Februari 2013...
Hujan tengah mengguyur deras di luar, suaranya hingga mengisi seluruh ruangan kelas. Membuat suara yang lain tersamarkan. Keributan beberapa siswa pun tak membuat yang lain terganggu.
Reyn, Vino dan sebagian kecil Siswa memilih untuk menundukkan kepalanya di atas meja. Karena, merasa bosan.
Reyn mencoba melihat ke arah Elena. Elena tengah melakukan hal yang sama. Namun, pandangannya ke depan.
Merasa ada yang memperhatikannya. Elena menengok ke arah kiri. Dan ketika mengetahui Reyn tengah melihatnya, Elena tersenyum padanya.
Seketika Reyn tergugup dan langsung memalingkan pandangannya ke arah berlawanan. Dan hal itu pun membuat Elena cukup tergelak tawa.
***
Elena tengah mengobrol dengan Saly di kantin. Saly masih heran dengan sikap yang dipilih oleh Riandra.
"Gue masih gak habis pikir, ternyata Riandra bisa ngerelain Rey buat lo, semudah itu."
"Ya, gue juga agak shock waktu dia bilang kalo gue harus cintai Rein sepenuh hati gue."
"Orang kayak Riandra itu langka. Mungkin perbandingannya satu banding sejuta."
Elena sedikit tergelak tawa, karena ekspresi Saly saat bicara tampak lucu.
"Kayaknya lo bahagia, deh, bisa jadian sama Rey."
"Bahagia. Tapi, sampai saat ini, Rein belum juga nembak gue."
"Mungkin dia lagi nyiapin kejutan buat lo."
"Gue gak tertarik sama kejutan-kejutan kayak gitu. Ya, gue sukanya dia ngajak gue jalan ke tempat yang pemandangannya bagus. Contohnya, ke bukit, ke taman bunga. Yang asri-asri gitu, deh. Gue suka."
"Terus, lo suka apa lagi saat seorang cowok mau nembak lo?"
"Gue belum pernah dibikinin puisi sama cowok yang nembak gue. Mereka yang pernah nyatain cintanya itu ke gue suka to the point. Dan gue agak sebel dengernya. Kayak gak romantis gitu lah. Makanya, gue gak bertahan lama sama cowok itu."
"Ya, kan, dulu lo ditembaknya waktu SMP. Jadi, mereka masih gak ngerti gimana cara nembak cewek."
Vino datang menghampiri Saly dan Elena.
"Sal, ikut gue, yok!"
Saly terlihat bingung.
"Ke mana?"
"Pokoknya ikut gue, dah. Ayo!"
Vino sedikit memaksa Saly.
"Ya udah, tunggu ngabisin minuman gue dulu."
Saly mencoba menghabiskan minumannya. Sedangkan, Elena hanya diam memperhatikan, tanpa menaruh curiga sedikit pun.
Saly sudah menghabiskan minumannya. Lalu, ia mengikuti Vino pergi. Elena tetap tidak curiga.
***
Elena tengah membereskan alat tulis dan bukunya.
"El, besok lo ada acara, gak?"
"Gak ada cara apa-apa, sih. Emangnya kenapa?"
Elena bingung kenapa Saly menanyakan hal tersebut.
"Gue udah lama gak jalan-jalan ke bukit. Temenin gue, yuk?"
"Ya udah, jam berapa kita berangkatnya?"
"Sekitar jam 8 pagi. Lo langsung ke rumah gue ya."
Elena sedikit sebal kenapa ia yang harus ke rumah Saly.
"Lo yang ngajak, kok, gue yang harus ke rumah lo?"
"Ya, kan, jalan ke bukitnya ngelewatin rumah gue."
"Ok, kalo gitu."
"Yes!"
Saly bersorak. Elena menggelengkan kepalanya, karena merasa aneh dengan tingkah Saly.
***
Saly sudah tampak berada di depan rumahnya, menunggu kedatangan Elena. Elena cukup antusias untuk jalan-jalan hari ini. Karena, baru kali ini ia jalan-jalan ke bukit.
"Akhirnya, lo dateng juga."
Saly menyambut kedatangan Elena dengan riang. Serta memeluknya.
"Lo kenapa, sih? Pake meluk-meluk gue segala."
"Gak pa-pa, gue lagi seneng aja."
"Aneh, lo."
***
Mereka sudah setengah perjalanan, dan tengah melewati jalanan menanjak. Elena tampak mengeluh.
"Sal, udah deket belum bukitnya? Gue udah cape, tau."
"Ini baru setengah perjalanan, sih."
Elena berhenti.
"Apa?!"
Elena duduk di sebuah bangku yang ada di sisi jalan.
"Kita istirahat dulu, lah."
Saly menuruti permintaan Elena.
"Ya udah, iya."
Saly ikut duduk bersama Elena.
