BAB 40: Malam Minggu di Waterford

Ketika mereka sampai di waterford, waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam. Waktu yang pas karena biasanya pesta sudah mulai panas. Suasana bar itu agak lenggang, tidak seramai bila rabu malam yang dipenuhi mahasiswa. Ketika mereka bertiga menatap panggung, seorang perempuan bule berumur awal 30an sedang menyanyikan sebuah lagu dari era 80-an. Musik retro itu membuat Lisa, Adelia dan Diva saling memandang. Mellow tidak, tapi juga tidak bisa dipakai untuk berdansa. Yah, semoga semakin larut, musik-musik dansa lain akan lebih mendominasi.

Mereka bertiga memutuskan untuk bermain bilyar. Selain Lisa yang memang jago bilyar, Diva dan Adelia disana hanya untuk mengacaukan bola-bola saja. Alhasil mereka bertiga hanya main asal-asalan sambil tertawa... efek dari wine stroberi sepertinya masih menendang di kepala mereka.

Lisa menatap meja-meja bilyar lain yang sudah terisi oleh... bukan mahasiswa sepertinya. Meja sebelah mereka di isi oleh segerombolan cowok-cowok bule yang sepertinya berada di usia awal 40an. Ada yang berpakaian jeans dan kaos, ada yang memakai kemeja kotak-kota dan jeans, ada juga yang memakai kaos polo dengan celana jeans. Namun mereka memiliki beberapa kesamaan: Perut buncit, dan wajah yang sudah memerah karena pengaruh alkohol. Tapi permainan bilyar mereka masih lebih baik dari ketiga gadis itu.

Meja-meja lainnya juga diisi oleh kurang lebih demografi yang sama, tapi ada beberapa perempuan yang menemani mereka. Dan dari ketiga meja itu, ada sebuah kesamaan. Tidak ada ciri-ciri yang menunjukkan kalau mereka adalah mahasiswa. Umpatan-umpatan, lelucon serta kata-kata mereka terkesan lebih kasar dan lebih tidak intelek dari para pengunjung Rabu malam. Lisa mulai menatap seluruh bar dengan tatapan curiga.

"Where are the cute students?", tanya Lisa kepada Diva. Gadis Singapore itu langsung panik. Ia melihat ke kiri dan ke kanan. Dan sepertinya desas-desus itu benar!

"I've told you! Saturday night is a random night! Instead of cute guys, there are more huge belly old guys, they may be bald and rude!", jelas Diva dengan suara berbisik. Ia tidak mau tetangga meja mereka mendengar apa katanya. Adelia mengangguk-angguk. Ya udah, yang penting hati-hati aja. Mereka memutuskan untuk terus saja bermain bilyar asal-asalan. Yah biarlah. Yang penting malam ini refreshing dulu. Selama hampir lebih dari sejam mereka bermain "bowling" di meja bilyar itu, yang ternyata di awasi oleh 3 pasang mata.

Akhirnya Diva memutuskan untuk menemui operator karaoke dengan secarik kertas di tangannya. Ia telah membujuk Adelia dan Lisa untuk menyanyikan "Dancing Queen" dari ABBA. Diva tau itu bukan lagu yang cukup populer di kalangan mahasiswa. Hanya saja, melihat dari audiens yang hadir pada malam ini, sepertinya lagu itu bisa menambah semangat pada malam ini. Lihat saja, bahkan sang operator karaoke bekerja sambil menompang salah satu wajahnya di meja dengan tangan kirinya. Matanya sudah mengerjap-ngerjap dari tadi memutar lagu mellow hellow permintaan audiens pada malam ini.

"Next song is Dancing Queen from ABBA. Please come on up, Diva, Adelia and Lisa!", sang operator mengumumkan agar ketiga gadis itu naik ke atas panggung. Kontan beberapa audiense yang berusia di atas 40an bersorak-sorai, bahkan beberapa yang duduk di kursi bar langsung berbaur berdiri di depan panggung. Adelia dan Lisa memegang mikrofon itu dengan tangan bergetar, sedangkan Diva yang baru saja menghabiskan sebotol bir dengan kecepatan super, lebih percaya diri. Ia menyapa para hadirin dengan begitu antusias....

