BAB 5: First City Tour

Adelia dan teman-teman barunya akhirnya memutuskan untuk janjian di City. Mereka akan berkumpul di London Court, sebuah lorong indah bernuansa Inggris yang sangat keren. Adelia sudah sempat melihat ulasannya di internet. Diva dengan seksama sudah memberikan instruksi bus nomor berapa yang harus ia naiki dan halte mana yang harus ia tuju. Ia sudah mencatat segala keperluan yang mungkin harus ia beli di city: sarung tangan, sepatu boot bulu, kartu prabayar Australia, dan mengurus kartu kerja. Mereka memutuskan untuk mencari lowongan pekerjaan paruh waktu, mumpung kuliah bridging program belum terlalu padat.

Jantung Adelia bergetar hebat ketika akhirnya bus bernomor 77 itu berhenti di hadapannya. Ia bersama puluhan mahasiswa langsung menaiki bus itu. Adelia tersenyum kepada sang supir dan memberikan koin ke tempat yang disediakan. "You better buy a card, dear", sapa sang supir ramah. Seorang wanita bule bertubuh agak gemuk. Adelia tersenyum ramah dan mengangguk. Ia berjalan menyusuri lorong, dan sepertinya hampir semua tempat duduk sudah ditempati. Ia mencoba berdiri dan menarik salah satu pegangan tangan yang menggantung dari langit-langit bus. Ughhh tinggi banget sih, batinnya.

"You can take my seat, I don't mind standing", kata seseorang yang sepertinya salah satu mahasiswa yang berdiri dan membiarkan Adelia duduk. Adelia mengeleng dan mengibas-ngibaskan tangannya. "No..no nooo", katanya ramah. Sang cowok tetap berdiri dan mau tidak mau Adelia duduk. Sang cowok berdiri tepat di sampingnya. Adelia berusaha untuk tersenyum ramah kepadanya, dan sang cowok membalas. Ahhhh nikmatnya. Bisa duduk, sambil melahap eehh maksudnya memandang cowok bule cakep yang berdiri di sampingnya. Hehehehe

Adelia menatap penumpang disampingnya, seorang cowok tegap berkulit hitam. Pakaiannya rapi, dan ia sangat wangi. Ia tersenyum sopan kepada Adelia. Gadis itu membalas senyum. Adelia bisa membayangkan, betapa romantisnya bila bisa berkencan di bus seperti ini… Berpegangan tangan, ngobrol, dan tertidur di bahunya….Uhuuyyyy

---

Adelia sangat menikmati pemandangan dari jendela bus itu. Pemandangan yang sangat indah yang hanya bisa ia lihat di luar negeri (yaaa ia kan sekarang sedang di luar negeri ya?), Swan Lake yang terkenal, mereka melewati hotel dan tempat judi Burswood, sampai akhirnya mereka memasuki kawasan kota yang di dominasi gedung-gedung perkantoran. Bus berhenti tepat di sebuah distrik CBD, dimana terdapat kawasan perkantoran bergabung dengan kawasan ritel. Seperti instruksi Diva, stop dan kamu akan melihat sebuah gang dengan petunjuk "London court". Adelia berjalan pelan mengikuti arahan yang sudah ia catat.

Ketika ia memasuki lorong itu, Adelia begitu takjub. Wow, keren banget! Aneka toko kopi mungil, berpadu dengan toko-toko yang menjual souvenir khas Ausie, Toko kue, toko ini, toko itu, semua dengan tema design yang sama: tudor style, seperti di London. Adelia berjalan pelan dan berdiri di tengah. Ia melihat, tidak hanya dirinya, ia memperhatikan banyak orang yang membuat tempat ini sebagai "meeting point". Beberapa kali ia melihat orang saling bertemu dan berpelukan, sampai akhirnya mereka melanjutkan ke arah ujung lorong. Sepertinya memasuki kawasan ritel.

Akhirnya satu persatu teman-teman Asianya sudah berkumpul. Alih-alih menyusuri kawasan ritel itu, Tim mengarahkan mereka ke kantor yang akan memberikan mereka ijin untuk bekerja di Ausie. Ia sudah mendapatkannya beberapa hari sebelumnya, dan ia dengan sukarela membantu teman-temannya yang lain. Malik yang paling bersemangat.

"Gue mau beli mobil cuyy. Bokap ga ngasi duit. Gue denger, disini mobil harganya murah banget! Masak ada mobil harga 30jt, tapi masih bisa jalan cuuyyyy. Nah kata si Tim, disini beli mobil murah gitu bisa nyicil mingguan! Seminggu 200-300 dollar. Lumayan banget kan?", jelasnya lebih antusias. Lisa dan Adelia hanya geleng-geleng kepala. Mobil apaaa coba harga 30jt di sini?

