Kalian pernah gak sih satu tempat kerja sama mantan? Apalagi itu adalah first love dari zaman SMA sampai kuliah? Dan yang lebih menyebalkan lagi, dia itu atasan kita dimana kita adalah sekertaris yang wajib banget ngatur segala jadwal dan pekerjaannya. Bisa di bayangin dong gimana persiapan mental setiap hari sebelum berangkat ke kantor. Harus tetap senyum meskipun maksud hati pengen nyakar-nyakar mukanya pas lagi seenak jidat nyuruh-nyuruh kita. Tahan banting meskipun di bentak dan di salahkan padahal kita udah usaha buat se-perfeksionis mungkin. Dan satu lagi, harus punya protecksi diri saat lihat dia mesrah-mesrahan sama cewek lain. Tapi untungnya hal itu tidak sampai kejadian.
Kalo kalian gak punya perasaan sama mantan, it's oke itu bagus banget. Berarti kalian lulus dalam move on. Sayangnya, dalam kasus seorang Julia Sena, dia gagal move on dari mantannya Kama Julian. Gimana bisa move on? Selain cinta pertama Julia, Julian juga satu-satunya cowok yang mengenal Julia dengan sangat baik. Lelaki itu bisa menembus pertahanan Julia. Mereka pernah menjadi couple of the years semasa SMA dan menjadi king and queen saat promnight semasa kuliah.
Tapi sewaktu semester akhir, hubungan mereka kandas. Tidak ada yang tau bagaimana bisa, mereka yang selalu romantis dan membuat semua para jomblo iri bisa putus. Bahkan kabar itu membuat teman-teman se-angkatan mereka ikut bersedih. Apalagi terdengar kabar, kalau putusnya mereka karena hadirnya orang ketiga. Dimana Julian selingkuh sewaktu KKN dan hal itulah yang membuat Julia memutuskan untuk berpisah.
Namun kabar itu hanya rumor semata. Tidak ada yang tau pasti penyebab putusnya pasangan fenomenal itu. Baik Julia dan Julian sepakat untuk menyimpan hal ini rapat-rapat. Hanya mereka yang tau, apa alasan dibalik kandasnya hubungan mereka.
Seakan takdir mencoba untuk bermain-main, Julia diterima sebagai sekertaris di suatu perusahaan, dan Julian sebagai atasannya, dimana Julian sendiri tidak tahu menahu soal ini. Bahkan dia cukup terkejut saat pertama kali Julia masuk bersama kepala HRD dan memperkenalkan diri sebagai sekertaris Julian. Sedangkan Julia, dibuat tidak berkutik ketika menerima kenyataan jika Julian sudah menjadi seorang direktur. Hal yang pernah lelaki itu katakan jika kelak dia akan menjadi direktur di perusahaan keluarganya.
Namun, Julian tetaplah Julian. Seperti mengenal Julian dengan sangat baik, Julia bisa mengimbangi akting Julian. Berpura-pura tidak saling mengenal, mereka seakan sepakat untuk membuka lembaran baru. Dikenal sebagai pimpinan yang ditakuti oleh anak buahnya, Julian seakan tidak peduli akan hal itu. Hanya Julia yang bisa menghadapi Julian dengan senyuman meski lelaki itu bertampang datar dan beraura dingin.
"Ini jadwal anda untuk seminggu ke depan." Julia memberikan map berwarna merah kepada Julian yang duduk berwibawa di kursi kebesarannya. "Hari ini anda ada jadwal meeting dengan bagian produksi jam sepuluh, janji makan siang dengan Pak Sandi dari Shima Grup dan teleconfrens dengan klien Jepang jam empat sore."
"Jadwal saya hanya itu saja?" Tanya Julian sambil membaca jadwalnya untuk ke depannya.
"Iya, Pak. Ah, dan Bu Karin meminta anda untuk makan malam bersama keluarga."
Bu Karin adalah Ibu Julian. Sekedar informasi, Julian tidak tinggal di rumah orangtuanya. Dia memilih tinggal terpisah dan hidup sendiri di apartemen. Beralasan ingin hidup mandiri, sebenarnya Julian menghindari keinginan ibunya yang selalu menjodoh-jodohkan nya dengan anak teman arisan beliau.
"Dimana?"
"Di rumah." Julian hanya mengangguk sebagai jawaban. "Saya permisi, Pak."