"Good evening ladies and gentlemen, come on shake your booty or anything and cheer us up!", katanya sambil meminta para hadirin untuk bertepuk tangan. Huff, lagu belum saja mulai, sudah minta tepuk tangan. Tapi benar saja, para penonton, baik yang ada di lantai dansa, di meja bar, dan bahkan di meja bilyar, bertepuk tangan dengan malas. Suara tepukan itu serenyah kerupuk anyep nyep nyepppp...

Ketika lagu intro berkumandang, Diva sudah mulai melenggok-lenggokkan pinggulnya, gerakannya mirip gerakan ngebor, dan memberikan aba-aba agar Adelia dan Lisa mengikuti ritme dan gerakan yang sama. Dengan senyum joker yang kaku, kedua gadis itu mengikuti...gerakan mereka juga belum selincah Diva. Adelia melihat ke sekitar, dan memastikan TIDAK ADA penghuni asrama yang menyaksikan penampilan memalukan mereka.

"You can danceeee... you can jiveeee.... having the time of your life.... woooooo see that girl, watch that scene, digging the dancing queen....",Ketiga gadis itu mulai bernyanyi sambil menggerakkan badan mereka ke kiri dan kekanan sambil menjentikkan tangan kanan mereka, seakan menirukan video klip aslinya. Suara Adelia dan Lisa belum keluar maksimal. Mereka membiarkan Diva bersolo dulu sambil melihat situasi.

"Friday night and the lights are lowwwwww, looking out for a place to... gooooooooo, where they play the right music, getting in the swing, you can come to look for a king", nyanyi mereka bertiga. Nada terakhir itu sangat rendah, dan baik Lisa, Diva atau Adelia tidak bisa mencapainya. Hingga yang terdengar lebih kepada suara super rendah, orang yang sedang menakut-nakuti anak kecil. KHINNNNGGGGGGG. Dengan bantuan mikrofon, suara berat itu menggema hancur tak keruan. Lirik-lirik selanjutnya pun dinyanyikan parau, jauh dari sukses. Nafas mereka sesak.

"And when you get the chance....", Diva memberikan aba-aba kepada semua orang agar bersiap-siap dengan nadanya. Seakan-akan nada setelah ini akan menggoyangkan dunia mereka. Ia menggerak-gerakkan tangannya ke atas dan kebawah seakan meminta mereka menaikkan volume suara mereka.

"You are the dancing queeeeeennnnnn, young and sweet, Only seventeeeeeennnn...", nyanyi mereka bertiga yang bergitu semangat, sehingga menyulut reaksi para pentonton untuk bertepuk riuh mengikuti ritme lagu. Beberapa penonton dengan tubuh tambun, sudah mulai meliuk-liukkan tubuh mereka. Beberapa baru menyadari bahwa, hey, lagu ini enak juga.

"Dancing Queeeeeeen, feel the beat from the tambouriiiiiiiiiine, OH YEAAAAHHHHHH", Diva mulai terlalu antusias, ia bernyanyi sambil merem melek dan merentangkan tangan yang tidak memegang Mikrofon. Para penonton mulai terprovokasi oleh "keprofesionalan" Diva dalam bernyanyi...

"You can danceeeee, you can jiveeeeee, having the time of your lifeeee.... Ooooooooo.... see that girl, watch that scene, digging the dancing queen", kali ini mereka bertiga menyanyikan lirik ini dengan penuh semangat, karena sepertinya satu gedung mulai bergerak karena penampilan Diva, Lisa dan Adelia.

Begitu terus sampai semua lirik habis mereka nyanyikan, dan keringat mulai bercucuran. Terima kasih atas alkohol, urat malu mereka sedikit membeku, sehingga penampilan mereka yang pas-pasan malam ini mendapat respon antusias dari penonton. Penonton yang sepertinya juga sudah mabuk dan akan mengapresiasi penampilan apapun asal membuat perut buncit mereka bergoyang.

Ketika mereka bertiga turun dari panggung, langsung saja seorang wanita suku asli Australia, memeluk Diva dengan hangat. Wanita yang sepertinya sudah sangat mabuk itu, menatap wajah ketiga gadis itu dengan tidak percaya. Teman-temannya yang tidak kalah tambun dan tidak kalah mabuk dengannya, ikut mengerubungi Diva dan teman-temannya.

