BAB 38: Siapa Yang Akan Kamu Pilih?

Hari ini adalah hari terakhir Adelia bekerja di perusahaan EO. Ia melanjutkan shift sorenya di Maya Masala dan pamit pukul 8 malam. Hari yang sangat melelahkan. Ia bahkan belum makan malam. Salah satu chef di restoran menyeludupkan 2 porsi Nasi dan kari ayam serta samosa untuk Adelia. Ia akan menghabiskannya dengan pacar musim panasnya. Justin. Cowok itu akan menjemputnya tepat pukul 8 malam.

"Bang Justin, nih ada makanan. Kita gak usah makan diluar ya. Makan dirumah aku aja.", Kata Adelia sambil memamerkan 3 kontainer yang berisi makanan seludupan itu. Justin tergelak dan mengacak-acak rambut Adelia yang sudah pernuh dengan keringat dan minyak.

"Kamu tuh memang pacar yang pengertian banget", komentar Justin. Mereka memasuki mobil ford Justin dan bergerak menuju asrama KV.

Adelia menata makanan-makanan itu di meja makannya dengan indah. Ia jadi ingat perayaan tahun baru bersama Justin kemaren. Saat itu Adelia sedang bertugas dengan perusahaan EO untuk merayakan malam pergantian tahun di pusat kota. Tugasnya saat itu menjadi runner untuk keperluan acara. Ia bergerak kesana dan kemari untuk memastikan acara demi acara lancar. Saat itu Justin turut hadir disitu. Mengamati sang "pacar musim panas" bekerja sambil menenteng sebuket bunga mawar merah untuk Adelia.

Ketika akhirnya kembang api yang menandakan malam pergantian tahun meledak indah, Justin memeluk posesif Adelia dan mulai menciumnya dengan lembut. Entah kenapa Adelia merasakan kehangatan yang tiada tara. Walau ia disitu masih dalam status bekerja, ia merasa tenang dan tersanjung karena ada sepasang mata yang selalu memperhatian dan menunggunya. Ratusan orang yang berlalu lalang di hadapan mereka, namun mereka tetap merasa pertunjukkan itu hanya untuk mereka seorang. Sampai akhirnya acara selesai, Justin masih disana dan turut membantu Adelia untuk beres-beres dan mengantarkannya pulang.

Dan disinilah ia, masih bersama pacar musim panasnya pada pukul 10 malam. Ia melihat cowok itu menata seloyang kue tiramisu mungil dan sebotol champaigne di meja makan. Ia menatap Adelia dengan penuh kelembutan.

"Hari terakhir, harus dirayain donk", tutur Justin seakan menjawab keheranan di mata Adelia. Kemudian cowok itu mengerluarkan 2 DVD dari paperbag yang sama. Film romantis yang sepertinya belum pernah di tonton oleh Adelia. Justin tersenyum lebih menggoda dan berjalan ke arah Adelia. Ia memeluk gadis itu dengan lembut dan mencium pelan bibirnya.

"Malam ini, biarin aku manjain kamu Del..., katanya lembut. Adelia hanya mampu mengangguk-angguk pelan dan tersenyum. Ya... manjain aku Justin. Apa termasuk pijatan di kaki atau mungkin manicure? Sepertinya Adelia mulai halu.

Setelah makan malam romantis, Adelia pamit untuk mandi sebersih-bersihnya. "Sisain tiramisu dan champaigne-nya buat aku Justinnnn", rengeknya sebelum meninggalkan cowok itu di common room. Justin tersenyum dan memberikan jempolnya kepada Adelia.

Adelia mensterilkan seluruh permukaan tubuhnya dengan sabun dan shampoo dua kali lipat dari biasanya. Rasanya, ingin ia menghilangkan penat yang sudah ia hadapi selama 3.5 minggu ini. Setelah hari ini, tabungannya akan bertambah, dan ia akan memiliki lebih banyak waktu untuk berkonsentrasi dengan kuliah S2-nya. Di satu sisi, setelah hari ini, hubungan ia dan Justin akan dipertanyakan. Ya, sebentar lagi Hisyam akan pulang. Bahkan waktu 3.5 minggu yang berlalu begitu saja, tidak bisa memberikannya ide untuk memutuskan cowok itu.

