BAB 62: Road Trip Tiga Sahabat Sableng

Kini tiga sahabat sableng sedang berhenti di sebuah pompa bensin kecil. Perjalanan mereka tinggal sejam lagi menuju tempat yang diinginkan oleh Adelia. Tempat pengisian bensin itu cukup kecil, sepi namun sepertinya lengkap. Tidak seperti tempat pengisian bensin di Indonesia, dimana kita cukup merapat ke dekat mesin pengisian bensin dan seseorang akan mengisinya. Kita tinggal membayar berapa yang kita isi melalui jendela.

"Bensin pake acara habis nih Del", jelas Malik sambil menunjuk ke dalam indikator bensinnya.

"Ya udahlah isi minyak sana", perintah Lisa. Malik dan Adelia langsung berpandangan dan tertawa ngikik.

"Minyak apanya Lis? Minyak makan? Lo mau ngegoreng?", tanya Malik mengejek.

"Isshh layas kau. Di Medan kami bilangnya isi minyak. Lah emang minyaknya itu. Minyak bumi kan?!", tegas Lisa.

"Ahhh terahlah Lis. Yang penting isiin bensin gue. Turun loh Del. Isiin bensin gue ampe 50 dollar!", perintah Malik.

"Ih Malik, kamu donk yang ngisiin. Aku kan belon pernah ngisi bensin sendiri", pinta Adelia. Di Australia, bila kita ingin mengisi bensin, kita harus turun dan mengisinya sendiri. Setelah selesai, kita harus berjalan ke dalam sebuah ruangan yang biasanya berupa mini market kecil. Disitu kita harus membayar sejumlah bensin yang kita isi. Sungguh ini merupakan sebuah pengalaman baru untuk Adelia.

"Ya udah Lis, temenin gueee. Ajarin!", pinta Adelia kepada Lisa.

"Ok baiklah. Tapi kau belikan aku snack paling mahal yang ada disana ya!", perintah Lisa. Adelia memberikan jempolnya. Mereka berdua akhirnya mencari cara bagaimana mengisi bensin. Dari melihat petunjuk yang ada, sampai mengintip orang lain yang tengah mengisi bensin. Salah seorang pria yang melihat kebingungan mereka kontan menahan senyumnya. Senyum saja, tapi tak kurun membantu. Cihhh. Setelah selesai, Adelia dan Lisa kemudian berjalan untuk masuk ke dalam mini market untuk membayar bensin tersebut.

"Triingg ningg ninggg", ternyata setiap pintu terbuka, ada sebuah bel nyaring berbunyi. Sang kasir atau satu-satunya petugas yang berada di gedung itu menyapa Adelia. Seorang laki-laki di usia 60an tapi tampilannya berusaha kelihatan seperti awal 30-an. Ia mengenakan kemeja bahan flanel kotak-kotak, namun bagian lengannya dipotong sehingga menjadi baju "you can see". Ia mengenakan celana pendek berbahan kargo yang sudah bladus. Rambut pirangnya panjang, di sisir kebelakang dengan asal. Berkumis dan berjenggot perak, seakan ingin berlomba dengan panjang rambutnya. Tatapannya seram.

"Welcome love (selamat datang sayang), katanya ramah kearah Adelia dan Lisa. Kedua gadis itu mengangguk ke arah sang kakek sambil tersenyum manis.

"Helloo", kata Adelia. Ia dan Lisa kemudian berjalan mengitari mini market itu untuk melihat kira-kira cemilan apa yang akan ia borong hari ini. Hemmm coklat sepertinya menyenangkan. Adelia mengambil beberapa biskuit coklat kebanggaan Australia yang memang sangat enak, beberapa botol air mineral premium, sampai beberapa kripik yang harganya selangit di Indonesia.

"Hello, I would like to pay for the snack and oil (Hello, aku mau membayar untuk snack dan minyak)", kata Lisa mantap. Adelia dan sang bule terperanjat mendengar perintah Lisa. Lelaki bule itu memicingkan matanya dan mendekatkan telinganya ke arah Lisa.

"Oil you mean, essential oil? We don't sell that here (Minyak, maksudmu minyak essensial? Kami tidak menjualnya disini)", kata sang pria bule sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Oil, you know. Oil, to run the car we need oil (Minyak, kau tahu. Minyak, untuk menjalankan mobil kita memerlukan minyak)", jelas Lisa lagi.

"You mean gas? (Maksudmu Gasoline, kata lain dari bensin)", tanya sang pria.

