BAB 10: First Class

Tidak ada bubur hari ini di meja makan Bastian. Hanya secangkir kopi dan 2 lembar roti yang ia hangatkan di microwave. Ada butter buatan lokal dan selai coklat yang siap untuk di gunakan. Ia sungguh merindukan menu-menu sarapan ala Jakarta. Nasi uduk, bubur ayam, lontong sayur dan nasi goreng. Semua itu tadinya mudah ia dapatkan, karena setiap pagi gerobak mereka berseliweran di depan rumahnya. Mbak Tinah sang asisten rumah tangga pun sigap dengan menu lauk-lauk lezat setiap pagi. Hari ini, ia harus puas dengan roti gandum.

Pagi - pagi adalah hari yang tenang bagi mayoritas mahasiswa pasca sarjana, terutama bila mereka mengambil jurusan bisnis. Hanya kuliah umum yang dilakukan di pagi hari, dan itu juga jarang terjadi. Biasanya kuliah akan berlangsung mulai pukul 4 atau 5 sore, dimana mahasiswa-mahasiswa lokal yang bekerja dapat bergabung. Bastian mengambil 4 mata kuliah semester ini, jadwal kuliahnya memang tidak begitu padat. Ia saat ini hanya ingin menikmati pagi yang masih mendung sambil memandangi balkon flatnya.

Ketika asramamu di lantai 2, balkon adalah tempat yang menyenangkan. Dengan luas 1 x 3 meter, cukup untuk beberapa buah kursi untuk bersantai sambil minum beer. Setidaknya itulah keadaan balkon di Asrama George James House lantai 2 dan 3. Lain halnya bila flat terletak di lantai 1, dimana balkon hanyalah sebuah batako seukuran 1x3 yang sejajar dengan rumput. Tidak ada kursi yang bisa diletakkan disitu karena akan mengganggu pemandangan lantai dasar. Pintu balkon harus selalu di kunci untuk keamanan dan terbebas dari hewan liar. Yang paling menyebalkan adalah, setiap kejadian di dapur atau common room, dapat terlihat jelas bagi orang yang lalu-lalang di depan balkon mereka.

Bastian menatap pintu balkon yang terbuat dari kaca itu. Ukurannya cukup luas, hampir sepanjang balkon, sehingga pemandangannya nyata: taman yang terletak di antara 2 gedung flat, sekilas ia bisa menatap balkon lantai 1 gedung sebelah, dan beberapa mahasiswa yang sedang bersiap-siap untuk kuliah pukul 8. Bastian sedang menyesap kopinya untuk kedua kali, ketika ia melihat sesosok gadis yang melewati balkon flat Bastian. Gayanya sangat stylish dan imut, seperti biasa. Tepat di tengah-tengah frame pintu kaca, Bastian dapat melihat Adelia menjatuhkan beberapa dokumen, dan seperti bekal makan siangnya. Gadis itu panik dan dengan tidak anggunnya, mulai mengutip barang-barangnya.

"Dasar gadis sinting... dan ceroboh", batinnya.

---

Hari ini adalah hari pertama Adelia kuliah di program bridging. Untuk satu semester ke depan, ia akan berusaha untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan bahasa Inggrisnya, baik secara lisan dan tulisan. Ia telah membaca review dari para alumninya dahulu, dan sepertinya dia tidak boleh mengaggap enteng program bridging ini. Ada berbagai metode penulisan artikel dan tata cara membuat laporan penelitian yang akan diajarkan di program ini. Salah satu yang paling penting adalah tata cara membuat presentasi yang professional yang sangat dibutuhkan seorang PR.

Jurusan Public Relations yang dia kira hanya akan banyak ngomong-ngomong aja, ternyata lebih banyak mengonsep proposal, membuat laporan, menganalisa kasus, sampai membuat naskah-naskah. Dari artikel untuk koran atau majalan, naskah pidato, naskah MC, sampai pembuatan iklan dan newsletter. Tentu saja semua dalam bahasa Inggris yang baik dan benar, dan sebisa mungkin memakai bahasa bisnis. Saat ini, untuk berbicara dalam bahasa Inggris sehari-hari saja, sudah cukup menguras otaknya Adelia.