Julia beranjak dari tempatnya, berada di satu ruangan dengan Julian bukanlah hal yang menyenangkan. Tapi hal yang mendebarkan. Julia harus mengatur degub jantungnya, mengatur nafasnya dan mengatur cara bicaranya. Awalnya susah, namun selama tiga tahun ini dia berhasil mengendalikan diri. Bahkan di tahun pertama, Julia sudah mendapatkan reward karena pekerjaannya yang selalu maksimal dan bisa membantu Julian mengatasi masalah. Julian sangat terbantu dengan adanya Julia, dia mengakui jika Julia memang cerdas sejak dulu. Maka tak heran jika wanita itu mampu mengerjakan segala sesuatu dengan cukup baik.
"Julia," panggil Julian saat tangan Julia meraih knop pintu.
"Iya, Pak?" Berbalik sambil memasang senyum.
"Tolong nanti kamu ke apartemen saya,"
"Untuk apa?" Tanya Julia terheran, pasalnya Julian akan menghadiri makan malam keluarga, jadi apartemen laki-laki itu sudah pasti kosong.
"Siapkan perlengkapan saya untuk perjalanan bisnis ke Paris. Sepertinya malam ini saya harus menginap di rumah Mama."
Oh begitu rupanya, "baik, Pak. Akan saya lakukan seperti biasanya."
Iya, seperti biasanya. Selain mengatur jadwal, menyelesaikan pekerjaan dan mendampingi Julian rapat, Julia juga mendapatkan tugas menyiapkan segala keperluan Julian ketika perjalanan bisnis. Dulu, Julia sempat berpikir jika Julian hanya modus semata. Namun kata sekertaris Julian sebelumnya, laki-laki itu memang menyuruh sekertaris nya melakukan hal itu. Dulu, sekertaris Julian adalah pria, namun harus pensiun dini karena ingin menikmati hari bersama istrinya yang sedang sakit kanker di desa. Maka dengan berat hati, Julian terpaksa mencari sekertaris baru dan bertemulah dia dengan Julia.
"Terima kasih."
***
Memasuki walk in closet milik Julian, Julia menghembuskan nafas lelah. Dia baru saja pulang pukul tujuh dan harus ke apartement Julian demi menyiapkan perlengkapan bosnya itu. Tidak ingin membuang waktu, Julia segera mengambil koper Julian di tempat biasa. Dengan cekatan, dia mengambil tiga kemeja dengan warna berbeda, tiga jas dengan warna berbeda, rompi dengan warna berbeda, tak lupa dengan dasi, lalu penjepit dasi. Julia menatanya dengan rapi, lalu beranjak menuju rak kaos kaki, dia mengambil tiga pasang, beralih pada rak sepatu, Julia mengambil tiga pasang juga. Setelah perlengkapan inti selesai, Julia mengambil mantel, sweater, kaos dan juga baju tidur.
Setelah semua dirasa beres, Julia keluar dari walk in closet menuju kamar Julian. Dia harus menyiapkan paspor, visa dan juga perlengkapan mandi Julian. Awalnya Julia heran, kenapa Julian repot-repot membawa perlengkapan mandi sendiri, padahal di hotel sudah tersedia. Dengan tegas Julian berkata, jika dia tidak biasa memakai barang asing apapun itu. Bahkan sabun, shampoo, pasta gigi dan sikat gigi juga dibawanya sendiri tanpa memakai fasilitas dari hotel. Se-rempong itu memang Julian, namun Julia berangsur-angsur paham dengan tabiat atasannya itu dan melaksanakannya dengan baik.
Dering ponsel Julia membuat wanita itu terperanjak, dia mengambil ponselnya dan melihat nama kontak yang memanggilnya.
Bos besar...
Dengan segera, Julia mengangkat telepon itu.
"Halo, Pak?"
"Julia, kamu masih di apartement saya?"
"Iya, Pak."
"Sudah selesai?"
"Hampir selesai, Pak."
"Di meja kerja saya, ada dokumen yang harus dibawa. Ada di laci nomor dua, map warna kuning. Kamu bawa juga itu."
"Baik, Pak."
"Kamu sudah membeli tiket dan booking hotel?"
"Sudah, Pak. Kita berangkat besok malam,"
Terdengar helaan nafas, "harus malam, ya?"