"Kenapa lo gak bilang, sih, kalo jalanannya menanjak kayak gini?"
"Ya, kan, namanya juga mau ke bukit pasti jalanannya menanjak."
"Ya, tapi, seenggaknya lo bilang, kek, tanjakannya bakal kayak gini."
"Ya udah, gue kasih tau lo. Di depan sana tanjakannya bakal lebih parah lagi."
Elena seketika terkejut.
"Apa!?"
"Kan, lo terkejut."
Elena tampak lesu.
"Tenang aja, gue jamin saat sampe sana cape lo bakal terbayarkan sama pemandangannya."
Elena berdiri dan kembali berjalan.
"Ya udah, yuk. Gue mau cepet-cepet sampe."
Saly menyusul mengikutinya.
***
Setelah setiap tanjakan yang dilewatinya, Elena istirahat sejenak. Lalu, kembali melanjutkan perjalanan.
Saat beristirahat Elena baru menyadari, bukan hanya mereka yang tengah menuju ke bukit. Ia melihat cukup banyak yang ke sana. Mulai dari anak-anak, remaja yang berpasangan, dan ada juga beberapa orang tua.
Perjalanan hampir sampai, mereka sudah disuguhi pemandangan hamparan sawah hijau nan sejuk. Dan pepohonan yang cukup rindang.
Alhasil, Elena sangat menikmatinya. Ia terpaku di sisi jalan memandang ke hamparan tersebut. Angin sepoi-sepoi berhembus disertai hangatnya sinar mentari. Membuat Elena nyaman dan tenang.
Elena menghela nafas panjang seraya memejamkan matanya. Lalu, menghembuskannya secara perlahan sembari membuka matanya.
"Gimana? Udah terbayarkan rasa cape lo?"
"Bukan terbayarkan lagi, sih. Lunas ditambah bonus."
Saly terkekeh.
"Dasar lo. Tadi aja ngeluh cape, sekarang kesenengan ngeliat pemandangannya."
Saly mengajak Elena untuk kembali melanjutkan perjalanan mereka.
"Ayo kita jalan lagi, nanti ada bonus lain di sana."
Elena penasaran dengan bonus yang dimaksud oleh Saly.
"Bonus apalagi, Sal?"
Saly tergugup.
"Emm... Ada, deh. Ya udah, yuk, cepetan."
Saly berlalu lebih dulu sembari menyembunyikan kegugupannya.
Elena menyusul Saly. Ia merasa heran sekaligus penasaran. Apa yang disembunyikan oleh Saly.
***
Mereka berdua sudah sampai di tempat tujuan. Dan tempat tersebut tampak cukup ramai.
Elena dan Saly tengah membeli minuman di sebuah warung. Lalu, ada anak kecil yang memberikan sebuah kertas padanya.
"Kak, ini buat kakak."
"Apa ini, Dek?"
Anak kecil tersebut tidak menjawab dan langsung pergi begitu kertas tersebut sudah diambil oleh Elena.
Saly yang dari tadi memperhatikan, penasaran dengan apa yang diberikan oleh anak kecil tersebut.
"Coba buka, El."
Elena membuka lipatan kertas tersebut, dan terdapatlah sebuah tulisan di kertas tersebut.
"Kau tau, kenapa dunia ini indah? Salah satunya karena ada kamu."
Elena tersenyum malu setelah membaca pesan tersebut. Sedangkan, Saly tersenyum sedikit terkekeh.
"Ya udah, kita masuk ke area dalam hutan."
Mereka berjalan memasuki area hutan. Di sepanjang perjalanan terdapat orang-orang yang berinteraksi dengan beberapa monyet yang lepas liar di sana.
Elena sedikit ketakutan saat ada monyet yang menghampirinya. Saly tertawa cukup terbahak. Alhasil, Elena kesal dengan reaksi Saly tersebut.
"Ya udah, kita ke tempat di mana monyet-monyet ini gak bakalan gangguin kita."
Saly berjalan lebih dulu dan disusul oleh Elena.
Benar saja di tempat tersebut cukup sepi dan tidak ada monyet-monyet liar yang berkeliaran.
"Kita duduk di sini sambil minum."
Mereka duduk di pinggir jalan setapak di atas sebuah batu besar.
Saly baru selesai menenggak minumannya.
"Aahh... Segernya..."
Elena juga baru selesai minum.
"Sal, tadi lo bilang bonus. Bonus apaan, sih?"
"Ya, tadi bonusnya, monyet."
Saly kembali terbahak dan Elena tampak kesal.
"Ih, gue kira bonus apaan."
Elena baru ingat.
"Eh, iya. Kertas ini dari siapa, ya?"
Elena memandangi kertas tersebut.
"Mungkin dari penggemar rahasia lo."
"Iya siapa?"
"Namanya juga penggemar rahasia, ya, pasti rahasia."
Elena tambah sebal dengan penuturan Saly.
