WebNovelLove Line88.46%

[LLINE] Pernikahan Reyza.

Matahari telah bersinar, cahayanya menerangi semesta. Senyum yang terpancar tak pernah pudar.

Tanda kepemilikan telah terpasang jelas dirumah mempelai wanita, janur kuning melengkung menandakan sebuah ikatan akan terucap.

Kursi-kursi terpasang rapi, dekorasi telah terlihat jelas dengan indah di depan mata. Sesekali tersenyum melihat hari kebahagiaan telah tiba.

Janji suci yang akan terucap, berharap menjadi janji yang benar-benar suci tanpa dicampuri kebohongan ataupun sebuah penghianat.

Para tamu undangan mulai berdatangan seperti tidak sabar ingin melihat bagaimana janji suci diucapkan dan bagaimana sebuah akad yang akan mengikat untuk selamanya.

Dengan membaca Basmallah keluarga mempelai pria perlahan berjalan menghampiri rumah mempelai wanita, dari kejauhan orangtua mempelai wanita telah hadir menyambut kedatangan mempelai pria.

Bunyi petasan mulai berbunyi, hati terharu dan bahagia menyaksikan pernikahan ini.

Setelah acara penyambutan selesai mempelai pria digiring untuk masuk ketempat dimana ikatan suci akan terucap.

Para tamu undangan mulai berdatangan seakan ingin mengikuti dan menjadi sanksi sebuah janji yang akan terucap, wali mempelai perempuan sudah didepan mata duduk dihadapan bersiap melepas sebuah tanggung jawab dan lembaran baru serta tanggung jawab baru bagi seorang mempelai pria akan dimulai.

"Saya terima nikah dan kawinnya Arisa Putri Ariama binti Arama fildan dengan mas kawin *** gram dan seperangkat alat salat dibayar tunai.

''Sah? "

"Sahhhhh, " ucap para undangan.

Setelah mengaminkan sebuah doa mempelai wanita diizinkan untuk masuk dan melihat suaminya.

Berjalan dengan anggun ditemani oleh dua bridesmaid, "Lihat kak Risa sangat cantik bukan? " tanya Liza kepada Albi yang kebetulan posisi Albi di sebelah Liza.

"Iya, aku gak sabar lihat Alaiza menjadi pengantin perempuan " ucap Albi membuat aktivitas kekaguman pada pengantin perempuan berhenti, Liza menatap Albi.

"Kuliah aja baru masuk " jawab Liza lalu kembali pada aktivitasnya.

Albi tau dan sangat tau Liza tidak paham dengan ucapannya, tapi Albi sangat berharap suatu saat nanti Liza akan paham tentang perasaannya yang menginginkan dirinya menjadi Ratu dalam hatinya dan menempati singgasananya.

Pertanyaannya, apakah bisa?

Liza gadis itu tersenyum manis saat Eza sang abang memberikan tangannya kapada Risa kemudian mereka duduk bersebelahan, rasa bahagia dan haru itu bercampur menjadi air mata kebahagiaan.

"Alaiza kenapa? " tanya Albi saat melihat Liza yang sesekali mengusap air matanya.

"Aku bahagia lihat abang bahagia kak " jawab Liza, Albi pun mengusap air mata Liza dan kemudian ia memegang tangan Liza beruntung tidak ada penolakan dari gadis itu, dan rupanya hal itu membuat hati Albi bahagia.

Acara per acara telah selesai dilaksanakan kini saatnya memberi doa atau sekedar ucapan selamat kepada pengantin, yang pertama memberi doa atau ucapan itu adalah dari pihak kedua mempelai setelah itu disusul oleh tamu undangan.

"Wihh bajunya samaan nih, " ucap Rio.

"Sama bang Reyham nihhh, " timbal Arsan menjahili Liza dan Albi.

"Ehh padahal suka-suka mereka dong, " ucap Syila membantu Liza yang kikuk tidak tau harus menjawab apa.

