BAB 26: Our Future

Hisyam tidak langsung membawa Adelia pulang. Mereka melaju ke King's Park. Sepanjang perjalanan ke taman itu, Hisyam mengutarakan jutaan kata-kata yang selaras dengan "minta maaf" dan "I love you". Awalnya Adelia muak dan ingin keluar dari mobil itu. Tapi Hisyam begitu mendominasi dan menyihirnya sampai akhirnya ia cuma ingin cowok itu diam. Ia mengiyakan semua. Ia memaafkan semuanya. Ia cuma ingin malam cepat-cepat berakhir.

Tapi ia tidak menyangka cowok itu malah membelokkan mobilnya ke taman ini. Mau apa dia? Kamis malam seperti ini, tidak banyak orang-orang datang untuk menikmati pemandangan lampu perkotaan. Apalagi sudah selarut ini. Bila saat ini ia digorok Hisyam dan mayatnya di gelindingkan dari bukit King's Park, mungkin tidak akan ada yang menyadarinya juga. Adelia memeluk erat lengannya sendiri. Ketika mobil itu berhenti, Hisyam mempersilahkannya keluar dan menyeretnya duduk di sebuah bangku yang panjang.

"Kita tak pernah macam ni ya. It's quite romantic. I tak kira…", katanya sambil menatap wajah Adelia. Gadis itu masih panik dan trauma tapi ia tidak memiliki banyak pilihan. Mati atau pura-pura bahagia. Ia duduk dalam keadaan super kaku dan pura-pura memandang langit. Mati, atau pura-pura bahagia, mati atau pura-pura bahagia…sabar.. . tenang… jangan panik.

"Adelia, like I said before, Hisyam Khilaf. Maaf ya. Princess Delia will forgive me kan?", katanya sambil memohon. Suaranya selembut bubur sumsum. Adelia tidak tergerak. Sedetik kemudian ia berlutut dan mencium punggung tangan Adelia dengan lembut. Ia masih menunduk dan menempelkan bibirnya di punggung tangan kanan Adelia, ketika gadis itu merasa ada aliran panas di tangannya. Hisyam menangis! Ketika Hisyam menengadahkan wajahnya, Adelia bisa melihat mata itu merah dan berair.

"I'm sorry baby... I will never do it again. I love you! I really do love you. So muccchhhhh.... Delia, kaulah segalanya...", Hisyam berkata selembut (kali ini) salju sambil menatap wajah Adelia. Gadis itu terhenyak. Awalnya ia memaafkan cowok itu hanya agar ia bisa keluar dari situasi aneh itu. Tapi sekarang, entahlah. Hisyam kelihatannya sungguh-sungguh. Namun ia masih belum ingin bereaksi berlebihan. Ia ingin tahu, sampai mana cowok itu berniat memperbaiki keadaan.

"I promise, takde lagi macam ni. I will treat you like a QUEEN!", katanya antusias, masih dalam keadaan berlutut. Setelah ia yakin Adelia tidak berkata kasar, ia berdiri dan memeluk Adelia dengan lembut, membelai-belai rambutnya yang sudah kusut dan berminyak. Ketika ia melepaskan pelukan itu, ia kemudian mencium bibir Adelia, penuh kelembutan. Seakan-akan ia ingin mengetahui apakah gadis itu sudah memaafkannya, dengan memberikan ciuman pancingan. Lembut dan membiarkan gadis itu bernafas tenang. Adelia membalasnya dengan lembut. Seperti mendapat jawaban yang ia cari, Hisyam kontan memeluk punggung Adelia lebih erat dan meneruskan ciuman itu menjadi lebih liar dan mendominasi.

------

Sepanjang perjalanan, Hisyam menceritakan apa saja yang ia lakukan selama seminggu ini bersama Emir dan teman-temannya yang lain. Banyak cerita-cerita lucu yang membuat mereka tertawa ringan di mobil. Adelia tidak ingin memperpanjang masalah, apalagi mengungkit-ungkit soal kekerasan kemarin. Ia yakin, Hisyam pasti akan berubah. Ia yakin sebenarnya cowok ini mungkin sedang stress karena akan menghadapi ujian akhir. Ini adalah tahun akhirnya di Curtin.

"Adelia, if I finish my bachelor, I need to go back to KL. My father dah kasih jabatan untuk aku di perusahaan dia", katanya. Adelia menatap cowok itu. Entah perasaan apa yang sedang berkecamuk di dalam dadanya sekarang. Ia sedih karena ia akan menjalani hubungan jarak jauh dengan pacar pertamanya ini. Tapi di satu sisi, entah kenapa ia lega. Bayangan Justin melayang di pikirannya.

"What do you think will happen tu us?", tanyanya serius sambil menatap Adelia. Gadis itu menghela nafasnya dengan berat. Saat ini ia bahkan masih bingung bagaimana cara menjelaskan kepada Justin kalau ia tidak jadi putus dengan Hisyam. Bagaimana ia harus menjelaskan kepada Hisyam soal Bastian dan kawin paksa mereka? Kenapa pecintaan bisa serumit ini ya?

