Prolog

Adelia menuruni tangga flatnya dengan gontai sambil memegang seplastik sampah yang akan dia buang di tong sampah besar di lantai 1. Ia bernyanyi-nyanyi kecil dengan gaya centil dengan gaya feminine-sexy andalannya. Ia mengenakan gaun berbahan silky berwarna ungu muda selutut, sepatu boot bulu atau biasa disebut ugg booth berwarna hitam dan sebuah longcoat hitam dengan aksen bulu di bagian leher. Sebuah syal berwarna ungu tua andalannya melingkar manis di lehernya. Tidak lupa tas tangan kulit berwarna hitam di sandingkan di pundak kirinya. Perth di Bulan Agustus masih dingin, dan Adelia sudah pernuh persiapan. Ia akan ke city bersama Malik dan Lisa.

Tiba-tiba ia hampir bertubrukan dengan Bastian. Ia sepertinya baru keluar dari flatnya di lantai 1, dan akan membuat sampah juga. Benar-benar sebuah kejadian buruk untuk memulai pagi yang masih mendung ini. Ia melemparkan seplastik sampah itu ke dalam Tong besar, dan berlalu sambil pura-pura tidak melihat sang suami barunya itu. Ia mengibaskan rambut super panjang dan ikalnya itu sambil membalikkan badannya membelakangi Bastian.

"Heh! Adelia! Liat sini! Kamu tuh sekarang jangan macem-macem. Mulai dari beberapa hari yang lalu, kamu tuh uda resmi jadi ISTRI ORANG! Istri aku!", hardik Bastian. Adelia lantas berhenti sejenak, membalikkan badannya dan menatap Bastian sambil melotot.

"Trus napa kalo uda jadi istri orang? Situ mau atur-atur apa? Uang belanja uda kasih belon? Jangan sok ngatur-ngatur aahhhh", jawabnya sambil kembali mengibaskan rambutnya dan kembali membalikkan badannya dan berjalan.

"Hehh! Stoppp! Dipanggil suami ga nurut! Udah nyuci bajuku blon? Sarapan pagiku mana? Kamarku tuh belon diberesin! Sana beresin! Nih kuncinya!", perintah Bastian sambil menyodorkan segerombolan kunci, yang Adelia yakin itu gabungan antara kartu akses masuk flat, kunci masuk kamar, kunci loker flat dan mungkin kunci loker kampus.

"Cihhhh, enak aja. Emang eyke pembokat apa? Disini tuh cleaner ama maid dibayar tau gaaakk! Dibayar mahal. Lu sanggup bayar guweeeh? Lu kira tugas istri itu cuma Dapur Sumur Kasur hah?? Uda yeee, guweeeh mau pergi dulu. Urusan persuami istrian, kita bahas nanti ajah. Aku perlu waktu buat ngolah ini semua. Bhaayyyy", pamitnya sambil segera berlalu. Kepikiran sih untuk ngibasin rambut lagi, tapi Adelia kuatir rambutnya jadi super kusut dari tadi di kibas - kibis - kibas - kibis.

"Lo mau kemana emangnya? Sini gue anter", perintah Bastian. Sejenak Adelia membayangkan dirinya berada di mobil Mitsubishi Lancer yang sudah berumur 15 tahun itu. Begitupun, pasti didalamnya lebih nyaman dan hangat dibandingkan naik bus. Tapi...

"Ogah", jawab Adelia.

"Adelia, guwe kasi tau mama ya!", ancam suaminya itu. Hal itu membuat Adelia bergidik, memutar tubuhnya dan menatap Bastian dengan tampang murka. Mulutnya mengerucut sehingga hidungnya tampak membulat. Pipinya sudah merona, antara kedinginan dan amarah mau meledak.

"Ngadu muluuuu ngadu muluuuu! Apalagi yang mau lu aduin? Ga dikasi makan? Ga diurusin? Ga di temenin tidur? Sonooo ngadu aja teroosss!", emosi Adelia memuncak. Ia melangkah mendekati Bastian dengan mata melotot. "Guwe kasi tau ya, perjanjian kita adalah, selama guwe kuliah, lo ga bakal ngatur-ngatur idup guwe. Mau guwe punya pacar 5, mau guwe pesta ampe pagi, mau guwe pake bikini ke kampus, it's my decision. Kalopun ternyata kita uda harus kawin sekarang, guwe masih ada 1 tahun lagi untuk nikmatin hidup guwe. Plisss.... Pliss Bastian, hargai idup gue. Lo tenang ajeeee, kuliah ini kelar, guwe bakal jadi istri macam apa pun yang elooo mau. Puas???", tutur Adelia dengan nada tegas sambil mengetatkan rahangnya menahan amarah. Bila dia harus berbicara seperti itu lagi 5 menit lagi, pastilah rahangnya itu super pegal.

Bastian diam. Adelia juga terdiam. Suasana hening seketika. Ketika akhirnya tidak ada yang menanggapi lebih dari 2 menit, tanpa pamit, Adelia mulai membalikkan badannya dan mulai berjalan lagi menjauhi Bastian.

"Yaa kalo looo setaon ke depan hidupnya begitu, ya guwe maleslah nerima lo lagi. Siapa tau uda jadi barang bekas", kilah Bastian yang ia tau pasti akan menyulut emosi istri barunya itu.

Adelia berhenti sebentar, namun ia enggan membalikkan badannya. Ia tau apapun yang akan ia katakan selanjutnya, hanya akan dibalikkan oleh cowok itu. Ia paling pintar berdebat. "Fine, cerein aja aku. Gampang kan?", jawabnya santai dan berjalan lebih cepat menuju stasiun bus bernomor 34 yang terletak hanya 1 kilometer dari asrama mereka.