Memastikan kamu bahagia dan baik-baik saja itu sudah menjadi tanggungjawabku, jika kamu bertanya 'sejak kapan? ' dengan tegas aku menjawab sejak rasa itu hadir didalam hatiku rasa ingin melindungimu semakin nyata.
"Hati-hati ya, '' ucap Adit mengantar Liza menuju mobilnya. Setelah memastikan Liza pulang barulah Adit menaiki mobilnya.
Untuk mengatasi kebosanan karena menyetir sendirian akhirnya Liza memutar musik lalu turut mengikuti alunan musik itu.
"Walau badai menghadang ingatlah kukan selalu Setia menjagamu berdua kita lewati jalan yang berliku tajam, " sambil mengikuti alunan musik.
Sekitar 4-5 musik mengiringi perjalanan Liza, setelah sampai di gerasi Liza mematikan semuanya lalu turun dari mobil.
"Assalamualaikum? " ucap Liza mengetuk pintu namun tidak ada yang menyahut, tapi Liza melihat televisi nyala dari jendela samping, pikiran negatif itu tiba-tiba muncul.
''Abanggg bukaa, " teriak Liza sambil mengetuk-ngetuk pintu.
''Kak Risa ada dirumah gak? " teriak Liza dari luar namun seakan semuanya tuli, apakah suara Liza terlalu pelan untuk memanggil mereka? Atau telinga mereka sedang rusak dan butuh perbaikan?
Liza harus apa untuk menghilangan kejahilan mereka? Apakah harus berakting.. Sebuah lampu bercahaya tiba-tiba muncul di kepala Liza "Ide yang Bagus. "
"Abanngg, Al sesak " ucap Liza berteriak sambil menggedor pintu sesekali mengetuk kaca jendela.
"Abangg Ala gak bohong, " sambil memegang dadanya lalu terduduk lemas dilantai, Napas Liza terengah-engah tiba-tiba saja sesak menghampirinya dan membuat mata Liza tak berfokus.
Dalam hitungan menit kesadaran Liza mulai menurun, Liza pingsan. Tetapi Eza belum menyadarinya.
Suara televisi perlahan menurunkan volumenya, rasa cemas mulai melingkupi dirinya Eza berdiri dari duduknya lalu melihat kaca jendela "Yatuhan Ala, " ucap Eza lalu bergegas membuka pintu.
"Maafin abang, Ala " sambil mengguncang badan Liza berharap adiknya baik-baik saja.
Kejadian beberapa bulan yang lalu itu kembali muncul, ya kejadian saat dimana pertama kalinya Liza pingsan seumur hidupnya dan penyebabnya terjadinya adalah Eza.
"Alaa jangan lagi, maafkan Abang " rasa bersalah dalam benak Eza mulai melingkupinya, rasa bersalah akan keegoisannya dulu semakin membuatnya terluka karena kesalahan yang terulang.
"Ayoo bangun kesayangan Abang, " ucap Eza sesekali mencium kening Liza, tanpa sadar rasa takut itu membuat Eza menitikan air matanya.
Eza mengangkat tubuh Liza untuk diletakan di sofa kemudian paha Eza menjadi bantalan untuk Liza. Tidak ada orang dirumah ini dan itulah yang menjadi kecemasan bagi Eza.
"Yaa minyak kayu putih, " ucap Eza bangkit sambil memindahkan kepala Liza perlahan.
"Ayo segera bangun, jangan buat aku khawatir La " ucap sambil berjongkok dan menatap wajah Liza yang damai.
''La? " ucap Eza menyembunyikan kepala di tangan Liza, Eza menangis ia takut Liza kenapa-kenapa, rasa bersalah ini menjadi-jadi.
"Baaaaa, " teriak Liza membuat Eza bangun dari sembunyinya.
"La? " tanya Eza pelan memastikan Liza baik-baik saja.
"Abang? Abang ko na___ " ucap Liza menggantung karena Eza lebih dulu memeluknya, Eza bersyukur Liza baik-baik saja.
"Abang kenapa? " tanya Liza dalam pelukan Eza.
"Maafin Abang, " ucap Eza mengeratkan pelukannya.
"Abang maafin Ala, Ala bercanda Ala baik-baik saja Abang, " ucap Liza membuang rasa bersalah dalam benak Eza. Eza mengangguk.
"Jangan buat Abang takut lagi ya, " ucap Eza kemudian mencium kening Liza.
"Iya Abang, maafin Ala ya " ucap Liza lalu memeluk Eza sambil tersenyum, setelah kejadian itu Liza memberi jarak dan jarak itu membuat Eza selalu terluka.