"Besok anda harus meninjau ke pabrik, lalu rapat dengan PT. Rajasa setelah makan siang dan rapat dengan bagian perencanaan jam tiga sore." Jelas Julia dengan lancar. "Jadi anda hanya bisa mengikuti penerbangan malam untuk ke Paris besok, Pak."
"Begitu, ya?" Terdengan lagi helaan nafas yang terdengar lelah. "Baiklah, terima kasih, Julia."
"Sama-sama, Pak."
"Selamat malam."
"Selamat malam, Pak."
Pernah menonton drama Korea What's wrong with seceretary Kim? Ya, kurang lebih tugas Julia seperti itu. Sayangnya, Bu Kim bukan mantannya Pak Lee, hanya saja mereka pernah berada di masa lalu yang sama. Berbeda dengan Julia yang harus menguatkan hati untuk bertatap muka dengan bosnya. Pak Kim itu sosok yang sedikit humoris dan narsistik, sedangkan Julian sosok yang dingin dan tak tersentuh. Wajahnya selalu datar dan tidak pernah tersenyum. Julian orang yang perfecksionis dan tidak mentolelir adanya kesalahan. Hanya satu sifat yang sama antara Pak Lee dan Julian, yaitu sama-sama tidak ingin disentuh oleh wanita manapun.
Ketika perlengkapan Julian sudah tertata dengan rapi di dalam koper, Julia langsung meninggalkan walk in closet pria itu sambil mendorong koper. Julia meletakkan koper yang akan dibawa bosnya nanti fi ruang tamu, pasalnya, jika waktunya mepet, Julian hanya akan menyuruh sopirnya untuk mengambil koper. Hal yang sudah di hafal oleh Julia.
"Oke, tinggal bawa tablet, laptop sama dokumennya besok." Gumam Julia dan langsung berlalu menuju dapur.
Terlalu seringnya ke apartement Julian, membuat Julia paham letak ruangan itu. Bukan hanya itu, jika pekerjaan sudah menumpuk dan di haruskan selesai, Julia akan menginap di apartement Julian untuk menyelesaikan pekerjaannya. Maka tak heran jika untuk letak dapur saja Julia paham.
Mengambil minum di kulkas, Julia mendesah lega saat melihat isi kulkas Julian masih begitu lengkap. Julian memiliki Ibu yang begitu perhatian, seminggu sekali beliau akan mengisi kulkas Julian dengan makanan, camilan serta beberapa minuman kaleng. Tak hanya itu, susu UHT dan juga jus buah tersedia di kulkas Julian. Tidak usah tanya buah, karena Julian orang yang sangat susah makan buah jika tidak Julia sendiri yang sedikit memaksa.
Merasakan perutnya lapar, Julia akhirnya memutuskan untuk segera pergi meninggalkan apartement bosnya itu. Dia harus segara memberi cacing dalam perutnya itu sebelum semakin merontah-ronta.
Namun, dia harus mengambil dokumen yang disuruh oleh Julian tadi. Jadi Julia langsung menuju ruang kerja Julian yang berada di dekat kamar lelaki itu.
"Tadi katanya laci nomor dua. Laci sebelah mana sih?"
Pasalnya, meja kerja Julian kiri kanannya terdapat laci yang masing-masing tiga sab. Jadi Julia lebih dulu ke laci sebelah kiri. Dia menarik laci tersebut, namun bukan map berisi dokumen, tapi sesuatu yang membuat Julia mematung di tempatnya.
Mengambil benda tersebut dengan hati-hati, Julia tersenyum sambil membuka kotak musik berwarna hijau tersebut, lalu suara khas kotak musik tersebut terdengar. Julia tidak menyangka bisa menemukan kotak musik itu di ruang kerja Julian, terlebih, Julian menyimpannya di laci. Sungguh, Julia cukup terkejut akan hal itu.
Kotak musik itu adalah pemberian Julia sewaktu mereka masih pacaran. Kado ulangtahun Julian yang ke-duapuluh tahun, yang berarti kotak musik itu sudah hampir delapan tahun dan Julian masih menyimpannya dengan rapi. Tak ingin merusak benda tersebut, Julia mengembalikannya ke tempat semua. Dia lalu bergegas mengambil dokumen yang dimaksud oleh Julian.
***
Memilih untuk makan di salah satu warung lesehan langganannya, Julia cukup senang saat bebek goreng kesukaannya masih tersedia. Biasanya, bebek goreng di tempat itu sudah habis selepas jam tujuh malam. Mungkin malam ini, Julia cukup beruntung. Jadi dia makan dengan lahap tanpa memperdulikan tatapan beberapa orang kepadanya.