Adelia mengambil kaos oblong berlengan pendek yang biasa ia gunakan untuk tidur dengan celana piyama bergaris-garis. Ia berusaha mengeringkan rambutnya agar air tidak terlalu menetes dan membasahi piyamanya. Ia segera keluar, karena toh ia tidak perlu menggunakan make-up. Justin sudah seperti pacarnya saja, ia telah melihat berbagai sisi dari Adelia. Cantik, busuk, berkeringat, kering kerontang. Tidak perlu harus selalu tampil spesial. Yang penting saat ini ia sudah tidak bau kari dan bombay. Tapi ia tidak lupa memakai parfum yang ia beli bersama Justin di Fremantle...

Setelah 2 gelas champaigne dan 2 piring tiramisu, Justin dan Adelia mulai mengomentari film romantis itu seakan-akan mereka adalah kritikus berpengalaman. Tidak berhenti mereka tertawa, menghujat, memuji, dan menebak-nebak alur cerita yangs sebenarnya itu-itu saja. Entah pengaruh alkohol yang membuat mereka lebih relaks, atau memang ini merupakan malam yang sungguh romantis.

"Del, kapan Hisyam pulang?", tanya Justin. Adelia terdiam. Jiwa yang tadi sedang melayang-layang diawan kebahagiaan, tiba-tiba terhempas. Ya, Hisyam sebentar lagi akan pulang. Sepertinya baru kemaren Hisyam mengajaknya pacaran musim panas.

"Dia sih minta di jemput besok sore...", jawab Adelia lemas. Suasana menjadi hening. Adelia tau, ini sepertinya saat yang tepat bagi Justin untuk bertanya tentang posisinya di hati Adelia. Tapi jujur, walau puluhan hari yang ia jalani dengan cowok ini, Adelia masih belum bisa membuatnya begitu spesial di hatinya. Setidaknya begitu spesial hingga bisa menggantikan posisi Hisyam. Kenapa ya? Seperti...seperti ada yang kurang gitu...

"Apa kamu akan milih aku Del? Ya kan… kamu milih aku kan?", tanya Justin. Adelia menatap cowok itu dengan lekat. Ia mengambil gelas champigne yang isinya tinggal setengah. Itu alkohol terakhirnya untuk malam ini. Ia menegaknya cepat-cepat sehinggal ada efek seperti kepalanya sedang di getok. Ia tahu, bukan seperti itu etika meminum champaigne. Tapi saat ini ia butuh sesuatu untuk mengenyahkan beban fikirannya.

"Mau aku memilih kamu atau bukan, aku tetap akan memutuskan Hisyam. Seperti yang bang Justin bilang, aku harus berhenti menggali kebahagiaan di kubangan kesengsaraan. Aku berhak mendapatkan kebahagiaan yang sebenarnya kan? Kebahagiaan yang ditujukan hanya untukku, bukan mencari-cari pantulan kebahagiaan yang aku berikan ke orang lain. Benar kan?", tanya Adelia. Ia sebenarnya sedang meyakinkan dirinya sendiri.

"Apa aku belum cukup Del? Kita bisa selalu bersama. hari ini, besok, sampai liburan musim panas tahun depan, dan tahun-tahun depan lainnya...", kata Justin dengan hati-hati. Adelia menatap Justin dengan takjub. Apakah cowok ini barusan sedang menyusun masa depannya dengan dirinya? Well, ini baru.

"Justin, hubungan aku aja dengan Hisyam belum jelas",

"Tapi kamu sendiri yang bilang, kamu tetap akan putus dengan dia walau bagaimanapun",

"Iya sih, tapi bukan berarti..."

"Bukan berarti kamu mau ngabisin sisa hidup kamu sama aku? Maksud kamu Del? Kamu gak pernah kepikiran kalau aku bisa jagain kamu selamanya? Kamu pikir aku gak serius?", tanya Justin posesif. Ia lantas menggenggam kedua tangan Adelia dengan paksa.

"Bukan gitu bang, maksudnya, aku tuh masih 22 tahun. Masa kita masih panjang. Kita bisa jalaninnya pelan-pelan"

"Iya, kita jalanin pelan-pelan. Putusin cowok itu, dan jalani pelan-pelan hubungan kita ini sampai akhirnya kita bisa benar-benar tinggal bersama. Simpel kan? Yang penting kita selalu bersama Del", tutur Justin.