"Eh, gue ke sana dulu. Lo tunggu di sini bentar."
"Jangan lama-lama."
"Iya, iya gak bakalan lama."
Saly berdiri dan berlalu ke arah rerimbunan pohon.
Setelah beberapa saat, Elena mulai cemas. Karena, di sekitarnya cukup sepi dan hening.
Elena berdiri dan hendak menyusul Saly. Namun, ia ragu dan sedikit takut. Ada pikiran untuk kembali ke tempat ramai tadi. Hanya saja, ia tidak ingin meninggalkan Saly.
Elena semakin cemas dan gelisah. Ia pun memberanikan diri masuk ke rerimbunan pohon tersebut. Sembari terus memandang ke segala arah.
Elena sampai di tempat terbuka. Sepi dan hening. Dan juga cukup dingin suasananya. Di tengah-tengah terdapat gundukan batu besar. Elena memeriksa sekitar tempat tersebut.
"Sal, lo di mana?"
Elena melihat ada sebuah jalan menuju tempat yang lebih tinggi. Elena hendak menuju ke sana, namun ia dikagetkan dengan kedatangan Saly yang tiba-tiba.
"Oy, mau ke mana lo?"
"Euh, bikin gue kaget aja lo. Lo ke mana tadi?"
Saly sedikit menyeringai.
"Hehe, gue nyari tempat buat pipis tadi."
"Ih jorok lo. Pipis sembarangan. Di bawah, kan, ada toilet umum."
"Gue gak bawa uang lebih buat bayarnya."
Elena kembali memperhatikan jalan tersebut.
"Lo mau ke sana?"
"Maunya. Tapi, gue ragu."
"Ya udah, ayo, gue temenin."
Saly menarik tangan Elena dan mereka berjalan menyusuri jalan setapak tersebut.
Setelah sampai ternyata jalan tersebut menuju tempat yang lebih terbuka lagi. Salah satu spot untuk menikmati pemandangan. Tempat ramai tadi terlihat dari atas sini. Juga hamparan sawah dan barisan rumah yang tampak masih jarang pun tersaji. Begitu pemandangan yang cukup indah bagi Elena.
Saat Elena tengah menikmati pemandangan tersebut, Saly kembali mundur secara perlahan dan diam-diam.
Elena melihat ke arah Saly, namun Saly tidak ada di sana.
"Sal! Lo ke mana?"
Elena melihat ke sekitar tempat tersebut.
Saly benar-benar tidak ada di sana. Lalu, ia kembali merasa gelisah dan ketakutan. Ia kembali berjalan ke tempat semula untuk mencari Saly.
Dan ketika sampai ia dikejutkan dengan tiga orang temannya. Evan, Saly, dan Vino. Yang tengah memegang sebuah benda berbentuk hati. Yang masing-masing bertuliskan "I-Love-U".
Mata Elena berkaca-kaca. Kedua tangannya menutup mulutnya. Dan tidak menyangka hal ini sebelumnya.
Lalu, Reyn menghampiri Elena dari arah belakang.
"Kau adalah salah satu keindahan di hidupku."
Elena berbalik ke arah Reyn. Dan matanya semakin berkaca-kaca melihat Reyn membawa sekuntum bunga mawar.
"Layaknya pelangi setelah hujan."
Reyn berlutut di hadapan Elena.
"Maukah kau melengkapiku? Menjadi pelangi bagi aku yang hujan ini."
"Rein."
Elena sedikit terisak haru dan bahagia.
Evan, Saly dan Vino ikut menantikan jawaban dari Elena. Apalagi, Reyn yang sangat berharap akan diterima oleh Elena.
Elena mengambil bunga mawar tersebut dan berkata "ya, aku mau."
Seketika semua bersorak dan melemparkan bentuk hati tersebut ke udara.
Saly menghampiri Elena dan memeluknya bahagia.
"Selamat, ya! Gue ikut bahagia, El."
Reyn berdiri dan tersenyum tulus ke arah Elena. Begitu juga Elena, meski masih dalam pelukan Saly.
***
Elena dan Reyn berjalan menuruni bukit sembari saling bergandengan tangan. Dan tak hentinya saling tersenyum dan tertawa.
Saly yang memperhatikan mereka dari belakang, jadi merasa iri.
"Aah, gue jadi iri ngeliat mereka jadian."
Vino menyahuti pernyataan Saly seraya menggodanya.
"Ya udah, kita juga jadian aja kalo gitu."
Saly seketika sebal dengan tingkah Vino.
"Iiihh, amit-amit gue jadian sama lo."
Saly berlari meninggalkan Vino.
Evan tertawa terbahak-bahak. Melihat usaha Vino yang sia-sia. Alhasil Vino ketus kepada Evan.
"Dasar, lo. Malah ngetawain gue."
"Sabar, nanti juga dia luluh sama lo."