BAB 15: My First Kiss

Adelia sedang bersiap-siap untuk kembali ke bar Waterford bersama rekan-rekan satu flatnya. Mereka memulai makan malam lebih cepat, mabuk lebih cepat, agar bisa sampai ke bar dengan lebih cepat. Selentingan berkata, bar Waterford harus tutup sebelum pukul 11 malam. Minuman terakhir akan disajikan pukul 10.30. Adelia tidak begitu kuatir, ia telah membeli sebotol Wine diskonan tadi siang untuk menemani santap malamnya.

Menu mereka pada malam ini adalah pesta pizza. Masing-masing mahasiswa memesan pizza yang mereka inginkan, karena domino pizza memberikan diskon gila 6 dollar pizza per loyang bila memesan lebih dari 6 loyang. Tampak 10 loyang pizza telah bertumpuk di meja makan, bersama dengan aneka minuman alkohol miliki teman-teman se flat Adelia.

Kali ini, tidak hanya tim Eropa Pat yang kerkumpul di common room flat 27. Marvin juga membawa tim Zimbabwenya ke flat Adelia dan berpesta pizza bersama. Walau badan mereka gede-gede dan berkulit hitam manis, tapi mereka sungguh sangat ramah. Gaya mereka boleh seperti penyanyi rap, tapi cara mereka berbicara, cara mereka menggerakkan badan ketika berbicara kepada Adelia, membuat gadis itu nyaman-nyaman aja. Geli banget ketika mereka memanggil Adelia "Zisterrrrr" dengan logat Afrika hihihi.

Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 8, dan kumpulan orang-orang setengah mabuk itu berjalan bergerombol menuju bar waterford. Kali ini Diva dan Adelia kompak memakai gaun selutut tanpa lengan dan cardigan yang agak tebal. Rambut Adelia kali ini hanya ia gerai ke punggungnya, membuat tampilannya kali ini lebih manis dan dewasa. Tidak lupa sepatu flat agar dansa menjadi lebih leluasa. Kali ini ia tidak perlu repot membawa tas atau dompet. Ia sudah cukup mabuk. Kunci kamarnya pun tidak ia bawa.

Bar Waterord kali ini tidak seramai minggu lalu, kemungkinan karena mereka akan tutup lebih cepat. Adelia melihat sekeliling, ia tidak menemukan Hisyam. Ia juga lupa mengabarkan kalau ia akan ke waterford malam ini kepada cowok itu. Ketika Adelia mencoba menghubunginya, cowok itu tidak mengangkat telfonnya. Ia mengirimkan pesan kepada Hisyam bahwa Bar Waterford akan tutup lebih cepat, dan kemungkinan ia mungkin sudah ada di flat pukul 12. Entah kenapa Adelia berharap cowok itu dapat menemuinya malam ini.

Seperti yang sudah di prediksikan, suasana waterford tidak begitu meriah. Diva, Adelia dan Dave sempat menyanyikan 1 buah lagu dari maroon 5, dan cukup mendapat antusiasme dari penonton. Begitu lagu selesai, pihak Waterford mempersilahkan para mahasiswa yang masih antusias itu keluar, padahal waktu masih menunjukkan pukul 10.15. Mereka pun berbondong-bonding keluar dengan kecewa. Pat dan Marvin kembali mengundang teman-temannya untuk melanjutkan "pesta" di flat 27. Diva dan Adelia kembali bersemangat. Wuhuuuuu!

---

Laptop Marvin mengumandangkan lagu-lagu R&B miliknya di common room flat 27. Aneka minuman alkohol sudah berjejer rapi bersama dengan sisa-sisa pizza yang sudah dipanggang ulang di oven mereka. Para penghuni flat 27 plus temen Pat plus temen Marvin mulai larut bernyanyi, menari dan saling bercanda. Adelia cuma berharap Kotoko tidak terlalu terusik dengan keadaan pesta dadakan itu. Bila perkiraan mereka benar, sebentar lagi mungkin salah satu RA atau sekuriti kampus akan datang untuk membubarkan pesta mereka.