"Dasar netizen, " ucap Albi dibalas tawa oleh Arsan kemudian disusul oleh Rio dan Syila.

"Liza gak ketawa? " tanya Rio di sela-sela tawanya.

"Gak nyangka aja kak Albi bisa bercanda. "

"Hah? " ucap Arsan lalu tertawa.

"Berarti selama ini kalian berdua serius dingin gitu? Waaa impresif. "

"Apaan sih Rio, ayo kak kita kesana, " ucap Liza lalu menarik tangan Albi untuk meninggalkan ketiga sahabatnya.

"Cieee gandengan, " teriak Rio tidak tau malu.

Liza menulikan telinganya, sebenarnya ia malu karena teriakan Rio tapi sebisa mungkin ia mencoba tenang dan tak mendengar apapun.

Albi tersenyum melihat wajah Liza yang memerah karena teriakan Rio sahabatnya Liza, Albi mencoba menenangkan Liza dengan mengusap pundak dan punggungnya.

Liza dan Albi menaiki pelaminan kemudian memberikan doa kepada pengantin yang tak lain dan tak bukan adalah abangnya Liza.

Liza tidak bisa menahan air matanya, ia memberikan doa dengan air mata yang bercucuran dan rupanya hal itu membuat Eza berkaca-kaca, baru kali ini Eza melihat Liza menagis kebahagiaan, karena air matanya air mata yang tulus kebahagiaan yang sempurna.

Eza memeluk Liza lama membiarkan sang adik menumpahkan tangis dipelukan Eza, Eza seakan tak peduli dengan orang-orang yang sudah mengantri untuk memberinya ucapan yang terpenting ia bisa menenangkan hati Liza.

"Kak Risa gak bakal ambil abang aku kan? " ucap Liza membuat Eza dan Risa diam bingung harus menjawab apa, tradisi setelah nikah biasanya pria akan tinggal dirumah wanita sampai mereka punya tempat tinggal sendiri.

"Engga akan kok, " jawab Risa dibalas tatapan oleh Eza bukan tanpa alasan Eza menatap Liza, sebelumnya mereka tidak pernah membahas hal ini dan ia tidak mau jika nantinya Liza berharap banyak kepadanya.

"Terimakasih kak, " kemudian memeluk Risa, hati Liza sedikit tenang karena Eza tidak akan meninggalkannya tapi Liza juga tak bisa sepenuhnya merasa senang karena ia tidak tau apa yang akan terjadi selanjutnya.

Setelah memberi doa Albi mengajak Liza untuk makan, seingat Albi dari pagi Liza belum makan apapun "Makan dulu yuk, isi perutnya. "

"Iya, " tanpa penolakan.

Makanan berbagai macam telah tersaji didepan mata, semua orang dibebaskan mengambil apa yang diinginya dengan jumlah porsi yang sewajarnya.

Karena sesuatu yang berlebihan itu tidak baik.

"Duduk disini aja ya, copot dulu high heels ya coba. "

"Gak usah kak. "

Ide kreatif mulai muncul diotak Albi seperti lampu dengan suara 'ting', Albi berdiri mengambil sesuatu yang letaknya tidak jauh dari tempat dirinya duduk dan hal itu tidak lepas dari pandangan Liza

Albi membuka satu persatu tisu yang baru saja ia ambil itu kemudian meletakan didekat kaki Liza " Pinggirin dulu kakinya Alaiza, " ucap Albi dan Lizapun hanya menurut saja karena ia tidak tau apa yang sedang Albi lakukan.

Setelah selesai Albi berniat membuka high heels Liza tanganya telah memegang tali heels itu " Sama aku aja kak, ayo berdiri " ucap Liza lalu memegang lengan Albi.