Adelia mencoba melepaskan genggaman tangan Justin. Pikirannya mulai dipenuhi oleh alkohol, namun ia sadar apa yang terjadi disini. Hidupnya tidak sesimpel itu. Begitu ia memutuskan untuk memilih Justin, ia harus mulai memikirkan orangtuanya. Memikirkan masa depannya di Indo. Memikirkan Bastian. Apa nanti kata mereka semua?

"Kita pikirin nanti aja ya bang, kita jalani aja dulu begini"

"Tapi del, kita uda jalan 3 mingu lebih. Dan jujur, ini adalah minggu-minggu terindah yang pernah aku lalui, SEUMUR HIDUP aku Del. Jujur, aku gak tau gimana nasib aku kalo harus ngejalani berminggu-minggu ke depan tanpa tau kamu... milik aku seorang. Karena ketika cecunguk itu pulang, aku harus berbagi bersamanya. Aku ga rela", Justin mulai meremas tangan Adelia dengan lebih posesif.

"Justin ini tangan aku loh, bukan squishy", pintanya sambil agak bercanda. Aduh suasananya agak mencekam ini. Adelia melepaskan tangan Justin dan malah berdiri dan duduk di pangkuan Justin sambil menyamping. Wajah mereka sangat dekat saat ini. Justin dapat merasakan udara yang keluar dari hidung gadis itu. Wajah mereka sama-sama telah merona merah karena pengaruh alkohol.

"Ketika aku bilang mari kita jalani dan nikmati hubungan ini, maksud aku, mari kita benar-benar menikmati saat-saat yang ada untuk kita... paham?", tanya Adelia mengancam dan sekaligus menggoda. Tatapan nakalnya menembus pertahanan Justin.

Cowok itu paham dan langsung merapatkan bibirnya ke bibir gadis itu dan dengan posesif memeluknya. Adelia melingkarkan tangannya di leher cowok itu dan membiarkan ciuman-ciuman liar Justin memanjakannya. Ya... mari kita nikmati akhir dari hubungan "liburan musim panas ini". Seketika emosi, amarah, rasa penasaran Justin berhenti disitu. Ia hanya ingin menikmati apa yang ada di hadapannya saja dulu.

Ketika mereka telah bercumbu, saling mencium, saling memagut dan saling berpelukan 5 menit, Justin akhirnya membisikkan ide gila yang telah lama ia pendam...

"Adelia, biarkan aku menginap disini malam ini. Biarkan aku...", Justin tidak mampu meneruskan kata-katanya. Namun ia yakin Adelia memahaminya.

Adelia mencoba untuk tidak terlalu panik dengan permintaan Justin. Padahal itu adalah permintaan yang sangat serius. Ia memang menginginkan hubungan panas dan menggairahkan seperti roller coaster sebelum akhirnya ia menikah, dengan siapapun itu. Namun ia tidak pernah berfikiran bila hubungan itu akan sedalam itu. Tidak... itu adalah pertahanan terakhirnya. Tapi... tapi... saat ini tubuhnya ikut terbakar bersama pemanasan yang dilakukan Justin. Pikiran gilanya berkat alkohol, mungkin, merasa permintaan Justin seperti sebuah kewajaran.

"Maksudnya...", tanya Adelia pura-pura bodoh. Ia melonggarkan lingkaran tangannya dan mencoba menatap Justin dari jarak yang agak jauh. Ya, ia bisa melihat cowok itu mulai tidak bisa mengontrol perasaan dan semangatnya. Atau lebih tepatnya, gairanya.

"Biarkan aku menginap. Biarkan aku..."

"Ting nongggg... ting nonggg". Sebuah bel berbunyi dan membuat Adelia tersentak dan refleks berdiri. Ia menatap jam di dinding common room. Pukul 10 malam! "Siapa yang datang berkunjung jam segini?", batinnya. Adelia saling bertatapan dengan Justin. Disaat seperti ini, ia beruntung Justin ada di flatnya. Setidaknya ia merasa aman. Siapa tau yang datang adalah orang iseng dan berniat jahat terhadapnya dan Kotoko. Oh ya, ngomong-ngomong, kenapa cewek Jepang itu belum pulang juga?

"Aku coba liat siapa yang datang", kata Adelia. Walau jarak mereka hanya 2 meter dari pintu kaca itu, namun baik sang tamu atau Adelia dan Bastian tidak bisa saling melihat. Adelia merubah sudut pandangnya, agar ia bisa mengintip sedikit, kira-kira siapa yang ada di balik pintu kaca itu. Gagal! Sepertinya sang tamu menyandarkan tubuhnya di dinding yang sama dengan Adelia, sehingga wajahnya tak terlihat. Mau tidak mau, Adelia harus benar-benar berdiri di depan pintu kaca itu.

