WebNovelLove Line46.15%

[LLINE] Sebuah Pertanyaan

Jika seseorang masuk kedalam dimensi mimpi kita itu artinya, dia merindukan kita. Apakah itu benar? atau hanya sebuah mitos saja?

" Byee Abang, nanti jemput Ala jangan telatttt " teriak Liza yang diacuhkan oleh Eza, sudah menjadi kebiasaan Eza telat ketika menjemput adiknya.

Setelah selesai berteriak Liza membetulkan letak tas yang berada ditangan menjadi di bahu, dari kejauhan Liza melihat sosok yang membuat penasaran semalaman "Arsaaaan."

Berlari secepat mungkin agar rasa penasaran itu hilang, "Wihh datang-datang udah teriak-teriak " ucap Dion.

"Ehh kembar, diem aja Liza mau tau cerita soalnya. "

"Penasaran banget yaa? " ucap Syila.

"Nanti dikelas kita ceritanya. "

"Okee Pak Km 2periode. "

Kemudian mereka berjalan memasuki kelas, setelah sampai di kelas Liza kembali menanyakan hal yang serupa kepada Arsan dirinya hanya pesaran bukan kagum.

"Jadi gimana? "

"Yaa Tuhan Liza, Arsan baru juga duduk " ucap Rio kesal sekaligus kasihan kepada Arsan yang baru saja duduk sudah dibuat pusing dengan pertanyaan Liza.

"Kasih tau San cepet kasian dia, " ucap Dira.

"Yeeh kan Liza mau tau. "

"Tapi sebentar, Arsan keruang guru dulu katanya ada guru yang gak masuk. "

"Okee jangan lama San. "

"Arsan? " Panggil Liza ketika Arsan sudah berjalan keluar.

"Ya? " jawab Arsan.

"Liza ikut yaa, " dengan segala penasarannya Liza sampai-sampai ikut menjemput guru.

"Ayo. "

"Byeee kalian. "

"Liza beneran tuh anak penasaran banget, " ucap Syila ketika Liza sudah pergi bersama Arsan.

"Aku doain mereka berjodoh. "

"Sama Arsan? " ucap Rio kaget.

"Bukan sama yang digrup. "

"Terus nasib Pak Alvian gimana tuh? " ucap Syila kepada Dira.

"Liza? "

"Ah keceplosan. "

"Nah berita baru, " ucap Dion

"Kamu aja yang belum tau Dion. "

Sementara itu dijalan menuju ruang guru Arsan dan Liza tidak henti-hentinya berbincang lebih tepatnya Liza yang terus menanyai Arsan perihal si pria bermata biru itu.

"Penasaran banget ya Liz? " tanya Arsan kepada Liza di tengah berjalan.

"Engga cuman pengen tau aja San. "

"Namanya Albi Reyham. "

"Albi Reyham? Kenapa engga Reyhan saja? " ucap Liza karena merasa nama panjang Albi terlalu asing didengar.

"Arsan gak tau Liza."

"Terus? "

"Ibunya Kak Rey adalah temannya ibu Arsan. "

"Oh jadi ibu Arsan sama Ibu kak Albi temenan? "

"Iya, Ayah Ibu Albi bercerai karena Ayah Albi saat itu tergila-gila dengan seorang wanita. "

"Kok bisa gitu jahat banget. "

"Iyaa emang, di umur 15 tahun orangtuanya bercerai dan Albi memutuskan buat ikut Ibunya. "

"Kak Albi anak pertama? "

"Iya. "

"Ohh, "

"Terus Ayahnya nikah sama wanita itu? "

"Iyaa setelah cerai 1bulan dengan ibunya Albi. "

"Kok jahat banget sih, kasian kak Albi. "

"Liza mau ikut kedalam? " ucap Arsan menawarkan Liza masuk kedalam ruangan guru namun Liza menolaknya.

"Liza tunggu disini aja. "

"Lebih baik kekelas. "

"Disini aja Arsan. "

"Oke. "

"Arsan? " ucap Liza.

"Suttt, " ucap Arsan sambil mengarahkan jari telunjuk ke bibirnya.

"Jangan lama, " ucap Liza melemah.

Setelah 5menit akhirnya Arsan keluar dari ruangan itu, "Pak Alvian? " ucap Liza kaget saat Arsan dan Alvian berjalan bersamaan.

Alvian kira tidak ada kehadiran seorang murid disini, "Ohh ada Amor? "

"Hmm, Bapak mau kemana? " tanya Liza.