Ya, wanita cantik dengan setelan kerja rapi dan penampilan paripurna, makan di warung lesehan pinggir jalan. Well, siapa yang peduli? Julia lebih suka makan di pinggir jalan daripada harus makan di restaurant mewah.
"Bulek, nambah dong sambelnya." Pinta Julia kepada penjual yang dipanggilnya Bulek itu.
"Kok tumben sih, Mbak kesininya malem banget? Lembur apa gimana?" Tanya Bulek penjual lalapan sambil memberikan sambal kepada Julia.
"Iya, Bulek. Besok malem mau ke Paris soalnya."
"Kerjanya ke luar negeri terus Mbak Lia ini. Kapan-kapan bawakan oleh-oleh ya?" Canda Bulek tersebut membuat Julia tertawa kecil.
"Besok saya bawakan oleh-oleh, ya, Bulek. Tapi bebek gorengnya kasih gratis."
"Bereessss." Julia dan Bulek tersebut tertawa. "Lanjutin makannya, Mbak. Bulek mau goreng lele dulu."
Begini enaknya makan pinggir jalan, nikmatnya berbeda daripada makan di restauran. Selama bekerja di bawah pimpinan Julian, Julia hampir setiap saat makan di restauran mahal di Indonesia atau di luar negeri. Apalagi jika bukan perjalanan bisnis dan juga menemani Julian sekedar makan siang.
Namun jika Julian sudah rapat atau meeting dengan dewan direksi, Julia baru merasa sedikit bebas. Dia bisa makan dengan teman sekantornya atau kadang makan di cafetaria kantor. Dan selama ini, tidak ada seorangpun di kantor itu yang mengetahui masalalu Julia dan Julian. Bukan Julia berharap, tapi lebih baik seperti itu, karena akan merasa canggung jika ada yang mengetahui masalalu mereka dan menggosipkan nya di kantor. Julia ingin bekerja dengan tenang, karena saat ini dialah tulang punggung keluarga setelah Ayahnya meninggal.
Julia sendiri tinggal di Jakarta sendirian, sama seperti waktu zaman kuliah dulu. Namun sekarang dia kos sendirian, berbeda saat kuliah dulu dia bersama temannya. Tempat kos Julia juga tidak jauh dari kantornya saat ini, dulu memang jauh, namun setelah bekerja, dia memutuskan pindah kos.
"Baru pulang kak?" Sapa seorang gadis remaja dengan pakaian baby doll bercelana pendek di atas lutut.
"Iya, nih. Kok elo belum tidur?" Julia bertanya sambil melepaskan sepatunya.
"Baru pulang ngeprint kak, ini habis bikin susu, mau tidur."
"Jangan kebanyakkan minum susu lo, Cer!"
"Kenapa kak?"
"Makin bongsor entar." Julia tertawa membuat gadis bernama Cerisa itu menggembungkan pipi.
"Habisnya kalo gak minum susu, gak bisa tidur kak. Bawaannya laper."
"Lo minum susu apaan sih?"
"Susu low fat, kan biar gak gendut."
"Pantesan aja." Julia tak habis pikir dengan tetangga kosnya yang satu ini. Untuk ukuran remaja SMA, dia cukup terbilang tinggi, bodynya seperti wanita dewasa tapi polosnya gak ketulungan. "Yaudah deh, gue mandi dulu. Lo buruan tidur, besok telat mampus lo!"
"Oke kak."
Julia masuk ke dalam kamar kosnya lalu menghempaskan tubuhnya diatas ranjang. Kamar kosnya tidak terlalu besar memang, namun memiliki fasilitas kamar mandi dalam. Hal yang memang dicari oleh Julia karena dia tidak suka berbagi kamar mandi dengan oranglain. Baiklah, Julian harus segera mandi dan membersihkan diri. Dia harus mengistirahatkan tubuhnya, karena bisa dipastikan jika besok akan banyak kerjaan yang harus dia lakukan.
Lagipula, Julia juga harus mempersiapkan perlengkapannya untuk berangkat ke Paris. Jadi setelah mandi Julia sudah mempacking baju serta perlengkapan lainnya ke dalam koper.
"Akhirnya selesai juga. Waktunya tidur Julia."
***