"You guys are amazing! You guys are superstar! I love you guys! I am a big fans! (Kalian mengagumkan! Kalian adalah superstar! Aku cinta dengan kalian! Aku adalah penggemar berat!)", tutur wanita itu sambil merem melek. Diva dan Lisa tertawa terbahak-bahak, sedangkan Adelia menunjukkan senyum getirnya. Apakah itu pujian yang tulus? Atau hanya karena pengaruh alkohol? Hihihihi.

Adelia mengajak kedua gadis itu untuk duduk di bar, dan memesan 3 botol minuman termurah disitu. Setidaknya mereka butuh alkohol lagi, agar kesadaran mereka tidak segera muncul. Bagaimanapun tadi itu sedikit memalukan. Apalagi pada saat itu, tidak sedikit mata memandang ke arah mereka, seakan-akan mereka benar-benar superstar dadakan. Beberapa kali Adelia dan Lisa menggangguk-angguk dan tersenyum ramah kepada yang menatap mereka.

"Lisa, hayo habisin minuman ini, terus kita pulang. Ok Diva, we're going home soon. Ok?", pinta Adelia kepada Lisa dan Adelia. Kedua gadis itu mengangguk patuh. Mereka segera meneguk air alkohol berkadar rendah itu cepat-cepat. Tidak ada gunanya berlama-lama di Waterford malam ini. False alarm, tidak ada cowok cakep!

"Hey, beautiul ladies! How are you? You guys are amazing! Wanna drink together? (Hey, wanita-wanita cantik! Apa kabar? Kalian mengagumkan! Mau minum bersama?)", tanya seorang cowok bule berbadan tambun, dan berwajah merah karena mabuk. Dilihat dari penampilannya, sepertinya ia berada di pertengahan 35 namun kurang begitu merawat penampilannya. Oh tunggu dulu, penampilannya lebih mirip para pekerja konstruksi, yang benar-benar datang setelah jam kerja mereka selesai!

"Me and my friends, want to take you all for drinks and dance! (aku dan temanku, mau mengajak kalian untuk minum dan berdansa)", jelasnya lagi sambil menunjuk 2 orang teman yang berdiri di belakang mereka. Ia menggerak-gerakkan kedua tangannya yang ia rentangkan, yang membuat perut buncitnya ikut bergoyang bak slime ke kiri dan kekanan juga.

Oh tidak, pekerja bangunan lagi. Tidak ada yang benar-benar tampan dari ketiga orang ini. Lisa mulai tergidik melihat penampilan mereka, yang sepertinya tidak steril. Selain alkohol, tercium bau badan dan bau matahari dari baju mereka. Mungkin juga debu. Hihihihihi. Lampu sorot dari bar bisa menunjukkan warna wajah mereka yang tidak rata karena pengaruh matahari, dan wajah mereka memiliki lobang pori-pori yang cukup luas. Dan tentu saja, mereka sudah mulai mabuk.

"Oh, but we are going home now, sorry.", kata Adelia sambil menunjukkan gesture pamit. Ia mengatupkan kedua tangannya, seakan-akan ketiga bule itu mas-mas yang paham sama gesture itu. Yang bener aja! Namun sang pemimpin tidak menyerah. Ia langsung menggandeng tangan Adelia dengan sedikit memaksa dan mulai mengajaknya berdansa. Adelia yang mulai "ringan" karena pengaruh alkohol, tidak bisa menolak dan akhirnya ikut berdansa. Kebetulan banget juga lagu country berkumandang tanpa ada orang yang bernyanyi di atas panggung.

Melihat pemimpin mereka sudah memulai dansa, teman-teman pekerja konstruksi yang lain tidak ingin berdiam diri. Salah satu akhirnya menarik tangan Lisa, dan yang satu lagi menarik tangan Diva, dan mereka akhirnya mulai berdansa 3 pasang. Dengan lagu country yang sama sekali asing di telingat ketiga gadis itu, ditambah dengan gerakan-gerakan acak dari para pekerja konstruks itu, membua kegiatan menari lebih mirip kegiatan tarik tambang individual.

