Menjadi mahasiswa artinya kamu harus bisa berpikir lebih rasional dan setiap tindakan terkadang harus di pikirkan kembali.
Dan menjadi mahasiswa baru ternyata tidak sesulit dan setakut yang aku pikirkan, pernah berpikir bahwa kakak tingkat di kampus itu lebih mencengangkan dari pada masa sekolah namun ternyata itu bayangan saja, berpikir buruk sebelum mencoba mungkin itu hal yang sangat tidak patut untuk di lakukan bukan?
Rupanya mahasiswa disini sangat ramah dan baik tidak ada tuh kakak tingkat yang suka musuhan sama mahasiswa baru, yaa setauku tidak ada tapi aku tidak begitu yakin.
Empat bulan bukanlah waktu yang sedikit bukan juga waktu yang lama untuk belajar disekolah perguruan tinggi ini, selama Empat bulan itu Liza banyak mengenal teman sekelas maupun berbeda kelas.
Dan soal hubungannya dengan Albi kini Albi dan Liza lebih dekat, Albi selalu berjuang lebih untuk gadisnya terkadang ia menomorsatukan kebahagiaan Liza diatas kebahagiaannya.
Liza mungkin luluh tapi dia bingung ketika Adit datang dengan terang-terangan memperlihatkan rasa sukanya Liza harus apa? , disinilah rasa takut dan bimbang menjadi satu Liza sangat tidak ingin menyakiti keduanya namun hati Liza membutuhkan salah satunya, apakah dia egois?
Memilih yang terbaik diantara yang terbaik bukanlah hal yang mudah, perlu sebuah pertimbangan perperangan dengan ego dan keyakinan dengan perasaan tidak ada yang mudah bahkan melepaskan juga tidak semudah yang dibayangkan.
Tidak ada yang benar-benar Ikhlas setelah kehilangan yang ada hanya mencoba baik-baik saja lalu berjuang untuk mengobati sebuah luka.
"Ayo kita pulang, " ucap Albi membukakan pintu untuk Liza dan Liza tersenyum menanggapinya.
"Terimakasih, " sudah menjadi tanggung jawab Albi untuk menjemput gadisnya, Liza sempat menolak tapi Albi memohon agar bisa menjemputnya ketika pulang kampus ataupun ketika ia akan berangkat ke kampus.
Albi selalu menyempatkan waktu untuk Liza, usia yang terpaut 5 tahun itu bukanlah hal yang mudah bagi Liza untuk menerima Albi. 'Mungkin Alaiza takut pria dewasa ini membohongi hatinya' kalimat yang selalu Albi ucapkan kala Liza melihat Albi dengan keraguan.
"Wihh Broo makasih banyak, " ucap Eza sambil bersalaman dengan Albi ala pria. Eza menempati janjinya dirinya dan Risa benar-benar akan tinggal dirumah Liza dan ini adalah hari kedua Eza kembali tinggal dirumahnya bersama istrinya Risa.
"Kak Albi mau minum apa? " tawar Liza kepada Albi.
Albi berjalan pelan kearah sebuah benda yang berhasil mencuri perhatiannya "Tidak usah, aku baru lihat piano itu. "
''Piano ini milik aku, papah membelikannya 5hari yang lalu " ucap Liza sambil berjalan kearah piano.
"Emm kak Albi mau coba? " tanya Liza pelan.
"Jika kamu mengizinkan, " ucap Albi entah mengapa perasaan Liza tiba-tiba menjadi senang tanpa sebab, apakah ini pengaruh Albi? Sebegitu berpengaruh kah Albi dalam rasanya?
Albi berjalan lebih mendekati piano itu, senyumnya mulai terlihat perlahan ia menggeser kursinya lalu duduk.
Albi mulai memainkan asal pianonya dan rupanya hal itu membuat Liza sedikit terganggu, "Kak? " ucap Liza menegur.
Ketukan jarinya mulai bernada Albi menghayati setiap nadanya.
Puisi Anggia.
Itulah nada yang sedang Albi mainkan.