"Mengajar. "

"Iya saya tau, maksud Liza Bapak mengajarnya dikelas mana? "

"Kelasmu. "

"Ha? "

"Kenapa ada yang salah? " tanya Alvian kepada Liza.

"Arsan bilang Bapak gak bakal masuk. "

"Oh, " ucap Alvian sambil berjalan melewati Liza.

"Gak sopan, " ucap Liza kesal karena Alvian melewatinya tanpa menjawab pertanyaan nya.

"Udah Liz ayo , " ucap Arsan menenangkan.

"Kesel banget. "

"Liza kebiasaan. "

"Ih Arsan. "

"Ihh Liza. "

"Arsan aku sebangku sama kamu aja ya. "

"Gak jadi sama Dion? "

"Engga, nanti kalau ceritanya udah selesai sama Dion lagi. "

"Ada mau yah ni anak. "

"Bolehkan San? "

"Okee. "

Ketika Liza sedang berbicara dengan Albi tiba-tiba Alvian berhenti,"Kamu pengen saya gak masuk Amor? " ucap Alvian berhadapan dengan Liza, wajah kaget Liza membuat Alvian gemas sendiri.

Ternyata Tuhan menciptakan manusia dengan bentuk yang sesempurna ini.

"Liz? " ucap Arsan pelan sambil menatap Liza.

"Ah engga Pak Guru, Liza cuman nanya aja kenapa bapak bisa masuk? " ucap Liza.

"Maaf pak saya duluan, " ucap Arsan mendahului dan tidak mau ikut campur.

"Arsan. "

"Arsan gak mau ikutan, " ucap Arsan kemudian berlalu pergi, karena dia tau Liza menyimpan rasa kepada pak Alvian dengan hanya melihat gerak geriknya, jadi untuk itu Arsan memberi sedikit ruang untuk Liza.

"Arsan aja gak mau sama kamu Mor."

"Emang Bapak mau sama saya? "

"Kemarin Liza sekarang saya besok apalagi? "

"Gue. "

"Gak sopan itu. "

"Hmmm, tinggal minta maaf. "

"Saya tidak akan memaafkannya. "

"Tidak apa. "

"Bapak kenapa jadi mengajar? "

"Kenapa kamu nanya itu lagi? Amor, mau saya Absen? "

"Hmmm, En___ " belum selesai Liza berbicara Alvian malah pergi berbalik arah.

Alvian berjalan kearah kantor bukan berjalan ke arah kelas, tentu Liza sangat kaget dengan sikap Alvian yang bisa dibilang baperan "Pakk, " ucap Liza menghampirinya dengan cepat.

"Apa? "

"Kok Bapak marah sih " sambil mengekori langkahnya.

"Engga. "

"Ayoo kekelas, " ucap Liza menarik tangan Alvian dan Alvian tersenyum karena perbuatan Liza yang mencoba memperbaiki moodnya dengan memegang tangannya sampai kekelas.

Semua bisa terjadi karena terbiasa, tidak ada yang tiba mungkin di dunia ini selagi Tuhan mengizinkannya.

"Amora? " ucap Alvian ketika Liza yang masih memegang tanganya.

"Iyaa Bapak? " jawab Liza lembut.

"Ini, " ucap Alvian membuat langkah Liza terhenti, seketika dirinya sadar bahwa dari tadi tangannya tidak lepas dari tangan Alvian bahkan sampai berjalan sejauh ini.

"Maaf Pak, saya emmm. "

"Saya apa? "

"Saya takut bapak lupa jalan, Ah yaa benar. "

"Ohhh hmm. "

"Saya masuk dulu Pak, " ucap Liza dengan wajah memerah kemudian masuk kedalam kelas.

"Kamu lucu Mor. "

"Haduuuhhhhhh maluuu, " ucap Liza terdengar oleh Dion.

"Kenapa sih? " tanya Dion.

"Engga. "

"Yeh."

Alvian pun masuk kemudian memperkenalkan dirinya, "Baik perkenalkan nama saya Alvian Alri guru matematika kalian,ada yang ingin ditanyakan? " tanya Alvian kepada seluruh muridnya.

"Bapak berapa tahun usianya? " Tanya Fina.

"23tahun. "

Dion teringat seseorang, "Sama kayak Abangmu Liz, " ujar Dion kepada Liza.

"Emang temannya Abang. "

"Bapak udah punya calon? " Tanya Alia.

"Belum, ada yang berminat? " ucap Alvian menawarkan diri lalu matanya menatap Liza sebentar.

"Liz katanya lu minat, " ucap Syila menatap Liza yang posisi bangkunya didepan.