"No no no, gas is for cooking. This is for car. The oil that I fill it in my car", jelas Lisa lagi sambil menunjuk mobil malik di luar. Jelas saja Adelia yang menyaksikan perdebatan itu panik.

"No no no you were right. We need to pay for the gasoline or petrol. We filled 50 dollar just now (Tidak tidak tidak kamu benar. Kami harus membayar untuk gasolin atau bensin. Kami telah mengisi 50 dollar tadi di luar)", jelas Adelia sambil tergopoh-gopoh. Sang pria bule langsung lega karena salah paham telah beres.

"Ok then, what else (Ok kalau begitu. Ada lagi?)", tanya sang pria bule.

"And these snacks (dan snack ini)", kata Adelia sambil memberikan sekeranjang barang-barang belanjaannya. Sang pria bule langsung menyambarnya dan menghitung semua belanjaan.

"Ok that would be $75.35 (Ok semua jadi 75.35 dollar)", kata sang pria sambil menunjukkan angka yang terlihat di mesin kasirnya. Adelia dengan bangganya mengeluarkan dompetnya dan menyodorkan kartunya yang berwarna hitam kepada sang pria.

"Sorry, our machine got jammed today. Cannot pay with digital today. Not even credit card, debit card or even scan by phone (Maaf, mesin kami rusak hari ini. Tidak bisa membayar dengan digital hari ini. Tidak kartu kredit, kartu debit atau membayar dengan memindai dari HP)", katanya tegas. Ia melipat kedua tangan kekarnya yang penuh tato di dadanya. Ini gawat!

"Whatttt (Apaaa)", Adelia panik. Ia membuka dompetnya. Sejak kembali dari Indonesia, ia belum sempet ke ATM untuk mengambil mata uang Australia. Hanya beberapa lembar rupiah dan mata uang Australia yang maksimal berjumlah 10 dollar saja!

"Lis, lo ada uang gak? Gue pinjem donk 100 dollar", pinta Adelia.

"Isshhh tadi di city sebenarnya aku mau ngambil duit loh. Lupa aku gara-gara kau. Buru-buru aja pun. Jadi cemana ini? Udah santeee kau. Si tauke kain itu ada kayaknya duit. Coba kau tanya!", perintah Lisa menunjuk mobil Malik.

"Sir, can I pay with bank transfer? (Pak, bisakah saya bayar dengan mentransfer via bank?)", tanya Adelia lagi. Sang pria yang tadi ramah, tiba-tiba menampakkan muka garangnya. Ia mengelus-elus tato bergambar ular kobra yang terletak di lengan kanannya.

"No can do sister (maaf tidak bisa kakak)", katanya tegas. Adelia kontan keluar dari minimarket itu dan menuju mobil Malik.

"Lik, gue pinjem 100 dollar donk", pinta Adelia.

"What, kemana kartu kredit warna item mertua lo yang dibangga-banggakan itu?", tanya Malik penuh semangat.

"Mesinnya rusak Likkkk. Plisss. Nanti gue ganti 2 kali lipat deh. Gue ganti 200 dollar. Eh maksud gue, nanti lo bisa beli sesuatu pake kartu kredit ini seharga 200 dollar deh", kata Adelia bernego.

"Cih, terlalu lo Del. Noohhh 100 dollar!", kata Malik sambil menyodorkan uang 100 dollarnya. Sukurnya ia selalu berjaga-jaga dan menyimpan setidaknya 300 dollar di dompetnya. Adelia langsung berlari ke dalam minimarket dengan harta karun yang baru ia peroleh.

"Here you go sir (Ini dia pak)", kata Adelia sambil menyodorkan 100 dollar dari Malik. Ia langsung mengambil kembalian receh dari sang pria dan secepatnya kabur dari tempat itu. Lisa yang masih kebingungan mengikutinya dari belakang.

"Ih serem kali bapak itu ya.", komentar Lisa, tepat ketika mereka sudah memasuki mobil Malik.

"Ayo Lik, jalan secepat mungkin!", perintah Adelia kepada Malik. Cowok itu melirik GPS di HP miliknya. Waktu tempuh tinggal 55 menit lagi.

--------------------------------

Mereka akhirnya tiba di sebuah penginapan bernama Bettenays Wine & Accomodation. Malik sempat panik karena mereka keluar dari jalan besar dan mulai memasuki jalan-jalan kecil yang kelihatan terpencil.