"Ting nong ting nonggg", bel kembali berbunyi. Dasar tamu yang tidak sopan dan tidak sabaran. Adelia akhirnya memutuskan untuk memberanikan diri dan melihat siapa yang datang. Justin ternyata ikut berdiri di belakang Adelia. Ketika ia akhirnya berhadapan dengan sang tamu, Adelia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Sang tamu menunjuk kenop pintu, seakan memerintahkan Adelia untuk membukanya dengan segera.

"Mau ngapain kamu disini?", tanya Adelia pada sang tamu. Bastian, sang tamu tengah malam. Saat ini ia sudah menggunakan pakaian yang seperti piyama. Rambutnya sudah acak-acakan, yang berarti kemungkinan ia mungkin sempat tertidur sebentar. Ia menunjuk HP miliknya, dan membuat gesture "tunggu" dengan tangannya. Ia masih beriri di depan pintu masuk, matanya setengah terpejam dan ia berusaha menarik nafas dengan kesal.

Tidak berapa lama, HP milik Bastian itu bergetar. Ada tulisan "papa" di layarnya, dan itu merupakan sebuah panggilan video! Adelia panik! Bastian memberikan senyum malas, dan mulai berjalan kea rah daput flat 27.

"Ya udah angkat sana, ngapain kamu kesini?", tanya Adelia sambil mendorong tangan Bastian agar HP itu sejauh mungkin dari dirinya.

"Mama papa kita lagi ngumpul di rumah kamu. Mereka mau video call sama kita. Aku udah bilang kamu udah tidur, tapi mereka gak percaya. Jadi sekarang mereka mau ngobrol ama kita", jelas Bastian sambil menyerahkan HP itu kepada Adelia. Adelia menatap Bastian tidak percaya, namun ia tidak bisa menolak menyambar HP itu.

Adelia bergerak ke arah dapur dan duduk di salah satu kursinya. Pencahayaan di dapur sangat terang, berbeda dengan ruang tamu yang sengaja ia matikan lampunya tadi. Agar suasana nonton film bisa lebih romantis. Ia mencoba merapikan rambutnya yang agak acak-acakan hasil bercumbu dengan Justin.

"Haloooo semuaaaa", sapa Adelia tepat setelah ia memencet tanda hijau di HP itu. Di layar, tampak mama papa Adelia dan mama papa Bastian sedang duduk di ruang santai rumah Adelia. Adelia mencoba tersenyum sewajar mungkin menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka. Bastian ikut beranjak ke arah dapur, namun tatapannya tidak lepas dari Justin yang tentu saja, berdiri terpana. Kenapa cowok asing ini tiba-tiba muncul dan mengacaukan acara menginapnya?

"Adelll mama kangeeennn", seru sang mama Cecilia. Sang papa pun memajukan wajahnya sehingga layar itu penuh dengan papa Adnan.

"Ihhh papa mundurrr, ga keliatan semua nih", kata mama Cecilia.

"Del, Bastian mana?", tanya mama Wien. Adelia panik dan menatap Bastian meminta pertolongan. Bastian langsung berjalan ke belakang Adelia dan menempatkan wajahnya di salah satu pundak Adelia. Sekarang, mereka berdua muncul di layar HP itu. Kontan mama papa Adelia dan Bastian bersorak-sorai. Adelia dan Bastian terlihat seperti pasangan kekasih. Justin terbakar cemburu melihat keakrakan keduanya. Tangannya mengepal.

"Gitu donkkk, akrab", tutur papa Abraham.

"Udah makan belon?", tanya mama Cecilia.

"Ih mama apaan sih, disini tuh uda jam 10 malam mah, emang di jakarta, masih sore? Aku tuh hari ini terakhir kerja", jawab Adelia. Ia mencoba menggiring topik agar tidak kemana-mana. Adelia melirik sekilas ke arah ruang tamu. Justin masih berdiri disitu dengan mimik heran.

"Awww baguslah Del. Jangan lupa email mama jurnal lengkap tentang acara-acara kamu disana ya. Mama butuh details. Kamu sempet download kan proposal-proposal mereka? Rundown mereka? Pokoknya planning-planning mereka, kirim semua ke mama ya. Mau mama bahas di kantor nanti. Biar jadi pembelajaran buat mereka", perintah sang mama.

