Keseriusan Barry

Perkataan Barry sukses membuat yang berada di ruangan terkejut tidak kecuali Amel, meski beberapa kali Barry mengatakan tapi tidak serta merta Amel langsung menjawabnya. Amel yang bingung langsung meninggalkan ruangan Tina tanpa berpamitan pada yang lain, bahkan Amel tidak peduli dengan pendapat mereka yang berada di ruangan. Amel melangkahkan kakinya setelah dari ruangan Tina menuju tempat sidang Willy, Amel masih melihat beberapa temannya menunggu sidang Willy termasuk Vina yang sedang berbicara serius. Amel berdiri tidak jauh dari mereka sambil menatap mereka dan memikirkan perkataan Barry karena bagaimana bisa mengajak menikah padahal mereka baru pertama kali bertemu, terlalu larut dalam pikirannya membuat Amel tidak menyadari keberadaan Vina yang saat ini berada di depannya.

"Loe kenapa? dimarahin?," tanya Vina membuat Amel terkejut.

"Gak," jawab Amel singkat menutupi rasa terkejutnya “masih lama?,” tanya Amel mengalihkan perhatian Vina.

“Seharusnya beberapa menit lagi Willy keluar.”

Willy keluar dengan tersenyum waktu melihat Amel secara otomatis Willy memeluk Amel membuat orang disekitar mereka terkejut, Amel hanya diam dalam pelukan Willy meski sudah sering mereka melakukannya tapi tidak bagi orang disekitar mereka. Amel menepuk punggung Willy pelan agar bisa membuatnya tenang meski tidak terlalu banyak, pelukan Willy semakin reat tanda bahwa dirinya gugup di dalam sana.

“Gue takut,” bisik Willy.

“Tenang pasti lulus karena kamu sudah sejauh ini,” jawab Amel menenangkan sambil menepuk punggung Willy.

Willy melepaskan pelukan menatap Amel dan Vina bergantian, lalu meninggalkan mereka berdua untuk berbicara dengan teman lain. Vina tidak banyak bertanya atau berbicara mengenai kejadian tadi karena sangat tahu bagaimana hubungan mereka berdua. Mereka berdua duduk di salah satu kursi yang tidak jauh dari ruang sidang dalam keadaan diam, tidak lama kemudian Willy masuk kembali untuk mengetahui hasil sidangnya dan secara tidak sadar Amel dan Vina saling berpegangan memberikan kekuatan atas apa yang akan dihadapinya setelah ini dengan doa yang sama yaitu kelulusan Willy.

Cukup lama Willy berada di dalam sama seperti Amel tadi dan selama itu kedua wanita ini tidak berhenti berdoa atas kelulusan Willy, Amel menatap Vina yang hanya diam padahal tadi sempat berbicara santai dengan teman lain tapi kali ini berbeda. Vina dan Amel sedikit pun tidak pernah menganggap Willy lebih dari teman karena Vina lebih konsentrasi dengan pendidikannya tanpa memikirkan perasaan cinta ditambah type mereka bukan seorang Willy begitu juga sebaliknya. Pintu terbuka membuat kedua gadis semakin erat berpegangan dan Willy menatap mereka berdua lalu langsung melangkahkan kaki ke arah mereka, dalam satu tarikan berhasil membuat Amel masuk ke dalam pelukan Willy kembali tanpa melepaskan genggaman tangan pada Vina.

"Gue lulus," bisik Willy "makasih."

Amel merasakan Willy menangis setelah mengucapkan kata-kata itu, Amel menepuk punggung Willy pelan sambil mengangguk. Willy melepaskan pelukannya dan menatap Vina yang masih berada dekat mereka dan melakukan hal yang sama seperti pada Amel, namun tidak berlangsung lama karena Willy juga menarik Amel masuk ke dalam pelukan bersama dengan Vina. Willy melepaskan pelukan dengan menghapus air mata yang keluar dari pipinya sebelum bertemu teman yang lain, Willy melangkahkan kakinya menuju teman yang telah menunggu hasil ujiannya dan setelah mengatakan Willy langsung menerima ucapan selamat dari teman – teman. Amel dan Vina masuk ke ruangan membantu Willy membereskan semuanya ketika Willy bersama teman – teman yang lain, Willy masuk ke dalam dan langsung membantu mereka berdua.

"Jalan-jalan yuk," ajak Willy menatap mereka berdua.

