"Awan? kok lo disini sih? Kan gue udah bilang hari ini gue dijemput Bara." Protes Rain ketika melihat Awan sedang duduk santai di meja makan.
"Geer. Gue nganterin ini buat mama, dari bunda." Jawab Bara mengangkat sekantung keresek yang entah berisi apa.
"Iya. Emang kenapa sih kalau Awan kesini pagi-pagi? Biasanya juga dia disini dari malem." Tegur ibu Rain.
"Mamaaa, sekarang Bara bakal jemput aku. Kalau dia liat Awan disini, nanti dia salah paham lagi dan kita berantem lagi." Rengek Rain seperti anak kecil yang tengah mengadu pada ibu nya.
"Bawel, gue berangkat sekarang kok." Awan berdiri, hendak berangkat ke sekolahnya. "Awan berangkat dulu ya ma."
Awan pergi setelah menyalami ibunya Rain. Letak rumah Awan tepat ada di depan rumah Rain, sehingga tak aneh jika keduanya memang sedekat itu.
"Tuh, Rain... Kamu jahat banget sama Awan, padahal waktu kecil kalian gak bisa dipisahin." Layla, Ibu Rain, menyalahkan.
"Kok aku... Aku kan cuma gak mau ada masalah lagi sama Bara." Meski begitu, Rain terlihat menyesal.
"Tapi cara kamu itu loh yang salah, lagian pacar kamu aja yang berlebihan. Udah nih sarapan, udah dibuatin nasi goreng sama bundanya Awan." Rain menurut dan segera duduk di meja makan.
"Kenapa?" Tanya Layla ketika melihat putrinya malah terdiam.
"Ini masakan Awan, bukan bunda."
[][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][]
"Kamu nanti istirahat sama siapa?" Tanya Bara sedikit berteriak, karena mereka kini sedang berada di atas motor.
"Sama temen-temen kok." Jawab Rain juga sedikit berteriak.
"Awan?" Rain diam.
Memang siapa lagi teman Rain di sekolah? Hanya Awan yang akan setia menemaninya.
"Aku kan udah bilang kamu jangan terlalu deket sama dia. Kamu ini punya pacar loh Rain." Rain terdiam, lagi-lagi itu yang selalu dibahas kekasihnya itu.
"Tapi dia sahabat aku dari orok." Gumam Rain pelan.
"Aku gak ngelarang kamu sahabatan sama dia, tapi ya jangan terlalu deket lah. Masa aku berasa jadi pacar kedua kamu." Ujar Bara lagi.
"Ih ga gitu." Rain mengelak.
"Ya makanya, dengerin aku kali ini ya."
Lagi-lagi Rain diam. Ia sebenarnya sudah sangat bosan dengan pembicaraan ini. Rain tentu tak bisa memilih, keduanya sangat penting baginya.
Lagipula, Rain sudah menganggap Awan itu sebagai kakaknya.
Tak lama, mereka sampai di gerbang sekolah Rain. Rain turun dan memberikan helm nya pada Bara.
"Inget kata-kata aku ya." Rain hanya mengangguk.
Bara pergi setelah memberikan senyum manisnya pada Rain. Ya, Rain dan Bara bersekolah di sekolah yang berbeda. Bagaimana Rain dan Bara dipertemukan? yaitu karena sebuah aplikasi tinder.
Saat itu Rain memiliki perasaan pada Awan, namun sikap Awan yang terbilang cuek itu membuat Rain memilih mundur. Hingga ia mencari jalan lain untuk move on dari Awan.
Yaitu, dengan mengunduh aplikasi tinder.
Bermula ketika Rain yang memakai nama Berry bertemu dengan akun yang bernama River. Rain merasa nyaman dengan Bara alias River. Meski sempat merasa jenuh dengan hubungan yang hanya sekedar aplikasi, akhirnya mereka memutuskan untuk bertemu.
Dan keduanya mulai menjalin hubungan setelah sebulan berkenalan di dunia nyata. Bara berhasil membuat Rain menghilangkan perasaannya pada Awan.
Dan kini hubungan mereka hampir menginjak di tahun ke-dua-nya.
Kembali ke waktu sekarang, Rain berjalan melewati koridor dengan kepala tertunduk. Meski ia siswa kelas dua belas, tapi ia merasa tidak enak ketika berjalan diantara banyak orang.
'Awan mana ya? Gue canggung banget diliatin orang-orang.' Batin Rain sambil terus berjalan.