"Justu yang indah-indah itu letaknya nyempil-nyempil Lik", jelas Adelia. Malik tetap panik. Perempuan memang aneh.

Ketika mereka turun dari Mobil Malik, mereka dapat melihat pemandangan yang spektakuler. Sebuah perkebunan anggur, berpadu dengan pemandangan sungai Margaret yang sangat indah. Waktu telah menunjukkan pukul 11 siang, namun suasana masih begitu adem dan dingin. Sinar matahari terlihat begitu rata yang membuat pemandangan seperti sebuah filter instagram. Ketika Adelia membuka sedikit kaca jendela mobil Malik, mereka bisa menghirup begitu banyak oksigen segar yang menjadi obat penenang otak mereka sejenak.

"Welcome, come here for our wine and chocolate nugget tasting (Selamat datang, silahkan kemari untuk mencicipi anggur dan coklat kami", tutur ramah salah seorang petugas yang menyambut mereka bertiga. Malik, Lisa dan Adelia mengikutinya ke dalam sebuah gedung kecil. Di dalamnya, terdapat puluhan atau mungkin ratusan botol-botol anggur yang terpampang rapi. Semua mereka yang dikeluarkan oleh kebun anggur itu, tentu saja. Beberapa coklat menul-menul di susun rapi di sebuah meja. Coklat itu tampak sangat menggemaskan.

"We only produces the best wines (kami hanya memproduksi anggur-anggur terbaik)", tutur sang petugas sambil menyajikan 8 gelas anggur yang di tuang setengah. Semerbak wangi alkohol berpadu dengan wangi anggur menyeruak ke hidung mereka. Ketika petugas itu mengantarkan sebuah nampan besar berisi aneka coklat dengan berbagai bentuk, aromanya berpadu dengan para anggur.

Dengan tidak sabar, Adelia dan Lisa langsung mencoba lima sampai enam jenis anggur yang ditawarkan. Mumpung gratis. Sedangkan Malik lebih tertarik mencoba coklat-coklat berisi kacang yang ternyata harganya selangit. Tapi enak sih.

"Enjoy 2 bottle of wine as a complimentary if you stay one night in our accomocation (Silahkan menikmati gratis 2 botol wine bila menginap 1 malam di penginapan kami", kata sang petugas lagi. Kontan Lisa dan Adelia mengangguk-angguk tegas dan memberikan jempolnya kepada sang petugas.

"Yes yes yes we stay (Ya ya ya kami akan menginap)", tutur Lisa antusias. Sang petugas segera mengantarkan mereka bertiga ke sebuah villa yang memiliki 2 kamar. Villa itu memiliki balkon dengan pemandangan spektakuler: Margaret River. Sinar matahari membuat sungai itu seakan-akan ditaburi oleh jutaan berlian yang berkelap-kelip. Hanya melihatnya dari luar saja, Malik, Lisa dan Adelia sudah jatuh cinta dengan Villa itu!

"Here's the villa", kata sang petugas sambil membuka pintu villa. Lisa dan Adelia menahan nafas mereka. Kamar itu memang tidak semewah hotel berbintang, tapi tidak juga kumuh seperti hotel melati. Ruangan seluas 155 meter persegi itu sangat menawan!

Pengaturan perabotannya sangat apik, membuat ruang tengah begitu luas. Sebuah meja pendek berbentuk persegi empat, dengan 3 sofa 2-seat dan 3-seat mengelilinya, dengan sebuah TV LCD yang cukup besar. Sangat cocok untuk minum-minum bersama teman dan keluarga. Jendela-jendela yang besar seperti belasan LCD TV yang menampilkan pemandangan yang begitu indah. Sungai di satu sisi, kebun anggur di satu sisi, dan taman di sisi yang lain.

"It's so romantic", kata Adelia lirih. Lisa dan Malik memperhatikan perubahan intonasi dari kata-kata sahabatnya itu. Kata-kata yang terucap dari bibirnya seakan-akan seperti seorang pengantin ketinggalan kereta. Eh maksudnya pengantin perempuan yang di tinggal pengantin laki-laki.

"This Villa is usually for newlyweds or couple who celebrates anniversary. They found it, romantic (Villa ini memang biasanya digunakan oleh para pengantin baru, atau pasangan yang merayakan hari jadi mereka. Katanya sih memang romantis)", kata sang petugas mengiyakan kata-kata Adelia.