"Iyaaa iyaaaa mama", jawab Adelia sambil tersenyum. Masih aja mikirin bisnissss. Oh, sampai kapan panggilan ini?, guman Adelia.

"Tian, kamu gimana? Uda beres ama kerjaan kamu di pabrik anggur itu? Jadi apaan sih? Akuntan kan?", tanya papa Abraham. Bastian menggeleng-geleng kasar sehingga wajahnya beberapa kali berbenturan dengan wajah Adelia.

"Enggak pa, aku disana jadi tukang injek-injek anggur", jawab Bastian asal. Adelia yang baru tau kalo Bastian kerja di perkebunan anggur kontan tertawa membayangkan cowok itu menginjak-injak anggur.

"Iyuuhhhh", katanya sambil menyikut dada Bastian, yang membuat cowok itu mundur dan melambai ramah seakan pamit dari layar itu.

"Ihhhh kamu selalu gitu deh Tian, ya udah yang penting mulai besok, fokus sama belajar! Paham. Kalian berdua, inget! Fokus belajar, dapet nilai bagus, wisuda tepat waktu, dan pulang ke Jakarta biar cepet-cepet..."

"Kerja sama mama dan papaaaaa, ya tanteeee siapppp", potong Adelia panik. Padahal Adelia tau, tante Wien pasti akan menyinggung tentang pernikahan. Huaaaa...

Bastian yang melihat Adelia berhasil mengecoh mamanya, tidak tahan untuk tidak tertawa. Hahahaha boleh juga cewek ini. Kemudian Bastian berjalan melingkar dan duduk di hadapan Adelia. Ia menunjuk Tiramisu yang tinggal setelah loyang di meja makan. Gesturenya menunjukkan ia mau kue itu. Adelia menggangguk-angguk dan membiarkan cowok itu memotong untuk dirinya sendiri.

"Mama papa, Adel bobo dulu ya, hari ini kerja di city trus lanjut di restoran nih. Badan udah mau patah-patah. Udah dulu yaaaa", pamit Adelia.

"Oke oke, mana Bastian?", tanya papa Adnan. Ia mencari calon menantunya itu. Adelia memutar HP milik Bastian, agar grup emak bapak itu dapat menyaksikan Bastian yang sedang lahap memakan kue tiramisu. Eh astaga! Itu kan tiramisu yang dibawa oleh Justin. Bukankah seharusnya minta ijin sama Justin dulu?

"Tiaaannn akur-akur sama Adelia ya. Sabar-sabar sama dia. Jagain dia buat om dan tante ya nakkk", pinta papa Adnan. Bastian menghentikan sejenak menyuap kue itu ke mulutnya.

"Siap om", jawabnya sambil mengatupkan kedua tangannya dan mengangguk-angguk paham.

"Okeh bye semuaaaa", kata Adelia lagi sambil menatap layar HP. Ia bisa melihat mereka berempat melambai-lambai ke arahnya, dan tiba-tiba air matanya mengalir. "I miss you all", katanya sedikit terisak.

"Adelllll, jangan nangis. Nanti mama bisa terbang kesana nih kalo kamu begitu", kata sang mama lebay. Ah yang benar aja, kesini aja Adelia ga dianter. Tapi Adelia bisa melihat betapa sang mama dan mama Wien begitu antusias. Sekarang kedua wanita itu pun sedikit terisak.

"Jaga kesehatan ya Adel sayang, jangan lupa istirahat yang cukup dan minum vitamin ya. Musim panas disana masi lama dan kering. Minum jangan lupa. Ok?", perintah tante Wien.

"Siap dok. Byeee semuaaa I love you", pamit Adelia lagi, masih dengan nada baper. Ia memencet tombol merah yang membuat panggilan itu berakhir. Ia masih terus menyeka air matanya, sementara Bastian dengan santainya mengambil potongan kedua dari tiramisu itu.

"Hemm, enak nih. Beli dimana Del?", tanyanya sambil menatap Adelia. Kontan saja air mata Adelia berhenti mengalir. Bisa-bisanya cowok ini begitu santai dan sopan dalam keadaan seperti ini. Adelia menatap Justin, yang saat ini berjalan mendekat ke arah meja makan.