Setelah akhirnya mereka mendapatkan kartu ijin bekerja mereka, tidak membuang waktu, mereka akhirnya bergerak menuju kawasan Northbridge, kawasan Chinatown-nya Perth lah. Kawasan itu terkenal dengan distrik hiburan dan tempat makan. Menurut penelitian, jumlah tempat makan yang ada di kota Perth lebih banyak dari pada jumlah penduduk yang bisa mengisinya. Artinya, kemungkinan mereka-mereka ini mendapatkan pekerjaan secara paruh waktu juga lebih besar. Satu persatu mereka memasuki restoran dan cafe dan menanyakan apakah mereka bisa mendapatkan pekerjaan.

Tam dan Tum akhirnya mendapatkan pekerjaan paruh waktu disebuah restoran Thailand. Tom mendapatkan pekerjaan sebagai pencuci piring di sebuah rumah makan Cina, sedangkan Kylie mendapatkan pekerjaan di restoran yang sama sebagai pelayan. Lisa masih yang paling pemilih. Ia ingin mencoba di restoran-restoran Western.

"Kan lumayan bisa makan gratis di tempat-tempat yang makanannya enak. Kalau mau kerja kayak gini, pastikan kita suka dengan makanannya cuyyy", jelasnya. Ia kemudian mencoba-coba masuk berbagai cafe. Tapi sepertinya belum ada yang nyantol.

Adelia melihat sebuah restoran yang terletak di hook, restoran itu sepi dan sepertinya belum buka. Benar saja, Adelia melihat tandanya. Open 11-14 and 17-20. Maya Masala, sebuah restoran yang sepertinya menyajikan masakan India. Adelia maju mundur. Sedari tadi ia belum mencoba masuk ke tempat manapun. Kalau ini gagal, mungkin ia tidak akan mencoba lagi. Ia belum memutuskan untuk mau bekerja paruh waktu, ia hanya ikut-ikutan saja.

"Excuse me, I need a job", katanya pelan. Kemudian ia berfikir lagi, harusnya bukannya dia bertanya lebih sopan, seperti, Excuse me, do you have any job vacancy or anything, hihihi. Sudahlah.

Seorang pria paruh baya yang sepertinya orang India asli, menatapnya tajam. Sepertinya sang pria sedang menghitung-hitung sesuatu dengan kertas penuh angka dengan kalkulator besarnya. Ia membuka kaca mata plusnya dan memberikan gestur dengan tangannya agar Adelia lebih mendekatinya. Adelia berjalan perlahan sehingga ia sekarang berdiri tepat satu meter dari sang Pria. Mafia kah ia?

"What can you do?", tanyanya dengan nada suara baritone yang tegas. Adelia bingung. What can I do? Selama ini ia hanya bekerja sebagai pion di perusahaan EO mamanya. Entah itu menghias ini itu, mengatur-atur kursi, memastikan makanan sesuai dengan yang dipesan, atau menjadi kuli angkut barang. Tapi ia tidak gentar.

"I can do anything. Even washing dishes", katanya mantap. Tapi bener kok, dia juga bisa nyuci piring kok. Yang ia tidak tahu adalah, mencuci piring di restoran itu konsepnya sangat berbeda. Sang godfather memperhatikan Adelia dari atas ke bawah, dan menatap tajam matanya.

"Ok, we need a waitress. You, I pay you 12 dollar per hour. Give me your phone number, and I will text your shift", katanya lagi. Adelia terbelalak tak percaya! Aku di terima!!! Ia lantas menuliskan nomor telepon yang baru saja ia beli di dekat London Court tadi.

"Here is the menu, try to learn something from this", katanya. Adelia tidak mampu melukiskan betapa hepinya ia. Ia kemudian berlari keluar mencari teman-temannya dan melaporkan statusnya. Para pencari kerja yang berhasil, langsung bergandengan tangan dan melompat-lompat dengan norak. Lisa menjadi lebih depresi, karena ia belum menemukan pekerjaan.

"Malik, Lisa, no worries, No need job like this. To cheap. To cheap", kata Tim. Malik langsung tertarik. Apakah cowok ini akan menawarkan pekerjaan yang lebih beresiko tapi uangnya lebih banyak? Apa itu? Merampok bank?

"Cleaner, maid, more money", katanya sambil menggesek-gesekkan jempol dan telunjuknya. Malik dan Lisa tertarik. "Waitress paid 10 to 12 dollar per hour. Cleaner can get 25!", jelasnya. Malik dan Lisa langsung tertarik dan langsung didaftarkan oleh Tim. Cowok dari Cina itu langsung menelfon bosnya.

Adelia tidak habis pikir. Ia yakin baik Malik dan Lisa adalah anak-anak yang dimanja super abis dengan para asisten rumah tangga di Indonesia. Apa mungkin mereka sanggup kerja sebagai cleaner di hotel, kantor bahkan instansi? Adelia yang harus membayangkan membersihkan asramanya seminggu sekali aja udah mau pingsan hihihi.

"How many toilet should we clean in 1 hour?", tanya Malik lugu.

Tim berfikir dengan serius dan menghitung-hitung. "About 10, I think", katanya santai. Malik dan Lisa mau pingsan.