Still the same

Membereskan meja kerjanya, Julia mendesah lega, akhirnya jam makan siang sudah tiba. Baru saja, Julia akan beranjak meninggalkan mejanya, namun panggilan Julian menginterupsinya. Maka tak ada yang lebih penting dari panggilan bosnya. Mendorong pintu kayu itu perlahan, Julia berjalan menghampiri Julian yang sedang berdiri menatap pemandangan di luar jendela. Menyadari kehadiran Julia, tubuh pria berpawakan tegap itu berbalik. Namun dahi Julia mengerut saat menyadari penampilan Julian yang sudah tidak rapi. Dasi pria itu sudah longgar dan kancing teratasnya terlepas.

"Bapak manggil saya?" Julian mengangguk.

"Saya sedang malas makan di luar, bisa tolong pesankan makan siang di cafe kantor?"

"Bisa, Pak. Bapak mau menu apa?"

"Menurut kamu yang enak apa? Tenggorokan saya gak enak sejak pagi tadi, kalau bisa makanan yang berkuah aja."

"Baiklah, saya pesankan sekalian saya makan siang."

"Kamu pesan juga, temani saya makan disini."

Cukup terkejut, Julia tak habis pikir dengan permintaan Julian. Dia memang sering menemani Julian makan, namun itu saat sedang di luar kantor atau bersama dengan klien. Mereka tidak pernah makan bersama di kantor, selain karena Julian lebih sering makan di luar, atasannya itu termasuk orang yang pemilih dalam hal makanan.

"Julia?"

"Ah, iya, Pak. Saya akan meminta OB untuk mengantarkan makanan kemari."

Setelah Julian mengangguk, Julia langsung meninggalkan ruangan itu dan kembali ke mejanya. Semoga saja masih ada orang di ruangan OB, biasanya para OB lebih cepat menuju cafetaria saat makan siang.

"Halo, dengan Hari?" Julia bersyukur ada yang mengangkat panggilannya.

"Mas Hari, saya Julia."

"Oh iya, Bu. Ada yang bisa saya bantu?"

"Bisa minta tolong pesankan makan siang untuk Pak Julian?"

"Bisa, Bu. Sebentar saya catat."

"Pesankan sup ayam, cah brokoli jamur, nasinya dua, sama siomay. Terus minta tolong belikan pisang dan madu. Nanti uangnya saya ganti setelah makan siang."

"Ini di pesan atas nama siapa?"

"Atas nama saya, Mas."

"Ada lagi, Bu? Minumannya mungkin?"

"Gak usah, Mas. Pak Julian lagi sakit, biar saya buatkan minum sendiri."

"Baik, Bu. Ditunggu sebentar, ya?"

Setelah menelpon OB, Julia menuju mini kitchen yang ada di lantai itu. Mini kitchen yang menyediakan berbagai bahan untuk membuat kopi, teh, susu atau sirup. Mini kitchen ini disediakan untuk karyawan yang berada di lantai tersebut. Berbagai macam teh dan kopi lengkap di sana. Tak hanya itu, tersedia juga kulkas untuk minuman dingin. Biasanya OB meletakkan air mineral, kopi dan teh siap minum dan beberapa minuman penyegar.

Julia membuatkan atasannya itu teh chamomile, minuman yang biasanya Julia konsumsi saat sakit tenggorokan. Setelah selesai membuatkan teh, Julia langsung membawa minuman itu ke ruangan Julian besama dengan sebotol air mineral. Masih teringat jelas di kepala Julia jika Julian sejak dulu sering mengeluh sakit tenggorokan karena kurang minum. Padahal, setiap pagi Julia sudah menyiapkan segelas air putih di meja pria itu, namun terkadang sampai jam makan siang tidak habis sampai setengah.

"Makanannya sudah saya pesankan, sebentar lagi diantar OB, Pak." Julia meletakkan teh chamomile di hadapan Julian. Atasannya itu sedang duduk di sofa yang ada di ruangan tersebut. "Sementara, Bapak minum ini dulu"

Mengambil cangkir tersebut, indra penciuman Julian langsung bisa menghirup aroma chamomile. Saat menyeruput teh, sudut bibir Julian terangkat tanpa sepengetahuan Julia.

tok...tok...tok...