"Drrttt drtttt", HP milik Malik bergetar. Ia mengambil santai HP miliknya, dan berharap itu bukan Olivia, sang pacar yang posesif. Ia belum mengatakan apa-apa kepada pacarnya itu. Ketika Malik membuka pesan itu, ternyata dari Bastian.

"Lik, lo liat bini gue gak?", tanya Bastian.

"Aman, ama gue dan Lisa. Kita lagi diluar kota nih. Lo bisa nyusul gak?", tanya Malik.

"Hah? Dimana? Adelia gimana? Marah gak? Mabok gak?", tanya Bastian.

"Belon, tapi akan. Kita lagi di Bettenays wines and accomodation. Gudangnya wine bro. Parah! Lo search aja di google. Dikasi gratis wine, dan tadi si Adel beli 2 botol lagi. Kayaknya dia ama Lisa mau mabuk-mabuk gila nanti malam. Lo mending kesini deh sebelum istri lo keracunan alkohol", ketik Malik lagi.

"Ok gue coba kabur deh abis makan malam. Maretha lagi reseh banget nih. Gue gak punya pilihan. Gue harus mantain Maretha biar Adelia aman", kata Bastian lagi.

"Maksud lo?",tanya Malik.

"Panjang ceritanya. Yang penting lo jagain bini gue ya. Lu percaya ama gue, apa yang gue lakuin sekarang, untuk kebaikan Adelia juga. Ok?", ketik Bastian.

"Sip!", balas Malik lagi. Ia memasukkan HP miliknya ke dalam kantong celananya. Sebagai sesame laki-laki, Malik mencoba untuk mengerti.

"Siapa tuh Lik?", tanya Lisa curiga.

"Olive!", jawab Malik ketus.

"Kenapa dia? Cemburu dia karena kau mau nginap ama kami, hah?!", tanya Lisa mengejek.

"Kagak lah, mana cemburu lagi dia ama lo lo berdua. Satu udah kawin, satu orang gilak!", jawab Malik sambil menghempaskan badannya ke sofa yang teramat sangat nyaman.

"Heh, siapa yang kau bilang orang gilak, hah?!", tanya Lisa sambil menjambak sedikit rambut cowok itu.

"Awwww, ya lo pikir aja ndiri hahahahaha", jawab Malik asal.

--------------------------

Siang tadi, mereka cukup beruntung untuk menikmati makanan yang sangat lezat di restoran penginapan itu. Aneka makanan ala barat dengan aneka keju leleh ditemani oleh bergelas-gelas wine. Aneka makanan penutupnya pun sangat spektakuler. Mereka mengakui produk coklat dan susu Australia sangat lezat.

Setelah makan siang, mereka menikmati berjalan-jalan siang menuju sore di sekitar sungai Margaret. Mereka duduk di bebatuan tempat mereka mengambil puluhan foto selfie dan mempostingnya di instagram mereka masing-masing.

"Lo berharap gak sih bisa di tempat ini sama suami lo?", tanya Malik. Adelia mengangkat-angkat bahu miliknya.

"Dia kan suami semu, yang gue jalanin ini pernikahan semu, ngapain liburan semu? Mending liburan beneran sama kalian bertiga, sahabaaaaat terbaikku", tutur Adelia dengan intonasi riang gembira. Sepertinya meminum 2 gelas wine bukan lah ide yang baik. Adelia mulai mengoceh tidak karuan.

"Heh, tak ada itu perkawinan semu. Kawin ya kawin", koreksi Lisa.

"Jadi apa namanya perkawinan kalo sang suami masih menjalin hubungan dengan mantan pacarnya. Ehhh koreksi. Mereka belum pernah putus donk. Jadi literally, gue tuh pelakor dalam hubungan mereka! Gue yang penghancur, gue yang salah!", jelas Adelia sambil menekan-nekan bagian tengah dadanya dengan kuat, seakan-akan ada tombol yang bisa melegakan hatinya disitu.

"Jadi lo ngalah gitu aja? Lo biarin si Bastian gitu sama Maretha?",tanya Malik lagi.

"Ya udah lah biarin aja dulu. Toh gue juga gak cinta ama dia", jelas Adelia. Lisa menatap nanar sahabatnya itu.

"Bukan Del, kau bukan gak cinta. Kau tutup mata hatimu karena rasa bersalahmu! Kau gak bisa tau lagi kau cinta apa engga!", tutur Lisa tegas. Adelia bingung dengan perkataan Lisa.