"Besok aja ya aku ada janji sama dosen setelah ini," tolak Vina.

Willy mengangguk "kalau gitu besok aja, gimana?.”

Amel dan Vina mengangguk setelah selesai mereka mengantarkan berkas Willy menuju mobil miliknya, setelah itu Vina berpamitan pada Amel dan Willy setelah memastikan besok akan bertemu dan menghabiskan waktu bersama. Amel menatap kepergian Willy karena tiba – tiba dihubungi seseorang untuk segera pulang, selepas kepergian Willy tatapan Amel pada mobil yang kacanya terbuka di mana Barry dan anak – anak seakan menunggu kedatangan Amel.

Amel menarik dan menghembuskan nafas untuk mendatangi mereka karena pandangan mereka menuju Amel dan tidak ingin membuat perhatian karena teriakan kembar, orang tahunya bahwa mereka adalah keluarga Tina dan Amel tidak ingin ada gosip aneh, bukan karena dirinya takut tapi hanya malas saja berurusan dengan hal tidak penting.

"Tante kata papa mulai sekarang manggil mama ke tante," ucap Doni ketika Amel dekat ke mobilnya membuat Amel menatap Barry tajam.

"Tante eh mama mau jadi mamanya kita?," tanya Yuki memberikan tatapan memohon pada Amel.

Amel menatap Barry namun Barry acuh seakan tidak mendengar perkataan anak-anak, Barry yang merasa Amel bingung menjadi tidak tega melihatnya. Meski di dalam hati dirinya tersenyum tapi tetap saja dirinya tidak setega itu pada Amel karena bagaimana pun keinginan menikah dengan Amel untuk dirinya dan juga anak – anak.

"Doakan Tante Amel jadi mama kalian," ucap Barry "kalian mau khan punya mama?," tanya Barry sambil melihat dari kaca mobil dimana anak – anaknya mengangguk "mulai sekarang nurut sama yang Tante Amel bilang."

"Siap papa," ucap mereka berdua bersama sambil memberikan tanda hormat.

Barry memberikan kode agar Amel masuk ke dalam Mobil dengan terpaksa Amel memenuhi permintaan Barry tanpa ada protes sama sekali, karena sekali lagi Amel tidak ingin menjadi pusat perhatian. Mobil berjalan meninggalkan lingkungan kampus dengan Amel memandang wajah kembar yang asyik bercerita dengan kegiatannya dan beberapa kali Amel tersenyum melihat apa yang mereka lakukan.

"Kita mau kemana, pak?" tanya Amel ketika menatap arah tujuan Barry "bisa kita makan dulu? perut aku kaya sakit."

Barry menatap Amel lalu jam di tangan "delivery aja ya"

Amel mengangguk yang penting dia segera makan, Amel masih memegang lengan Barry. Rumah ini masih kosong belum ada interior, catnya hanya putih membuat Amel bertanya rumah siapa yang disayanginya kali ini.

"Kalian suka rumahnya?," tanya Barry yang menggendong Doni membuat Amel menatapnya.

"Suka," teriak mereka bersamaan.

"Kalian bilang sama mama mau kamarnya kaya gimana," ucap Barry membuat Amel salah tingkah.

Tidak berselang lama makanan datang yang langsung diambil dan dengan segera Amel melakukan tugasnya, pada saat itu Barry melihat Amel tampak luwes meladeni Yuki dan Doni yang membuat hati Barry menghangat. Mereka makan di lantai karena memang masih belum ada perabotan sama sekali dan setelah makan Barry mengajak Amel berkeliling untuk memberi gambaran mengenai rumah ini. Apa aja yang harus Amel lakukan, selama melihat rumah Barry menggenggam tangan Amel.

"Ini ruang tidur kita"ucap Barry "kamar mandi serta ruangan untuk lemari"sambung Barry "buat kamar ini senyaman kamu, aku cepat beradaptasi kok” Amel hanya diam tanpa menanggapi perkataan Barry "aku serius dengan ucapan menjadikanmu ibu dari anak-anak kita"ucap Barry mencium pipi Amel "ruangan ini kedap suara jadi kamu bisa teriak ketika nanti malam pertama"

Amel memukul lengan Barry pelan, Barry tidak melepaskan Amel dari pelukannya lalu mencium bibir Amel sekilas. Barry melihat wajah merah Amel dan makin membuat Barry semakin gemas serta jantung Barry berdetak kencang dalam hati mereka berdoa semoga keputusan ini benar.