"Adelia, I need to use your bathroom. Could you take me there?", tanya Dave berbisik ke Adelia. Gadis yang sudah hampir ambruk itu mengiyakan dan menuntun Dave ke kamarnya. Ia menunjukkan Dave kamar mandinya, yang juga terkonek ke kamar Kotoko. Adelia meletakkan jari telunjuknya ke bibirnya, dan berkata "sssttt". Dave paham. Jangan membangunkan Kotoko. Waktu telah menunjukkan pukul 11 malam.

Adelia merasa kepalanya sangat berat, namun tubuhnya sangat ringan melayang-layang. Ia terduduk di tempat tidurnya, dan memandang HP. Walau tulisannya semua buram, tapi Adelia sungguh berharap Hisyam mengirimkan pesan atau menelfonnya. Apakah cowok itu marah karena Sabtu malam yang lalu mereka "belum jadian"?, Adelia bergumam menyesal. Entah kenapa saat itu ia belum siap. Apakah ia memikirkan tentang Justin?

Dave keluar dari kamar mandi. Tubuhnya yang tinggi besar seakan memenuhi isi kamar Adelia dalam sekejab. Ia mengenakan kaos yang mungkin sudah sangat lembab, celana pendek dan tanpa sepatu atau kaus kaki. Kulitnya putih banget dengan rambut yang pirang. Mata birunya menatap tajam Adelia, bibir pink cowok itu tersenyum. Kemungkinan ia juga sudah sangat mabuk.

Ia duduk di samping Adelia, di atas tempat tidur gadis itu. Ia tersenyum dan membelai rambut gadis itu yang terjatuh di wajahnya. Ia mengibaskannya sehingga bisa melihat leher Adelia. Gadis itu tidak bisa menolak, hanya bisa tersenyum. Tapi di dalam pikirannya, ada kewaspadaan yang tinggi. Sejak kejadian dengan Hisyam, ia menjadi lebih sensitif bila diperlakukan seperti itu. Apa semua cowok ketika sudah masuk benua ini begitu bebas berekspresi seperti ini? Walau kepalanya bilang tidak, tapi Adelia tak kunjung menolak. Ia hanya tersenyum.

"You're so beautiful. Let's make memory that will last a lifetime, Adelia. I will only be here for 1 semester. Let's not waste it", katanya pelan sambil berbisik ke telinga Adelia. Nafas berbau alkohol cowok itu seperti menusuk telinga Adelia. Gadis itu tertawa ngikik. Padahal ia jelas-jelas tau, sepertinya cowok itu seperti meminta suatu yang mustahil, karena waktunya tidak banyak di negara ini. Ia ingin memanfaatkan sebaik-baiknya. Memanfaatkan Adelia! Gadis itu tidak mau. Dicium Hisyam aja dia masih ogah! Apalagi bule ga jelas seperti ini.

Dave mulai memeluk Adelia. Gadis itu memberontak pelan. "Stop Dave. Stop... I don't want. Let me gooooo". Dave berhenti sejenak dan membelai lagi rambut Adelia dengan lembut.

"Why not? I promise. It won't hurt and it's sooooo much fun! Trust me Adelia. I'll be good. I'll be gentle",pujuknya lagi. Adelia kembali tersenyum.

Ketika Dave memeluknya lagi, Adelia memberontak lebih kuat. "Stop it Dave, Stop!", katanya sedikit berteriak. Ia yakin tidak ada orang diluar sana yang akan mendengarnya, karena musik Marvin cukup kencang. Dave semakin frustasi, ia mendorong badan Adelia sehingga gadis itu sekarang rebahan di tempat tidurnya. Rok gaunnya sedikit tersingkap! Dave menjadi lebih agresif. Dave berdiri seakan-akan ingin menerkam gadis itu. Beberapa detik kemudian...