Namun tiba-tiba seseorang merangkulnya. Rain mendongakkan kepalanya karena si pelaku memiliki tubuh yang tinggi.
Itu Awan, sahabatnya. Ia selalu datang tepat waktu.
"Padahal kalau berangkat sama gue, lo gak usah nunduk dari parkiran sampe ruang TU." Ujar Awan.
"Makasih ya. Maaf soal tadi pagi." Ucap Rain.
"Ya meski gue kesel sih sama lo, tapi gue maafin." Jawab Awan dengan candaan.
"Tadi pagi lo masak ya?" Tanya Rain membuka pembicaraan.
"Kenapa? Enak kan?" Awan malah balik bertanya pada gadis itu.
"Enggak, keasinan." Bohong Rain menahan tawa.
"Serius? Padahal gue udah pake resep bunda." Rain semakin menahan tawanya melihat wajah kecewa Awan.
"Sumpah kalo ada yang bilang alien itu ada, lo pasti percaya deh Wan saking begonya." Tawa Rain pecah setelah mengatakannya.
"Yeeeuuu lo boongin gue lagi ya?" Bukannya menjawab, Rain malah semakin terbahak.
Masa bodoh dengan Bara, ia tidak akan melihat apa yang terjadi sekarang. Lagipula Rain tidak berselingkuh, Awan adalah sahabatnya.
Selalu.
[][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][]
"Halo tuan putri." Sapa Arya, salah satu teman sepermainan Awan.
"Wah nyonya keraton makan di kantin lagi nih? Emang pacarnya gak marah?" Goda Lino, teman Awan yang lain.
"Apaan sih lo pada, bisa diem aja gak?" Jawab Rain berlagak kesal.
Ya, setidaknya Rain memiliki teman lain selain Awan. Yaitu Arya dan Lino yang keduanya adalah sahabat Awan.
"Si Caca mana?" Tanya Awan pada kedua sahabatnya itu.
"Biasa, ditegur sama Pa Sapri." Jawab Lino.
"Kenapa lagi tuh anak?" Tanya Awan lagi.
"Rambut dia, masa diwarnain coba. Emang tuh cewek satu gak ada takutnya." Jawab Arya tak habis pikir.
Tak lama seorang gadis tomboy dengan rambut pendek undercut berwarna biru tua itu menghampiri mereka berempat yang sedang duduk di kantin.
"Nah ni anaknya dateng, panjang umur lo Ca." Ujar Arya pada Caca.
Ya, itu Caca. Sekilas, Rain menoleh pada gadis itu lalu segera membuang muka ketika gadis itu menatapnya.
"Keren juga rambut lo." Puji Awan melihat penampilan sahabatnya itu.
"Gimana? Cocok kan sama kulit gue yang putih? Gue cantik kan?" Gadis bernama Caca itu berpose dengan macam-macam gaya.
"Udah cantik bro." Jawab Awan, Arya, dan Lino bersamaan.
"Mantap, kompak banget." Caca kemudian duduk di depan Awan.
Meski Awan berbincang-bincang dengan teman-temannya, tapi tangan Awan menggenggam sebelah tangan Rain yang sedang asik ber-chat-ria dengan Bara.
Awan hanya tidak ingin sahabatnya itu merasa tidak dianggap.
"Jadi malem ini lo tetep gak bisa?" Tanya Caca memastikan.
Rain yang merasa penasaran dengan pembicaraan itu akhirnya menyimak dengan tangan yang masih memainkan ponselnya.
"Iya, gue hari ini ada jadwal nemenin papa nonton bola." Perlahan senyum di wajah Rain terukir tanpa mereka sadari.
"Rajin banget lo, yaudah deh kalau udah urusan bokap mah kita gak bisa larang juga." Jawab Caca menutupi kekecewaannya.
Awan hendak mengelak ketika Caca menyebut Papa itu Ayahnya, padahal Papa adalah Ayahnya Rain. Namun Rain memberi kode agar Awan diam saja dengan cara mengeratkan genggamannya.
"Gue mau ke toilet." Rain berdiri dan berjalan cepat ke toilet.
Memang sedari tadi gadis itu menahan buang air kecil sejak tadi.
"Gue juga, Rain tunggu." Ujar Caca sambil sedikit berlari mengejar Rain.
Setelah di kamar mandi, Rain melihat Caca yang sedang mencuci tangannya. Namun sangat terlihat jelas bahwa Caca tidak benar-benar mencuci tangan melainkan sedang menunggunya.
"Lo mau ngomong sesuatu?" Tanya Rain terus terang.