"Kau sekarang sedang menghukum dirimu sendiri kan? Kau anggap apa yang kau jalani sekarang adalah karma perbuatanmu sendiri. Kau pacaran sama Hisyam, kau selingkuh sama Justin, sampe akhirnya kau kawin sama pacar orang. Kau merasa kau salah, kau jahat, dan berhak untuk diperlakukan gini. Ya kan?", tanya Lisa galak. Adelia terperanjat mendengar pemaparan fakta sahabatnya itu. Matanya membulat menatap sungai Margaret. Walau ia sedikit mabuk, tapi ia masih dapat mencerna kata-kata sahabatnya itu. Benarkah begitu?

"Kau biarkan dirimu dipukuli sama Hisyam, kau biarkan dirimu di bully sama Maretha, kau biarkan Bastian gak peduli sama kau. Jadi sekarang sebenarnya kau sedang merendahkan dirimu sendiri. Kau merasa, KAU BERHAK JADI KESET KAKI. Sukanya kau diperlakukan kayak gini?", tanya Lisa marah. Adelia menatap pelan bergantian ke arah Malik dan Lisa, dan menggeleng pelan.

"Trus gue harus gimana donk?! GIMANA? Coba lo lo pada yang pinter-pinter ini, kasih tau gue harus gimana? Yang gue mau cume simpel fren. Gue cuma pengen cepet-cepet tamat kuliah dengan nilai yang super duper bagus dan keluar dari sini hidup-hidup", tutur Adelia sambil setengah terisak.

"Lo pengen cepet-cepet tamat kuliah, dapet nilai bagus, sebenarnya bukan buat lo sendiri aja kan Del. Di dalam permintaan lo itu, ada Bastian disana. Dalam hati kecil lo, lo tuh berharap kalian bisa segera pulang ke Indo dan hidup sebagai sepasang suami istri seutuhnya. Lo berharap masalah lo sama Maretha, sama Justin dan apapun yang lo berdua punya disini selesai segampang lo berdua angkat koper dari Negara ini!", hipotesa Malik. Adelia menatap mata sahabatnya itu tak percaya. Benarkah? Benarkah ada keinginnan seperti ini di dalam hati kecilnya?

"Dan sekarang kau belajar macam orang gilak, cuma untuk mengalihkan pikiran kalutmu itu dari Bastian dan Maretha. AHHHH! Mana bisa kau hindari Del. Gak selesai-selesai masalahmu. Bagus sih kalo kau alihkan emosi dan amarahmu untuk dapat nilai bagus, tapi kau lama-lama jadi gilak. Belum tentu juga pas nilaimu udah bagus, kuliahmu selesai, Bastian masih jadi punya kau wak! Gigit jari kau nanti!", jelas Lisa lagi.

"Bener Del, gimanapun, lo harus dapatin hati Bastian. Mau sekarang dia nempel kayak magnet sama Maretha, lo harus yakin dulu kalo Bastian itu milik lo. Lu, apa dia, adalah magnet yang sama! SATU MAGNET! Dan entah kenapa ni ya, gue ngerasa kalo Bastian sebenarnya perhatian juga kok ama elo. Tapi sekarang dia mungkin lagi nyari cara untuk menyingkirkan Maretha baik-baik. Gimanapun lo kan masih temen serumah dia. Gimana kalo karena dia kesel, ntar makanan lo dikasi sianida lagi ama nenek sihir itu. Hiiiii", Malik mulai berhalusinasi.

Adelia bergidik mendengar kata sianida. Mau nilai bagus, mau Bastian akan menjadi miliknya, semua itu sirna kalau ia minum sianida. Sengaja atau tidak di sengaja. Apa sianida di jual bebas di Perth?

"Ih betol kali. Kalian harus main cantekkk Del. Atur strategi gimana supaya Maretha out, tapi kau aman. Kau lah itu, sekolah bisnis kita nih kannnn", komentar Lisa lagi sambil mengibas-ngibaskan genggaman tangannya seakan-akan sedang menyoraki acara 17 Agustusan. Adelia kali ini menatap langit yang begitu biru, dengan awan putih dengan kapas bergumpal-gumpal. Pengaruh alkohol mulai memudar, fikirannya mulai lebih jernih. Tapi tetap saja ia tidak bisa memikirkan rencana strategis apapun yang signifikan untuk saat ini.

"Lo harus percaya ama Bastian. Dia bukan tipe cowok brengsek Del. Trust in him.", kata Malik mencoba mengisi pikiran Adelia. Sahabatnya itu kembali mengangkat bahunya.