"Braakkkk!!!", pintu kamar Adelia terbuka. Bastian memasuki kamar Adelia, tepat ketika gadis itu berkata, "Get out Dave, don't touch me, Don't hurt me!". Bastian emosi dan memandang tajam Dave. Walau tinggi mereka sama, Bastian tau ia tidak bodoh untuk memulai pertengkaran dengan cowok bule itu.

"I'm his cousin. Please leave.", katanya penuh wibawa dengan suara beratnya. Dave terperanjat, mengangkat kedua tangannya seakan menyerah.

"Okeee buddy, sowwwwwrry, bye Adelia", katanya sambil melambai ke arah Adelia. Ia meninggalkan Adelia dan Bastian di kamar itu.

Adelia kemudian bangkit dari tempat tidurnya, sontak duduk menghadap Bastian. Ia tersenyum manis menatap cowok itu. "Justin... Bang Justin, kok ada disini?", tanyanya sambil tersenyum. Ia melompat-lompatkan pingulnya di temat tidurnya sehingga menimbulkan kegaduhan. Bastian bingung. HAH, Justin? Siapa itu?

Sedetik kemudian, Adelia menghambur memeluk Bastian dengan eratnya. "Bang Justin makasi banget, Adelia bener-bener takut tadi. Thank you for coming bang", katanya dengan nada manja. Bastian sempat terlempar selangkah ke belakang ketika Adelia menerjangnya. Ia tidak siap. Ia tidak pernah di terjang oleh siapapun sebelumnya. Apalagi…Adelia. Gadis itu kemudian menengadah ke atas menatap Bastian dengan lama. Ketika mereka berpelukan, kontras sekali tinggi mereka yang berbeda 25cm itu. Ini pertama kalinya dirinya dipeluk oleh Adelia. Atau cewek manapun. Harusnya ia enyahkan tangan Adelia, tapi ia tidak mampu. Mata Adelia mengerjap-ngerjap manja menatap cowok itu.

Bastian ingin menyadarkan gadis sinting itu kalau dia super duper mabuk. Ingin rasanya ia dudukkan Adelia di kursi meja belajarnya dan menampar gadis bodoh itu bolak-balik. Tega sekali gadis itu menyerahkan dirinya ke bule-bule gak jelas, padahal beberapa tahun lagi mereka akan menikah. Bastian ogah menerima barang bekas! Bastian sudah curiga ketika mendengar suara gaduh di lantai atas. Ia dan Ravi menunggu waktu yang tepat untuk menghentikan pesta itu, sebelum sekuriti kampus yang akan melakukannya. Ketika mereka akhirnya naik, Bastian tidak menemukan Adelia. Namun Pat berkata, "She's having fun with Dave in her room".

Timing yang tepat. Bila saja Bastian telat 10 menit saja, gak tau deh apa yang akan terjadi. Tapi sekarang gadis ini menempel pada dirinya seperti gurita dalam keadaan mabuk. Dengan matanya yang sayu menatap Bastian, dan bibirnya yang sesekali monyong. Ia bolak balik berantian mengatakan "Thank you"dan "Justin".

"Adelia, we're getting married soon. Kamu kenapa bisa begini? Aku tau kalo kamu pengen ngerasain jatuh cinta berkali-kali sebelum kita akhirnya bersama. Tapi gak jadi murahan kayak gini kan? Find a good guy, you stupid!", kata Bastian menceramahi Adelia dalam keadaan masih dipeluk erat oleh gadis itu. Entah kenapa ia tahu, tidak ada gunanya membentak gadis itu dengan kasar. Ia mengucapkan kata-kata itu dengan pelan. Gadis itu hanya membalas dengan tatapan yang lebih iba dan senyum yang lebih manis. Adelia mengangguk-angguk lucu.