"Cuma mau bilang, jangan egois sama sahabat lo." Setelah mengatakan itu, Caca mematikan keran air dan hendak keluar dari kamar mandi.
"Lo suka kan sama Awan?" Caca terdiam, langkahnya tertahan mendengar pertanyaan Rain.
"Jujur aja, lo suka kan sama sahabat gue?" Caca berbalik, menatap Rain dengan tatapan tajam yang tidak Rain mengerti.
"Kalau iya, kenapa?" Nada bicara Caca berubah, membuat Rain merinding seketika.
"Gue gak bakal restuin, Awan harus dapet cewek baik-baik." Jawab Rain gugup.
Caca terlihat tersenyum masam, membuat tatapan tajamnya terlihat semakin menakutkan bagi Rain.
"Lo siapanya dia sampe punya hak ngatur Awan?" Sindir Caca.
"G-gue—"
"Sahabatnya? Iya kan? Sahabat doang, gak lebih." Setelahnya Caca benar-benar pergi meninggalkan Rain yang tengah gugup di tempatnya.
[][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][]
"Mau kemana kamu, Rain?" Tanya Roni, ayah Rain, ketika melihat gadisnya sudah berpakaian rapi.
Disebelahnya, Awan, ikut menoleh ke belakang melihat Rain.
"Jalan sama Bara, Pa." Jawab Rain.
"Kenapa malem-malem sih? Bukannya besok kamu sekolah?" Tanya Roni lagi.
"Justru karena besok sekolah, Pa. Waktunya cuma bisa malem." Jawab Rain menanggapi.
"Emang gak bisa hari lain?" Mendengar pertanyaan Roni, Rain meminta bantuan pada Awan dengan tatapan matanya.
Awan mendelik melihat sikap Rain. Inginnya ia tidak membantu Rain, tetapi tatapan gadis itu tak pernah bisa ia tolak.
"Pa, Bara orang baik kok. Tenang aja, kalau Bara telat bawa Rain pulang, Awan yang habisin dia, pa." Roni tertawa mendengar jawaban Awan.
"Baiklah-baiklah... Ingat jam malam kamu, Rain." Rain bersorak senang dan mengucapkan terimakasih tanpa suara pada Awan.
Ketika suara motor terdengar di halaman rumah Rain, Rain segera berlari. Di belakangnya Awan mengikuti gadis itu karena perintah Roni.
"Ih lo jangan keluar dong, nanti salah paham lagi." Rain segera menahan Awan ketika menyadari laki-laki itu berjalan di belakangnya.
"Disuruh papa tau." Awan menghindar dan terus berjalan sampai keluar rumah.
"Yah, ribut lagi deh gue." Gumam Rain sedih sambil mengikuti langkah Awan.
"Inget jam malam Rain, jagain dia. Kalau sampai Rain kenapa-napa, urusan lo sama gue, bro." Ancam Awan berteriak pada Bara.
"Lo siapa? Sadar posisi lo, bro. Lo cuma sahabatnya." Bara mendekatkan tubuhnya pada tubuh Awan.
"Gue kepercayaan ayahnya." Telak, Bara kalah.
Setelah mengatakan itu, Awan kembali masuk ke rumah Rain untuk menemani Roni menonton bola atau bahkan cuma sekedar bermain ps.
"Kenapa malem-malem dia ada di rumah kamu?" Tanya Bara pada Rain.
"Dia nemenin papa main PS." Jawab Rain sangat pelan, takut Bara akan tersinggung.
"Kenapa papa kamu gak nyuruh aku aja?" Dugaan Rain benar, Bara selalu cemburu.
"Kan kamu mau jalan sama aku." Rain segera menggandeng lengan Bara untuk menenangkan kekasihnya itu.
"Kan bisa dibatalin, diganti hari lain." Bara tentu tidak mau dikalahkan Awan.
"Jadi gak mau jalan sama aku nih?" Rain berlagak marah yang malah terlihat lucu di mata Bara.
"Bukan gitu sayang, aku kan juga mau deket sama papa kamu." Bara menangkup wajah Rain dan menciumnya di kening. "Yuk jalan."
Rain akhirnya senang, Bara selalu bisa membuat nya kagum dengan sifatnya. Sementara di balik jendela, Awan mengamati dengan perasaan sakit.
Awan menyukai Rain, selalu. Tapi ini juga salahnya yang tidak berani mengambil resiko. Membuat Bara lebih dulu mendapatkan hati Rain.