"Gak mau malu. "

"Bapak kapan nikah? "

"Pertanyaan jadi meluas lebih baik kita mulai pembelajaran. "

"Kesal dia, " ucapku sambil menatap Alvian namun yang ditatap malah membuang muka.

Setelah sesi perkenalan selesai kini saatnya untuk memulai pembelajaran, sebelum dimulai alvian mempersilahkan Arsan untuk memimpin doa dan berdoapun dimulai, berdoa dengan kepercayaan masing-masing. Karena disekolah ini terdapat beberapa siswa yang berbeda kepercayaan.

***

16.00 Wib

Sudah hampir setengah jam seorang gadis menunggu kedatangan seseorang namun yang ditunggu terkena macet dan berakhir gadis itu berdiam diri menunggu dengan perasaan kesal.

Kejadian ini selalu terulang, apa yang akan terjadi jika seandainya yang ditunggu datang tepat waktu?

Bukan tidak ingin naik angkutan umum hanya saja uang bekalnya habis.

Tiiittt tiiitt

Baru saja rasa kesal menghampiri tiba-tiba sang dalang dibalik kekesalan itu datang, "Baru datang padahal aku nunggu udah lama, " ucapku kemudian berjalan kearah mobil yang membunyikan suara itu.

"Abang selalu telat Ala kesel nungguin sendirian Ala takut Abang, mana udah hampir mau malam "  kesal kemudian duduk dikursi depan sebelahnya.

Marah dan omelan Liza sudah menjadi makanan setiap sore bagi Eza, ia tidak ingin ambil hati biarkan saja Liza menumpahkan kesalnya dengan rasa marah dan omelan, dari pada dengan hanya diam tanpa bersuara "Kan masih ada 1 jam lagi La. "

"Abang selalu gitu, kalau Ala diculik emang abang tega? Abang mau jual apa buat nebus Ala? "

"Ya gak jual apa-apa, emang buat apa? " ucap Eza pura-pura bodoh.

Ucapan Eza membuat sang adik membulatkan matanya "Nebus kalau Ala diculik, " ucap Liza greget.

"Yaa biarin aja, " jawab Eza dengan wajah cuek.

"Abang? "  dengan tatapan tajam.

"Kenapa? " tanya Eza yang sedang menggunakan sabuk pengaman.

"Arggggggggg, " suara Liza seperti kucing yang sedang marah, kemudian dirinya setengah berdiri dan tangannya berhasil mencekik leher Eza, Liza gadis itu seperti orang yang kemasukan hantu penunggu rumah Alvian.

Sebisa mungkin Eza menahan rasa gelinya, Eza berharap Liza baik-baik saja.

"Alaa gelii," ucap Eza berusaha melepaskan tangan adiknya dari lehernya namun Liza punya banyak cara untuk mempertahankan kekuatannya.

"Abang minta maaf," ucapnya tangan kirinya memegangi lehernya yang sedang dicekik oleh tangan Liza dan tangan kanannya mencoba menggelitik pinggang Liza.

Kini giliran Liza yang harus merasakan geli karena Eza berhasil menggelitik pinggang Liza, sebelum Liza melepaskan jangan harap Eza akan melepaskan "Hahaaa lepasinnn Abang," ucap Liza  tak kuasa menahan geli.

"Lepasin Abang dulu."

Bukan Liza namanya jika tidak mau mengalah, jika sudah seperti ini pasti akan memakan banyak waktu untuk melerainya "Gak mauu Abang pasti ngulang lagi, " ucap Liza semakin mengeratkan cekikannya.

"Kita musuhan aja, " ucap Eza sang abang membuat dirinya diam.

"Saudara gak boleh musuhan, Abang Elsaa, " ucap Liza sambil membulatkan matanya, jika dilihat secara detail seperti vampire yang haus darah kemudian akan menggigit leher manusia untuk mendapatkan darah.

"Saudara gak boleh mencekik saudaranya Ala," ucap Eza tidak mau kalah.

"Lizaa kesal, Ala kesal sama Abang," ucap Liza setengah teriak ditelinga sang abang dan abangnya menutup telinga karena suara Liza.

Ditengah - tengah aksinya tiba-tiba ada seseorang yang berhasil menghentikan "Ekhem," suara seseorang itu.

Liza terdiam sambil menatap Eza kemudian kepalanya melihat ke samping lebih tepatnya ke kursi belakang mobil dan disana ada?

"Kak Albi?" ucap Liza kaget, dengan cepat Liza kembali duduk dan berusaha menormalkan diri serta berharap Albi tidak melihatnya meskipun 99% mustahil.

