dan dia mencoba menjatuhkanku…atau langsung saja membunuhku dengan tongkatku sendiri ketika aku mencoba membantu siswa tersebut, dan Tsunoda bajingan itu menusukku dengan pisaunya. Untungnya bagiku dia mengayunkan tongkatku dengan ceroboh dan tusukan Tsunoda tidak terlalu mengganggu pergerakanku, kalau tidak aku mungkin tidak ada disini sekarang."

Shizuka menutup mulutnya dengan tangan sekarang dengan ngeri sambil menatapku dengan khawatir. Yang lain juga menatapku dengan khawatir.

"Kau ditusuk? Apa kau baik-baik saja Nero-kun.?" Tanya Miku khawatir.

"Ya aku tak apa jangan khawatir." Ucapku menenangkan mereka.

"So jadi masalah kita sekarang adalah dengan kecepatan yang kita tuju sekarang, kita tidak akan pernah mencapai taman. Terlebih lagi, sebagian besar jalan sepertinya diblokir oleh polisi atau secara umum dalam kondisi yang buruk. Aku berpikir kita tidak akan bisa tiba di tempat pertemuan dalam waktu dekat jika kita tetap di bus. Dan aku berani bertaruh, bahwa Shido akan semakin tak masuk akal dalam tindakannya seiring berjalannya waktu."

Setelah itu, mereka terdiam untuk beberapa saat, hingga.

"Kau benar tentang taman, kami tidak akan pernah sampai jika seperti ini." Rei melihat keluar jendela saat ia berbicara.

"Jadi apa yang harus kita lakukan? Apakah kamu lebih suka berjalan?" Saeko bertanya sambil menatapku.

'Heh terima kasih, samurai sadisku.' Batinku sambil tersenyum sedikit.

"Ya aku lebih suka berjalan kaki. Sial aku tak ingin menghabiskan malamku disini dengan tuan 'pemimpin' berada di sekitar. Dan semakin banyak waktu yang terbuang disini, semakin sedikit waktu yang ku miliki untuk mencari tempat yang aman untuk ditinggali hingga malam mendatang.

'Sejujurnya aku tak ingin memikirkan bagaimana rasanya melewati malam sendirian saat dikelilingi di semua sisi oleh mayat berjalan. Itu adalah bahan mimpi buruk yang mengerikan.' Pikirku.

"Kita" ucap Saeko dan Miku berbarengan.

"Uhh kita?" aku memiringkan kepalaku.

"Ya kita, aku setuju bahwa tinggal disini tak akan ada gunanya bagi kita. Jadi kupikir kita harus turun dari bus juga." Kata Saeko sambil memandang yang lainnya.

"Ya aku juga setuju." Ucap yang lainnya.

"Kalau begitu sudah diputuskan, kita semua akan pergi." Saya menutup kesepakatan saat kami semua mengangguk bersama.

Sebelum kami bangun dari kursi kami, suara lembut terdengar dari kursi pengemudi.

"Ummm,bolehkah aku ikut juga? Aku tidak ingin ditinggal sendirian dengan mister Shido." Aku melihat Shizuka yang menatap kami. Aku tersenyum dan mengangguk. Dia bertepuk tangan sambil tersenyum, dia menarik rem tangan sebelum bangun.

Aku baru saja akan mengangkat tasku, ketika keributan yang kami buat akhirnya menarik perhatian Shido, menyebabkan dia mengalihkan perhatian ke kami

"Apakah ada masalah? Sebagai kelompok kita harus tetap bersama. Jika ada sesuatu yang ingin dikatakan, kita semua harus mendengarnya, bagaimanapun juga rahasia bisa menyebabkan pertengkaran. Dan sebagai pemimpin, aku tidak bisa membiarkan hal itu terjadi benarkan." Dia berkata sambil melebarkan tangannya seperti matahari baru saja bersinar dari pantatnya, kelompoknya bertepuk tangan di belakangnya.

'Ya tuhan, apakah para idiot itu akan bertepuk tangan dari setiap kata yang keluar dari mulutnya.' Batinku kesal.

"Terima kasih, tapi tidak Shido, kami punya agenda sendiri. Kami tidak punya alasan untuk tinggal bersamamu." Rei menjawab dengan nada tajam. Seringai Shido semakin melebar.

"Yah Miyamoto, ini adalah Negara bebas, kau bisa melakukan apapun yang kau inginkan…tapi."

Shido kemudian menjilat bibirnya.

'Ya tuhan, aku benar-benar ingin meninju wajahnya sekarang.' Pikirku.

"Nona Marikawa tetap tinggal. Akan sangat buruk jika kita kehilangan pengemudi dan petugas medis kita dalam situasi ini."

Shido kemudian mulai berjalan menuju ke arah kami.

'Apa yang dilakukan idiot ini. Apakah dia benar-benar berharap dapat mengintimidasi kami setelah kita benar-benar berurusan dengan zombie sialan? Mungkin sebaiknya aku benar-benar…Tidak, tunggu, aku ingat adegan ini.'

Mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya, aku mengambil tasku dan menaruhnya di punggungku, dan kemudia aku berjalan mundur dengan perlahan sampai aku merasakan kemudi di tanganku.Lalu..

Aku mendengar Kohta menembak Shido dengan pistol pakunya.

'Baik ini kesempatanku.'

Sementara Kohta membuat bajingan itu sibuk, aku mengalihkan pandanganku ke setir bus mencari kuncinya.

Dan saat Kohta mulai berteriak, aku mematikan mesin berharap semua orang terlalu fokus pada Kohta untuk menyadari bahwa bus telah mati.

"Busujima-senpai, keluarlah terlebih dahulu, aku akan menjaga dibelakang." Aku mendengar teriakan Kohta.

'Baik saatnya pergi.' Pikirku

Aku mengambil kunci bus dan mengantonginya.

"Ayo Kohta, Satu-satunya hal yang bisa dilakukan orang-orang ini adalah menjadi umpan hidup untuk zombie." Ucapku dengan seringai kejam sambil menatap Tsunoda.

Kohta mengangguk, dan tanpa mengalihkan pandangan dari Shido, dia mulai berjalan mundur menuju pintu, sambil tetap mengarahkan pistolnya ke wajah Shido.

Saat Kohta turun, aku mulai berjalan menuju tangga, menatap bajingan itu sepanjang perjalanan ke tangga. Mulutku kemudian melengkung menjadi seringai.

"Lain kali aku melihatmu, aku akan menjadikanmu dan kelompokmu umpan hidup ke zombie, semoga kau suka berjalan." Aku berjalan keluar bus dan membanting pintu kemudian berlari ke kelompokku.