"I'm going to find a good girl too. I'm going to fall in love with her, I will have lots of date with her… and then… and then… I will….kiss her!", katanya lagi sambil membayangkan Maretha, dan ciuman yang belum terjadi kemaren. Adelia kali ini terdiam dan menunjukkan mimik serius. Ia menatap Bastian, seakan mencari jawaban. Padahal mereka berdua pun, tidak tau apa pertanyaannya. Bastian menatap wajah imut itu, dan sebuah pikiran aneh melesat di otaknya.

Bastian memegang wajah mungil gadis itu agar lebih dekat ke wajahnya. Bastian menundukkan wajahnya mendekati wajah Adelia. Tanpa fikir panjang, ia cium bibir gadis itu. Sebuah kecupan pelan. Ia tatap mata gadis itu. Adelia terkejut, tapi tidak memberontak atau membalas. Bastian melanjutkan lagi mencium gadis itu dengan lebih intens dan lembut. Adelia tidak membalas, namun nafasnya sesak. Sepertinya ciuman itu menyurutkan kadar alkohol dalam dirinya sehingga membuatnya lebih sadar.Tapi badannya tidak menolak, ia akhirnya malah turut membalas ciuman itu. Tanpa sadar, Adelia malah memeluk leher kekar cowok itu! Ciuman pertama Adelia. Mereka terus begitu, saling membalas ciuman sampai akhirnya Adelia kehabisan nafas. Entah itu 2 menit atau 3 menit.

"Bastiannn....", kata Adelia Panik dengan nada kehabisan nafas. Ia memegang bibirnya dengan jari-jari tangannya. Ia ingin menampar cowok itu. "Bastian...kenapa...", tanyanya...

"I'm going to kiss another girl tomorrow, next week, everyday… and.. and... Cewek yang mungkin aku suka, yang mungkin jadi pacar aku… yang... Mungkin ada cewek-cewek lain yang akan aku cium, aku ga tau! Tapi aku rasa, gak fair rasanya bila ciuman pertama aku gak sama kamu. Kamu ngerti kan? Gimanapun, kamu yang akan jadi istriku nanti. Aku gak mau nanti ketika kita akhirnya menikah…, ketika kita akan menikah… aku masih terbayang ciuman pertamaku sama perempuan lain. Paham?", jelas Bastian mencari alasan. Apakah itu hanya sekedar alasan? Atau sudah lama ia ingin mencium Adelia seperti itu? Lalu kenapa Adelia membalasnya?

Hanya keheningan yang menyiksa diantara mereka. Bastian dan Adelia berdiri saling menatap, dimana jari Adelia masih di bibirnya. Sekarang pengaruh alkohol sudah benar-benar pergi dari kepalanya, dan otaknya sedang memproses kejadian barusan. Bastian menciumnya. Cecunguk itu menciumnya! Bukan Justin! Ciuman yang lntens dan lama, padahal katanya ini ciuman pertama cowok itu. "Kenapa aku ikut menikmati dan membalasnya", batin Adelia. Ada satu sisinya yang tiba-tiba menginginkan ciuman itu terjadi lagi! Sial! Sial! Sial!

Bastian tidak kuat dengan keheningan itu. I mundur perlahan-lahan sampai badannya membentuk kenop pintu kamar Adelia. Ia memutar kenop itu dan membalikkan badannya. Ketika pintu itu akhirnya terbuka dan Bastian melangkahkan 1 kakinya keluar kamar Adelia…

"Tian, that was my first kiss...", katanya pelan. Tapi kemudian ia menepok jidatnya sendiri. Kenapa ia harus memaparkan fakta yang tidak penting itu? Walau sangat pelan, tapi Bastian mendengarnya. Entah kenapa, ada perasaan bangga di hati Bastian. Cowok itu tersenyum bangga dan keluar dari flat Adelia. Namun yang Adelia rasakan hanya kepedihan. Kenapa?