Saat ini Adelia sudah berada di gank bridging timnya. Ada Tam, Tum, Tom, Tim, Kylie, Lisa dan Malik. Mereka bahkan sudah membuat group chat di WA. Dalam satu kelas, ada 20 mahasiswa yang terdiri dari berbagai ras. Sebahagian besar adalah mahasiswa internasional yang akan melanjutkan ke jenjang pasca sarjana, atau beberapa mahasiswa lulusan diploma yang akan melanjutkan ke jenjang s1 dari negara lain. Semua benua ada di kelas itu. Bahkan tadi Adelia berkenalan dengan salah satu mahasiswa berkulit hitam manis. Ia menyebut dirinya dari Afrika. Ya ya ya, Afrika, tapi kan itu benua, tapi dari negara mana? Ketika ia menyebutkan namanya, sebegitu susahnya sampai akhirnya ia paham gadis itu enggan menjelaskan nama negaranya.

Wali kelas mereka bernama Fredd. Ia adalah seorang cowok bule di awal 40an yang sungguh kocak. Aksennya sangat jelas, tidak seperti orang Australia pada umumnya yang aksennya menurut Adelia agak bergumam. Ketika ia berbicara, hampir seluruh tubuh bagian atasnya bergerak, dari perut, tangan, wajah, bahkan rambutnya melayang-layang. Ia suka mengulang-ngulang kata atau kalimatnya, memastikan satu kelas dapat memahaminya dengan baik. Which is good. Ia akan berjalan maju dan mundur, dalam satu garis. Agak sedikit gemulai...hihihi.

Dan tentu saja waktu yang paling dinantikan oleh para mahasiswa bridging program adalah waktu makan siang. Adelia dan ketujuh temannya sudah membawa bekalnya masing-masing, dan mencari spot ternyaman untuk berpiknik ria. Mereka saling berbagi, dan berinisiatif untuk menjauhkan daging tidak jelas dari makan siang mereka. Sepertinya mereka tidak menginginkan insiden daging bacun terulang lagi hihihi.

"Excuse me, are you Indonesian?", tanya seorang gadis bule kepada Malik. Malik menatap gadis itu sedikit ketakutan, dan ia meraba janggut pendek di dagunya. "Yes, yes, yes, Indonesian", jawabnya mantap sambil berdiri.

"Please, would you mind correcting this. I'm an Indonesian literature student", katanya sambil menyodorkan 2 lembar artikel yang sepertinya ia buat dalam bahasa Indonesia. Wajahnya setengah menangis dan memohon dengan sangat. Adelia, Lisa dan Malik melihatnya sekilas. Ternyata itu sebuah ulasan dari salah satu buku novel pujangga lama. Bila dilihat dari kualitas tulisannya, seperti ulasan anak SMP dengan beberapa kesalahan penulisan. Mereka bertiga berdecak kagum. Mahasiswa sastra Indonesia yang berkuliah di Australia? Wowwww...

Malik mengoreksi ulasan itu dengan cepat, dan membuat catatan-catatan kecil. Ketika ia mengembalikan kertas itu ke sang bule, gadis itu seakan-akan ingin menangis kesenangan. "Tee Teee Terrr imahhh Kasyhiiihhh", katanya sambil membungkuk berkali-kali. Malik membalas tidak kalah antusian. "Samah samahh", sambil membalas bungkuk berkali-kali. Gadis bule itu lari secepat kilat.

"Gileee, kayanya guwe salah jurusan nih. Apa gue switch ke sastra Indonesia aja ya? Pastiii guwe mahasiswa teladan disitu hahahahaha", gelak Malik yang dibalas cengiran bibir monyong oleh Adelia dan Lisa. "Sinting kurasa anak tanah abang ini bah", ejek Lisa.

"Beteweee ya, ada yang udah mulai telpon-telponan loh kemaren!", ejek Malik sambil mencoel bahu Lisa. Gadis itu tersenyum malu-malu sambil berusaha memasukkan segepok nasi ke mulutnya. Hati Adelia berdesir. Justin kah itu?