"Liza kalau marah takut ya," ucap Albi membuat matanya membulat

PORRR "Itu bohongan tadi," ucap Liza setenang mungkin, sudah bersikap baik di depan giliran di belakang gilanya menjadi-jadi mana ketahuai lagi, hilang sudah pencitraan seorang Alaiza.

"Mana ada bohongan sampai merah gini yakan Bi. "

"Iyaa, kasian tuh Abangnya " ucap Albi membantu Eza untuk memojokan Liza sebenarnya ada rasa tidak tega didalam dirinya tapi dia kasihan pada Eza.

"Kak Albi itukan bohongan yakan Bang? "

"Gak tau, kita musuhan " ucap Eza dan Liza menaikan alisnya tanda bingung sejak kapan dirinya bermusuhan dengannya.

"Kok gitu, "  namun diacuhakn oleh Eza yang memilih untuk kembali menjalankan mobilnya.

"Yehh kok pada gitu sih. "

"Kak Albi sejak kapan disini? " tanya Liza dengan selembut mungkin,.membangun kembali image didepan Albi.

"Sejak Alaiza naik ke mobil. "

Ternyata semua kejadian indah itu sudah terekam sempurna dalam memori Albi "Ohh iya. "

Seseorang yang akan menjadi sasaranya kini tepat berada di hadapan Alaiza, tahan sebentar jangan marah karena itu tidak baik "Abang gak kasih tau kenapa? " tanya Liza berbisik namun yang ditanya hanya diam saja.

"Baiklah kita musuhan, " ucap Liza kesal sekaligus malu karena diacuhkan oleh Albi.

Sebisa mungkin Liza mencoba berbincang dengan Albi, obrolan ringan itu berakhir ketika Albi turun dari mobil. Liza melambaikan tangannya lalu tersenyum.

***

Belajarlah menghargai,menghormati dan menyanyangi orang yang berada didekat kita karena, tidak semua orang bisa seberuntung kamu.

Ketika Liza selesai melaksanakan kewajibannya tiba-tiba pintu utama diketuk oleh seseorang, dengan cepat Liza melipat mukena lalu membuka pintu.

Ternyata seseorang itu adalah Rama,ayah Liza yang baru saja pulang mencari nafkah untuk keduanya anaknya.

Walaupun Albi telah berkerja tidak membuat Albi kehilangan nafkah dari sang Ayah. Bagi Rama anak bukanlah investasi kita.

Dengan senyum yang manis Liza mengantar sebuah minuman untuk Rama yang baru saja selesai mandi "Ini untuk Papah, "  sambil memberikan secangkir coklat panas.

"Terima kasih. "

"Mana Abangmu? "

"Lagi musuhan Pah, " katanya berterus terang dari pada dirinya harus menutupinya lebih baik  membeberkannya dari pada nanti Papah curiga kepadanya.

"Sini, " ucap papah membuat Liza heran, ada apa? Tak biasanya papah menyuruh dirinya untuk mendekat. Ayolah jangan membuat Liza berdamai karena Liza sudah dibuat malu oleh Eza dihadapan Albi.

"Papah dengar sesuatu dari orang-orang, " ucap papah dengan setenang mungkin jangan sampai anak gadisnya sensitif dengan perkataannya.

Rama berbicara selembut mungkin dengan pilihan kata yang baik agar tidak menyinggung dan tidak merumitkan.

"Denger apa Pah? "  sambil menempatkan kepala di dada pria dewasa nan gagah itu.

"Anak Papah yang udah dewasa ini sedang jatuh cinta yah? " tanya Papah, otak Liza langsung berpikir tidak karuan jantungnya mulai berdetak tidak tenang, "Bagaimana papah bisa mengetahuinya padahal aku telah menutupnya rapat-rapat apa mungkin? "

"Kata siapa? Kata Abang ya Pah? " tanya Liza memastikan lebih dahulu, setau Liza dirumah ini yang sering membocorkan rahasianya kepada papah siapa lagi kalau bukan Abang.

"Bukan, Bukan sama sekali " ujar Rama.

"Lalu dari siapa? "

"Apakah gadis Papah ini mencintai orang yang papah maksud? "

"Papah kok nanya yah gitu? "

"Papah hanya memastikan sesuatu, sayang. "

"Biar Papah ulang, apakah Adik mencintai pria itu? " tanya papah kali kedua.

"Pah?  ______ " ujar Liza menggantung, apakah Rama akan mengizinkan Liza untuk mengenal pria bahkan pria itu berusia lebih dewasa dari Liza.

Bagaimana sikap rama selanjutnya dalam menghadapi masalah putrinya ini, tanpa bantuan Buna semoga semuanya baik-baik saja.