"I...i..iitu Justin yang beliin", jawabnya sambil menunjuk Justin yang masih berdiri terpana. Ia mencoba menenangkan Justin dengan tatapannya. Emang bisa apa?

"Enak ni bro, makasih ya. Kalian lagi nonton ya? Nonton film apaan?", tanya Bastian yang kemudian berjalan gontai ke arah ruang tamu, tempat tivi berada. Ia dengan santainya duduk di depan tivi, MASIH dengan mengunyah sang tiramisu dan memegang sepiring penuh kue itu.

"Bagi minum Del!", perintahnya sambil terus menatap layar tivi. Ingin rasanya Adelia menggetok kepala Bastian. Tapi ketika ia berjalan ke arah cowok itu...

Pintu flat terbuka, dan Kotoko masuk.

"Hello Adelia, Hello all", sapanya sambil masuk ke arah dapur. Adelia tersenyum ramah ke arah gadis itu. Gadis itu sepertinya mau pingsan. Ia langsung mengambil posisi duduk di kursi yang tadinya diduduki oleh Bastian.

"Where have you been Kotoko?", tanya Adelia berbasa-basi.

"Ohh tiring. I just finished working at coles. No dinner yet", katanya sambil membuka kemasan yang sepertinya adalah makan malamnya. Gadis itu mengambil sumpit dan mulai memakannya. Kemudian Kotoko menatap tiramisu yang tinggal seperempat di hadapannya. Ia menatap Adelia dengan tatapan kelinci putih, seakan-akan mengatakan: "Bagi donk…"

"Oh this tiramisu. Have yourself Kotoko (Oh ini tiramisu. Silahkan diambil Kotoko)", Adelia menawarkan kue itu sambil menatap Justin sekilas. Sorry Justin...rumah jadi rame nih.

"Oh wow thank youuuu I will", jawab Kotoko sambil tersenyum ramah. Adelia mengeluarkan senyum jokernya dan mengatupkan tangannya ke arah Justin. Sekilas ia melihat ke kepala Bastian yang tengah anteng menonton bagian akhir dari film romantis sambil makan tiramisu.

Justin paham. "Ok Del, aku pulang dulu ya. Kan rumah udah rame nih", pamit Justin. Bastian kontan menoleh ke arah belakang, menatap Adelia dan Justin. Sepertinya cowok itu belum ada rencana meninggalkan flat Adelia. Bukannya berbasa-basi menyuruh Justin tinggal dan ia cabut, Bastian justru dengan lebih santuy, kembali menatap tivi dan memakan sisa-sisa tiramisu. Adelia tampak kikuk, dan hanya melambai kecil ke arah Justin.

"Ok Justin, thanks ya uda anterin pulang. Makasi juga untuk tiramisunya. Enak", jawab Adelia dengan gestur mengusir Justin. Cowok itu menyambar kunci mobil dan HP miliknya dari meja makan dan berjalan ke arah pintu keluar. Adelia dengan kikuknya menjaga jarak tidak kurang dari 1 meter dari Justin, dan terus menerus melambai kearahnya. Sepertinya gadis itu tidak akan mengantarkannya sampai ke mobil. Fine. Hati Justin memanas, tapi ia tidak memiliki pilihan. Ia keluar dan berjalan mantap menuju mobilnya.

Ketika ia telah menyaksikan Justin benar-benar hilang dari pandangan, ia berbalik menatap Bastian yang saat ini sudah berdiri memegang piring bekas tiramisunya. Adelia sudah menyiapkan meriam, peluru, panah, batu lontar untuk menghantam kepala Bastian. Ketika ia membuka mulut untuk menghujat cowok itu...

"Oke, tiramisunya enak. Thanks. Byeee aku balik ke kamar dulu", katanya sambil menepuk-nepuk kepala Adelia, seakan tangannya palu dan Adelia adalah paku. Adelia dapat merasakan lehernya jadi sedikit memendek karena perlakuan cowok aneh itu. Ia membuka pintu dan turun ke flatnya. Adelia mendidih namun tak kunjung berani berteriak, karena saat ini Kotoko sedang menatap dirinya. Ia akhirnya memutuskan untuk duduk menemani cewek jepang itu makan malam.

Sedetik kemudian, pesan WA masuk ke HP Adelia. Itu dari Justin.

"Yang tadi itu siapa?", tanyanya kepada Adelia.

"Sepupu", jawab Adelia...