Entah berapa kali Diva menabrak pasangan dansanya karena laki-laki bule itu bolak-balik menarik tangannya ke depan ke belakang, ke depan, ke belakang. Tarian macam apa itu? Pasangan tari Adelia dan Lisa lebih konservatif. Yang penting mereka bisa menempelkan "beer belly" mereka ke badan pasangannya. Adelia menahan nafasnya dan berdansa acak dengan frustasi.

Setelah beberapa adegan tarik ulur tak berkesudahan dan beberapa insiden kaki terinjak, Lisa akhirnya memiliki ide cemerlang. Ini semua harus dihentikan sebelum jiwa Bataknya menggelora dan mulai memaki kasar.

"Excuse me, I want to go to toilet. Ok?", pinta gadis itu kepada pasangannya, dan juga pada kedua pekerja konstruksi lainnya. Diva dan Adelia langsung meminta hal yang sama. "Me too Me too!".

Sang pemimpin menoleh ke teman-temannya, dan akhirnya mengangguk. "Ok girls, but not to long. Because we are going to take you to a special place. We are going to have a real PARTY (Ok gadis-gadis, tapi jangan lama-lama. Karena kami ingin membawa kalian ke tempat yang sangat special. Kita akan mengadakan PESTA sungguhan)", katanya sambil menunjukkan wajah antusias. Namun ketiga gadis itu justru ngeri melihat tampangnya.

Pesta sungguhan apanya? Sudah bisa dibayangkan mereka akan memboyong ketiga gadis itu ke motel paling murah yang bisa mereka temukan. Masih mending motel, mungkin di jok belakang mobil atau malah di semak-semak. Ketiga gadis itu kabur ke toilet.

"Ok, strategy! Let's squad and walk to the door. One by one. First Lisa, and then Adelia after 3 minutes. I will wait for another 3 minute, then will catch you outside. Don't look back, And as soon as I get out, We will rang as fast as we can. Ok girls? (Ok, strategi! Mari kita berjongkok dan berjalan ke pintu keluar. Satu per satu. Pertama Lisa, kemudian Adelia. Aku akan menunggu 3 menit, dan akan menyusul kalian ke luar. Jangan lihat ke belakang, dan segera setelah aku keluar, kita akan berlari sekencang mungkin. Ok girls?)", Diva mencoba memberikan perintah. Lisa dan Adelia mengangguk setuju. Jantung mereka berdebar kencang.

Lisa yang pertama keluar. Gadis itu menunduk ketika melewati panggung, dan ketika ia menyadari para pekerja konstruksi itu, ia berjongkok dan membuka pintu keluar. Aman. Adelia mengikutinya setelah melihat Lisa selamat sampai di pintu keluar. Ia menutupi wajahnya dengan rambutnya, dan berjalan membungkuk dari toilet sampai ke pintu keluar. Ia membuka pintu, dan Baammmm…. Adelia aman! Diva akhirnya tidak tahan, ia berlari secepat kilat dari arah toilet menuju pintu keluar tanpa melihat ke kiri dan ke kanan. Beberapa kali ia menabrak atau malah bersembunyi di balik tubuh orang-orang yang sedang berdansa. Baaammmmm! Ia membuka pintu keluar, dan aman!

Begitu Adelia dan Lisa melihat Diva di pintu, mereka akhirnya tertawa terbahak-bahak dan kontan berlari ke arah asrama mereka! Untung saja mereka memakai sepatu kets ringan tadi, alih-alih sepatu dansa. Ketika akhirnya mereka mencapai pagar asrama, mereka memelankan lari mereka. Lisa bahkan memeluk pagar itu seakan-akan telah menemukan pengawal yang akan menyelamatkan mereka dari para pekerja konstruksi itu. Diva membuka pagar itu dengan kunci magnetnya.

"I cannot imagine loosing my virginity to a random and drunk construction worker (Aku tidak bisa membayangkan kalau bisa kehilangan keperawanannku ke pekerja bangunan yang acak dan mabuk)", ujar Lisa sambil tertawa terbahak-bahak yang diikuti oleh Diva dan Adelia.