Segera saja Julia membukakan pintu, dia mendapati seorang OB membawakan nampan berisi makanan. Setelah mengucapkan terima kasih, Julia membawa nampan tersebut dan meletakkannya di meja.

Ketika meletakkan sup ayam, mata Julia melihat terdapat potongan wortel di mangkuk itu. Segera saja, dia meraih mangkuk berisi sup ayam dan memindahkan semua wortel ke menu cah brokoli jamur miliknya. Julia sangat tau jika Julian tidak menyukai wortel, lelaki itu benar-benar menghindari makan wortel sejak dulu. Maka tak heran, jika Julia begitu tanggap saat melihat sayuran tersebut.

Teringat dulu ketika mereka masih menjadi sepasang kekasih, Julia selalu melakukan hal seperti ini. Julian sangat menyukai cap cay, namun terlebih dulu akan menyuruh Julia menghilangkan wortel dari piringnya.

Dan ternyata, hal itu masih berlaku sampai sekarang. Selama menjadi sekertaris Julian, Julia sangat hati-hati untuk memilihkan makanan atasannya itu. Jika mereka makan bersama di luar, Julia memastikan jika menu yang di pesan tidak ada wortel sama sekali. Namun kali ini, ternyata Julia kecolongan.

Apa yang dilakukan Julia, ternyata tak luput dari perhatian Julian. Pria itu hanya menatap Julia yang dengan hati-hati memindahkan potongan-potongan wortel ke piring wanita itu.

"Silahkan di makan, Pak." Julia menyerahkan mangkuk sup ayam kepada Julian.

"Terima kasih, Julia."

Julian makan dalam diam, lelaki itu makan terlebih dulu tanpa repot-repot menawari Julia, karena sekertaris nya itu sedang membuka siomay agar cepat dingin. Setelah selesai, barulah Julia makan makanan nya sendiri. Mereka makan dalam diam, hal yang tak asing bagi Julia.

Saat nasi di piring Julian tandas, pria itu menghabiskan sisa sup berikut dengan kuahnya. Kuah yang masih hangat langsung menjalar ke tenggorokan Julian. Dia merasa mendingan, sebab tadi pagi ketika sarapan, Julian merasa tenggorokan nya perih.

Membereskan piring bekas makan, Julia membiarkan atasannya itu menikmati siomay yang sudah dia pesankan sedangkan dirinya keluar untuk meletakkan piring kotor di mini kitchen. Biasanya, nanti sore OB yang akan mengambilnya untuk di cuci.

Saat kembali ke ruangan Julian, ternyata pria itu sudah duduk di kursi kebesarannya. Julia melirik pada buah pisang dan madu yang masih ada di meja dekat sofa. Segara saja Julia mengambil pisang tersebut dan meletakkannya di depan Julian.

"Untuk apa?"

"Pisang bagus untuk sakit tenggorokan, Pak. Jadi Bapak bisa makan pisang ini nanti," Julia menuangkan madu ke sendok makan. "Nah, ini untuk obat Bapak sementara." Julia menyodorkan sendok berisi madu tepat di bibir Julian. Sontak saja Julian kaget, namun senyum ramah Julia justru membuat pria itu bingung.

"Kamu mau apa?"

"Ini minum dulu." Julia menunjuk madu di sendok makan yang dia pegang. "Keburu tumpah, Pak." Langsung saja Julian menerima suapan madu tersebut dan mengerang pelan karena terasa menyengat di tenggorokannya.

"Itu madu apa obat?"

"Madu, Bapak." Julia menunjukkan botol madu yang terkenal kepada Julian. "Jangan lupa makan pisangnya dan minum air putihnya. Bapak sakit tenggorokan karena kurang minum air."

"Hm."

Sepeninggalan Julia, Julian menyandarkan tubuhnya di kursi dengan tatapan menerawang. Rasanya ada yang aneh dengan dirinya, namun Julian mencoba untuk menepis semua hal itu. Dia harus tetap fokus bekerja, apalagi malam ini dia harus melakukan perjalanan panjang ke Paris. Sebenarnya ada yang menggangu pikiran Julian, tapi dia mencoba untuk tidak peduli, namun ucapan ibunya sungguh terngiang di otaknya.

"Adikmu udah punya anak satu, kamu istri aja gak punya. Sebenarnya kamu gak nikah-nikah karena gak punya pacar atau memang trauma sama perempuan?"