"Ahhh pendiem kali ternyata abang Justin itu Lik, pasif kali. Kau gas lah dulu dia sikit. Masak akuuuu aja yang move", pinta Lisa.

"Ah loo aja yang agresif. Jangan napsu banget Lis, cowok tu ga suka sama cewek-cewek yang terlalu maju gitu lohh. Ada rumusnya neng. Sabar dikirrr", jelas Malik sambil memimikkan "stop", dengan kedua tanganya. Seperti seorang polisi yang meminta pengendara motor untuk berhenti di jalan raya.

"You all girl, if you like guy, don't be too aggresive", Malik mulai menceramahi, Tum, Tam, Kylie, Adelia dan Lisa. Jari telunjuknya bergoyang-goyang ke kiri dan kekanan. Sepertinya dia akan mulai berceramah lagi dengan broken English + body language.

"You need to go smooth smootthh like this", katanya sambil menggesek tangannya ke lengan atasnya seakan-akan itu halus, padahal tangan Malik penuh bulu.

"If you go go and go very brave, boy will think you very very cheap. You like a player girl. Not good", jelasnya lagi sambil menggeleng-gelengkan kepalanya sehingga rambut kriwil berminyaknya mengembang ke kiri dan ke kanan. Bibirnya merong kiri kanan secara diagonal bergantian.

"There are art to show you like the guy, but not cheap. They are technic", jawabnya lagi sambil mengangguk-angguk dengan mata melotot. Mungkin maksudnya Tehnique. Tapi entah kenapa, ketujuh temannya itu dapat mengerti broken Englishnya itu. T4 plus Kylie plus Lisa ikut mengangguk-angguk. Adelia hanya mampu menggeleng-geleng sambil memainkan HP miliknya.

"First, you understand a men. Not just every men, but one man. I mean sure you only like one man right. Just one man only", jelas Malik yang sebenarnya hanya ingin mengatakan, kalo kamu suka ama seseorang, fokus suka sama satu orang aja! Hadeeh ribet amat!

"You find the guy type. Like this, is he, musician, driver, sport player, book worm, geek, or anything. You study him, you how to talk to him. You study is he like to call or not, is he want to hug or not, like that", jelas Malik lagi sambil memeluk dirinya sendiri, badan bongsornya memutar kekiri dan kekanan.

"So, Malik, if I like a book geek, I should study and read book with him?", tanya Tum antusias.

"Yess yess yess, give him also book for present. Then give book about love to read", jawab Malik sok tau.

"Second, find same like. I mean, look what he like, and study what he like. For example, he likes to eat. Study what he like to eat, study where a restaurant he like to eat, so when you talk to him, you and him can always talk talk talk", jelas Malik lagi. "So when you talk, is not like you love him so much, but you talk natural. So he will think, oooohh, this girl good, can talk anything. Connect, connect", jelas Malik antisias sambil menepuk kedua telapak tangannya berulang-ulang memimik "connect".

"Emang Justin suka apaan Lik?", tanya Lisa. Malik berusaha berfikir keras. "Dia tuh suka musik Lis, He is a guitarist. He likes Queens! Old 90s songs, Maroon 5, and I think he like to make his own song", jelasnya. Lisa manggut-manggut.

"Very last, if he can talk to you, dont be too close. You talk, but dont physic touch first. Don't be too friendly first. Let him be friendly, and you can try later. Like, if he busy with cellphone, don't take his cellphone. Just wait, and ask if he is busy, then say you wanna go. Then he will say, oh no, oh no, not busy, lets talk more, like that. Don't go", jelas Malik lagi.

"So, when he talk and touch your hand is okay? So then you can talk and touch his hand again?", tanya Tom the Thai guy, maksudnya kalau si cowok yang mulai agresif, baru kita boleh bales, gituuuu.

"Yes yes yes that is right Tom", jawab Malik sambil memberikannya jempol. "But wait Tom, why do you interested on tips on connecting to guys?", tanya Malik penuh kengerian.

Sontak genk bridging itu tertawa guling-guling di rumput tempat mereka berpiknik. Tom hanya tersenyum malu sambil menutup mulutnya.