Albi mulai tersenyum dan ia mulai mengeluarkan suaranya.
Kalau kamu itu batu
Aku ngerti kamu bisu
Namun batu pun bermakna
Kala jadi arca dan diukir indah.
Liza tersenyum kala Albi bernyanyi, ia hanya tidak tau bahwa lagu ini seperti menceritakan kisah mereka.
Kalau kamu itu angin
Aku tau kamu tak tergenggam
Namun angin pun bicara
Melalui suling dan terompet kayu.
ketika Reff lagu Albi mulai memandang Liza sambil menyanyi, dan Liza terdiam menikmati lagunya sebanarnya dia risih ketika Albi menatapnya.
Jangan diamkan aku sesukamu
Jangan hindariku semaumu
Jadikan aku pemahatmu
Jadikan aku pemusikmu
Ketika Albi akan melanjutkan namun Liza membuka suaranya, bernyanyi sambil menundukan kepala.
Kalau kamu itu batu
Aku ngerti kamu bisu
Namun batu pun bermakna
Kala jadi arca dan diukir indah
Kalau kamu itu angin
Aku tau kamu tak tergenggam
Tau kamu tak tergenggam
Ucap Albi bukan menambahkan, memang liriknya seperti itu tapi hal itu diluar pengetahuannya Liza, Liza kaget kemudian mengangkat kepalanya.
Namun angin pun bicara
Melalui suling dan terompet kayu
Reff kedua pandangan mereka bertemu, Albi yang bahagia menatap Liza dan Liza yang bingung dengan perasaannya.
Jangan diamkan aku sesukamu
Jangan hindariku semaumu
Jadikan aku pemahatmu
Jadikan aku pemusikmu
Untuk itu aku ada
Memberi makna
Memberi lagu pada duniamu
Ucap Albi dibait terakhir lagunya tanpa iringan Liza, seperti menjelaskan dia akan selalu ada untuknya.
Albi percaya jika bukan sekarang maka nanti, jika bukan dia mungkin akan ada oranglain yang menempati hatinya selebihnya Albi hanya bisa menyerahkan semuanya kepada Tuhan dengan kata lain Albi tidak bisa egois.
Liza masih terdiam, dan Albi mencoba mencairkan suasana dengan mencoba untuk mengambil alih fokus Liza dengan suara tepuk tangannya.
"Suara Alaiza bagus, lagunya keren kan ohh ya terima kasih Alaiza " ucap Albi memberi pujian kepada Liza.
"Ah iya sama-sama. "
Setelah bermain piano Liza menawarkan Albi minuman dan makanan setelah itu mereka mulai berbincang dengan obrolan yang ringan.
Albi merasa terlalu lama di rumah Liza,Albi tau Liza punya privasi dan kesibukannya untuk itu Albi mencoba untuk pamit "Aku pamit pulang ya. "
"Oooo iya, "
Liza mengantar Albi sampai ke gerbang dan membantu Albi membuka gerbang,"Maafkan aku kak " ucap Liza sambil menatap punggung Albi dari kejauhan.
"Jujur aku bingung dengan perasaanku kak, aku harus bagaimana? " ucap Liza tak sadar seseorang tak sengaja mendengar ucapannya.
Seseorang itu tak lain dan tak bukan adalah Eza, abang Liza "Untuk siapa hatimu La? Apa untuk Adit? andai Ala tau abang ragu jika hati Ala untuk Adit, " ucap Albi lalu pergi membiarkan Liza berperang dengan hatinya biarkan dia bingung tentang hatinya.
Mengapa harus serumit ini dalam mencintai, langkah terbaik yang dapat diambil adalah melihat siapa yang lebih bisa memberi kepastian. Bukankah begitu? Karena sebuah kepastian mengalahkan seseorang yang selalu ada namun hanya bermain-main saja, dengan istilah singgah tapi tidak sungguh.
Dan tidak usah terlalu melambungkan harapan setinggi awan karena kita tidak bisa menebak bagaimana hasil akhir dari sebuah pengharapan.