"Next semester is my first semester in Business School. What do you want me to do? Go to KL with you?", Adelia ingin tahu, apakah Hisyam pernah memikirkan untuk menikah memboyong Adelia dan menikahinya? Apakah mereka akan tinggal di KL? Apakah Hisyam sudah memikirkan masa depan mereka?

"I don't know about that. You see, emak dan ayah tuh macam, strange sikit. Dia tak begitu suka gadis dari negara lain tauuu. Ya biasalah, mereka nak saya menikah dengan perempuan Malaysia juga lah. Macam tuh, rekan bisnis, saudara, you know...", katanya santai sambil setengah bercanda. Adelia melihatnya dengan pandangan jijik. Jadi maksudnya, kemungkinan besar orangtua Hisyam akan menentang hubungan antar negara mereka? Apa dia pikir cuma keluarga dia aja yang punya rekan bisnis, saudara, rekanan. Bahhhh

"Biasalah, mereka kira, girls kat sini tu, materialistic sikit. Nak duit Hisyam sajerrr", jelasnya lagi. Adelia kembali muak. Apa Hisyam kira, hanya ia yang dari keluarga terpandang? Apa Adelia begitu miskin? Apa ia kira Adelia tidak memiliki calon yang lebih baik dari dirinya? Jadi selama ini ia mengira Adelia siapa? Cewek matre yang bisa ia pukul sepuasnya? Adelia menggeleng-gelengkan kepalanya. Ada bara yang sedang meledak-ledak di hatinya. Ia siap memaki Hisyam.

"So you think that your mother maybe hates me?", tanya Adelia. Ingin rasanya ia mengatakan kepada Hisyam bahwa bila ia atau keluarganya tidak menginginkannya, masih banyaaakkk orangtua yang rela ia menjadi menantu mereka. Sebut saja om Abraham dan tante Wien. Yang sudah pasti-pasti aja deh! Adelia entah kenapa menjadi menimbang-nimbang, mungkinkah ini pertanda atau jalan keluar agar ia berpisah dari Hisyam?

"But my princess, tak usah kuatir. Hisyam is a man. Saya akan bicara dengan emak dan ayah saya. Masih ada 1 semester lagi. You are the one sayang... you are the one...", katanya sambil menggengam tangan Adelia sambil nyetir. Adelia mengurungkan niatnya untuk berbicara kasar. Saat ini mobil BMW itu sedang melaju kencang. Perkataan yang tidak menyenangkan mungkin akan memicu kegilaan Hisyam lagi. Ia tidak ingin mati konyol ketika mobil itu sengaja atau tidak sengaja menabrak pohon-pohon besar di pinggir jalan. Adelia akhirnya hanya tersenyum manis.

"I trust you Hisyam... I mean, we are still young right? Aku juga harus kembali ke Jakarta setelah selesai kuliah. We can talk about it later. Seperti kata Hisyam, masih ada 1 semester kan?", katanya lembut. Padahal di dalam hatinya, ia bisa melihat ketidak pastian hidupnya. Biarlah, biarlah seperti ini saja dulu. Besok kita fikirkan.

Hisyam kembali tersenyum sambil memegang lebih erat tangan Adelia.

----------------------------------------------

Hisyam dan Adelia bergandengan tangan keluar dari mobil Hisyam setelah cowok itu memarkir mobilnya. Canda dan tawa keluar dari mulut mereka, walau kenyataannya mereka sudah sama-sama letih, dimana waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam. Hisyam menuntun Adelia menuju flat 27.

Ketika Adelia dan Hisyam akan menaiki tangga menuju flatnya, mereka berpapasan dengan Bastian! Cowok itu berdiri tegak dengan jaket baseball berwarna abu-abu merah, dan menutup kepalanya dengan tudung jaket itu. Pandangan mereka bertiga bertubrukan.

Tatapan Bastian kepada Adelia seakan ingin mengatakan "Maaf, tapi kenapa kamu masih dengan si Brengs*k ini", sedang kan tatapan Adelia seakang ingin mengatakan "It's ok, aku baik-baik aja". Adelia tersenyum ramah dan mengangguk pelan. Ia langsung menaiki tangga tanpa mengucapkan sepatah katapun kepada Bastian.

"Hey, brother, belum tidur kerr?", tanya Hisyam ramah kepada Bastian sambil mengangkat 1 tangannya seakan meminta hi five. Cowok itu hanya diam dan tersenyum setipis kertas. "Just looking for fresh air", jawabnya santai. Kedua tangannya masih dalam kantong jaketnya.

Hisyam mengangkat bahunya. "Ok then. Let's go honey, I'll take you to your room", katanya kepada Adelia sambil terus menaiki tangga menuju flat 27. Bastian hanya dapat menatap kedua punggung yang menaiki tangga itu.