Tapi kini seteleh ini Liza akan bersikap seperti dulu dan menghapus jarak yang pernah ia ciptakan untuk abangnya.
Liza tidak ingin Eza terus terluka karena salahnya.
"Kak Risa mana? " tanya Liza.
"Belanja. "
"Oh Ala kira dirumah. "
"Ala main sama siapa? " ucap Eza ingin tahu dengan siapa adiknya pergi.
"Aku ketemu kak Adit, " ucap Liza.
"Kalian baru kenal, kamu gak takut? "
"Maksud Abang apa? "
"Kamu mengenal dia karena partner permainan kan? Ala gak takut dia berbuat jahat ke Ala. "
"Kok Abang suudzon gitu sama kak Adit? Emang Abang pernah ngobrol gitu sama kak Adit? Belum kan, jadi jangan sembarangan menilai. "
"Bukan menilai La, tapi memberitahu. "
''Itu sama saja Bang! "
"Kok marah La? Ala suka Adit? "
"Apaansih bang, " ucap Liza lalu pergi meninggalkan Eza, feeling Eza terbukti akurat.
***
Matahari tepat diatas kepala, ya tepat berada ditengah-tengah. Panasnya mencapai 29°C dan itu tergolong panas sedang namun membuat keringat bercucuran.
Liza gadis yang baru keluar dari kampus itu mengibas-ngibaskan kipasnya berharap suhu panas menurun, klakson mobil sebagai tanda ada yang menunggunya pulang itu berbunyi Liza terburu-buru berjalan kearah mobil itu.
"Sudah lama? " tanya Liza kepada Albi yang selalu setia untuk menjemput, Liza tidak pernah meminta Albi untuk menjemput dirinya. Itu adalah kemauan Albi atau mungkin ada sesuatu yang terselubung didalamnya?
"Aku nyalain AC ya, " meminta Izin kepada Liza.
"Kalau kipas aja gimana? Jendela mobilnya buka aja. "
"Baik Alaiza, " ucap Albi lalu membuka kaca jendela mobil sebelahnya dan sebelah Liza.
"Ihh Liza kaget buka sendiri, " ucap Liza kala Albi membuka kaca jendela Liza dari sebelah Eza.
"Maaf yaa, inikan ada tombolnya. "
"Iya Liza tau, tapi kaget. "
"Maaf ya, Alaiza minum dulu, " sambil memberikan minum kepada Liza lalu memberikan tisu, dikening dan atas bibir Liza banyak keringat "Liza kepanasan? "
"Tadi iya sekarang engga. "
"Aku naikin volumenya ya. "
"Iyaa. "
"Alaiza? " panggil Albi dengab gugup.
"Ada apa? "
"Ibu mengundang Alaiza untuk makan bersama, " ucap Albi ragu, Albi ragu Liza menolak bukan penolakan Liza yabg terlalu Albi khawatirkan tapi rasa kecewa ibunya yang Albi khawatir, karena ia tidak bisa membawa Liza memenuhi undangannya.
"Sungguh? " ucap Liza dengan sorot kebahagiaan, tiba-tiba rasa bahagia itu membuncah, Albi bahagia Liza meresponnya dengan baik.
"Iya, Alaiza engga keberatan kan? "
"Engga, Liza malah senang. "
"Kapan? " tanya Liza.
"Nanti sore, Aku jemput ya. "
"Iyaa, terima kasih kak Albi. "
"Sama-sama, tapi ini Ibu yang minta, " ujar Albi.
"Emang kak Albi gak minta yah? " ucap Liza menatap Albi dengan bibir yang mengerucut.
"Jelek, " ucap Albi membuat Liza mengedip-ngedipkan matanya.
"Beneran?"
"Gak boleh kayak gitu, pamali. "
"Kan sama Kak Albi. "
"Alaiza___ "
"Hihihi, " tawa Liza pelan melihat wajah Albi memerah.
Seketika Liza terdiam memikirkan segala hal yang berenang didalam kepalanya, apakah Albi memiliki rasa padanya?
"Dia nunjukin secara terang-terangan kok, " batin Liza, jujur Liza takut melukai Albi yang sudah begitu baik padanya.
Liza sayang Albi, tapi Liza bingung Liza juga tertarik pada Adit. Bagaimana caranya memilih salah satu diantara mereka? Liza tak bisa melepaskan Albi karena melepaskan sama saja dengan melukai.
Bagaimana cara Liza memilih dua hati, Liza bingung, Liza juga takut dirinya harus bagaimana?
Semoga setelah ini Liza mendapatkan jawaban atas segala hal yang berenang dalam kepalanya.