"Nanti kakinya simpan disitu ya, biar Alaiza gak sakit pake itu terus. "

"Terima kasih kak. "

"Sama-sama. "

Setelah perlakuan sederhana itu mereka kembali melakukan kegiatan makannya, ketika makanan hampir habis Liza dan Albi dikejutkan dengan kedatangan Alana.

"Kak itu Ibu, " ucap Liza.

"Bu, " lalu berdiri mencium tangannya setelah itu mempersilahkan duduk disebelah Liza.

Liza tidak menyadari Alana menatap dirinya sambil tersenyum, dan fokus Alana ke kaki Liza Alana tau siapa orang yang telah melakukannya ia tersenyum, dan berharap Liza bisa menepati ruang kosong dihati Albi anaknya. Karena setelah perceraian antara Alana dan Raga, Albi menjadi pria yang pendiam dan susah sekali untuk bicara jika bukan dengan Alana atau dengan adiknya.

Perceraian orangtua membuat Albi khawatir berlebihan, ia takut mempunyai hubungan ia takut gagal dan takut tidak bisa menjadi pria yang baik. Ketakutan itulah membuat hati Albi terkunci namun setelah bertemu dengan Liza pintu itu seakan terbuka bukan sepenuhnya tapi perlahan.

"Apakabar kamu nak? " tanya Alana kepada Liza.

"Kabar baik bu, Ibu apakabar? "

"Ibu juga baik, nak ibu berharap kamu bisa menjadi wanita yang membuat dunia seseorang berubah. "

"Maksud ibu apa? " ucap Liza ingin di perjelas.

"Ibu berharap kehadiran kamu bukan sementara, karna ibu melihat dirimu berbeda nak kamu bisa merubah seseorang tanpa melakukan apapun. "

"Ah yaa Ibu pergi dulu ya, " ucap Alana setelah mengatakan itu. Bukan tanpa alasan Alana pergi.

"Ibu udah mau pulang lagi, " ucap Albi baru saja tiba sambil membawa minuman ditangannya.

"Ah iya, " jawab Liza seperkian detik.

***

Pukul 17.50 Wib.

Langit mulai menampakkan awan yang indah, angin mulai memainkan daun-daun dan lensa kamera mulai dikeluarkan untuk memotret keindahan langit dan perpaduan bumi ini.

Bibirnya sesekali tersenyum ketika sebuah potretnya berhasil menangkap keindahan itu, mata yang bulat dan tajam itu tak henti-hentinya memandang.

"Alaiza? " ucap seseorang menghentikan gadis itu dari kegiatannya, namanya telah dipanggil ia kembali beranjak meninggalkan sang senja.

Berjalan dengan perlahan dengan bibir yang masih saja menyunggingkan senyum yang Indah "Iya kak? " jawabnya.

"Sudah? Ayo kita pulang. "

"Iyaa, " ujarnya lalu menaiki mobil.

Sepanjang perjalanan lagi-lagi ia tersenyum melihat hasil yang telah ia tangkap dikamera ponselnya,

"Terima kasih ya, Alaiza telah bersedia selama acara sampai selesai bersamaku. "

"Iya ka sama-sama, oh ya bajunya cantik Liza suka terima kasih ya. "

"Iya sama-sama, aku harap kamu tidak terganggu dengan hadirnya aku. "

"Kok kakak bicara seperti itu? Liza sama sekali gak terganggu kok justru Liza senang bisa kenal kakak. "

Perjalanan pulang menjadi lebih hangat, Liza yang mulai welcome terhadap Albi dan Albi yang sedang berjuang mendapatkan hatinya Liza.

Mencintai tak harus memiliki ya itu benar, jika kebahagiaan dia bersama kita kita pantas memperjuangkannya tapi jika kebahagiaan nya bukan di kita, kita pantas melepasnya,

Membiarkan dia pergi dengan rasa Cinta dan bahagianya, bukan untuk sementara tapi untuk masa depan dan perjalanan kisah cinta dan kebahagiaan di hari selanjutnya.