Chapter 1

"Oke Papa, untuk kali ini aku akan menuruti kemauanmu tapi dengan syarat", ujar tegas Liany saat melihat kemarahan di mata Hendrawan makin membesar.

"Tidak ada syarat apapun", ujar Hendrawan dengan nada tinggi.

"Terserah papa. Aku hanya bersedia kalau persyaratan ku dipenuhi", ujar Liany dengan tegas.

"Mas sudahlah. Kalau kalian berdua sama kerasnya kapan bisa selesai masalahnya", ujar Linda istri Hendrawan yang juga merupakan ibu sambung Liany.

Mama Liany sudah lama tiada dan setelah kepergiannya, Linda menggantikan posisi mama Liany menjadi istri Hendrawan. Linda merupakan ibu tiri yang termasuk baik hati. Dia tidak pernah membedakan kasih sayang kepada Liany dengan terhadap kedua putranya, Oskar dan Alex.

"Aku tak mau menuruti syarat apapun", herdik Hendrawan lagi.

"Kalau gitu, papa aja yang menikah dengan dia", ujar Liany santai.

"Kamu", geram Hendrawan sambil mengepalkan tangannya.

Linda langsung berusaha menenangkan suaminya, dia memainkan matanya agar Liany bisa menahan dirinya agar kemarahan Hendrawan mereda.

"Tidak tante mama, aku tak mau menikah kalau papa tidak mau memenuhi syaratku", ujar Liany menjawab kedipan mata Linda.

"Mas mending kamu mengalah. Liany yang akan menjalaninya mas. Kita juga harus memikirkan keinginan nya", ujar Linda lembut sambil membimbing Hendrawan untuk duduk kembali.

"Huh terus saja kamu bela anak ini. Makin mangkak dia, makin besar kepalanya", ujar Hendrawan mulai mereda.

"Mas, dengarkan saja dulu syarat Liany. Lagian dia yang akan menjalani mas. Jujur saja, aku beneran ngga tega kalau kita memaksakan kehendak kita kepadanya. Ini jalan hidup Liany mas. KIta saja menikah tidak ada memaksakan, masa kita harus memaksakan anak kita menikah", ujar Linda semakin lembut.

Dia menatap lembut mata Hendrawan dan itu membuat kemarahan Hendrawan makin mereda. Hendrawan mengusap lembut pipi istrinya.

"Baiklah. Apa syaratmu?", tanya Hendrawan menatap Liany dengan lembut.

"Satu, Aku masih tetap mau kuliah sampai tingkat tertinggi yang aku mau tanpa ada halangan siapapun", ujar Liany tegas.

"Oke itu bisa diatur nanti dengan calon suamimu. Papa akan bicara dengan mereka. Lalu ada lagi?", tanya Hendrawan.

"Syarat kedua, aku tak mau ada pesta pernikahan dan tidak ada publikasi apapun tentang pernikahan ini. Oke disitus boleh dikasih tau kalau putri papa telah menikah tapi untuk fotoku ataupun publikasi apapun tentang aku tidak boleh", ujar Liany sambil menyilang kan kedua tangannya membentuk tanda X.

"Mana bisa lah seperti itu", ujar Hendrawan meninggi lagi.

"Pokoknya aku ngga mau sampai ada yang tau aku menikah saat aku kuliah. Aku ngga mau pergaulanku terbatasi karena status pernikahan. Ngga mau", ujar Liany lagi.

"Mana ada yang seperti itu. Menikah tapi ngga mau orang lain tau, lagian kalau papa ngga buat pesta bagaimana orang pandang papa", ujar Hendrawan sama tegasnya.

"Mas itu bisa diatur sama bagian promosi perusahaan. Foto pernikahan mereka bisa dimasukkan ke situs tapi dengan posisi yang kita atur sedemikian rupa agar wajah Liany tidak nampak jelas, bagaimana?", ujar Linda memberikan ide.

"Sip, tante mama memang paling tau yang aku mau", ujar Liany tersenyum.

"Oke itu saja kan syarat kamu?", tanya Hendrawan.

"Satu lagi, aku mau rumah yang di daerah Jakarta Selatan dibalik nama atas namaku. Posisi rumah itu tidak terlalu jauh dengan kampusku jadi aku bisa kuliah dengan nyaman. Terserah kalau dia ngga mau tinggal sama aku, aku tetap akan tinggal di rumah itu", ujar Liany tersenyum.

"Rumah itu memang sudah atas namamu sayang", ujar Linda.

"Makasih tante mama. Itu aja syarat aku. Ngga usah ada pertemuan antara aku dengan dia. Kami bertemu saat hari pernikahan saja, saat dia telah mengucapkan ijab kabul", ujar Liany.

"Kamu yakin ngga mau ketemu nak Nathan dulu?", tanya Hendrawan melihat Liany sudah bangun dari duduknya dan hendak berjalan menuju ke kamarnya.

"Ngga perlulah, toh aku tetap harus menikah dengannya dan sudah tidak bisa menolak lagi. Sudah ya pa, aku ngantuk banget", ujar Liany lalu mendekati papanya dan mencium pipi papanya.

"Makan dululah, kamu belum makan dari tadi kan?", tanya Linda.

"Ngga tante mama, aku ngga nafsu", ujar Liany lalu mencium pipi Linda.

Dia berjalan menuju ke kamarnya dan saat langkahnya mencapai tangga teratas, kedua adiknya memberikan jempol mereka kepada Liany.

"Hebat kak, papa dilawan", bisik Alex.

"Kak, makanlah dulu. Mama masak makanan kesukaanmu tuh", ujar Oskar pelan.

"Ngga lah aku kenyang. Hei, kalian gitu awas kelihatan papa, kabur masuk kamar gih daripada diceramahi papa soal nilai kalian yang jeblok", bisik Liany.

"Kakak tau dari mana nilai kami jeblok?", tanya Oskar.

"Guru kalian teman kakak, jadi aku tau semua nilai kalian", ujar Liany pelan.

"Aduh jangan kasih tau papa ya kak. Janji deh kami akan giat belajar lagi", ujar Oskar dan diangguki Alex. Mereka bukanlah anak kembar tapi karena selisih umur mereka yang hanya setahun setengah membuat mereka seperti anak kembar.

"Iya, tau. Uda sana belajar, jangan sampai ntar papa naik lihat kalian disini", ujar Liany lalu masuk ke kamarnya dan kemudian menutup pintu.

Kedua adiknya menurut lalu memasuki kamar mereka. Liany lalu merebahkan tubuhnya diatas ranjang sambil memejamkan matanya berusaha melupakan semua kejadian hari ini. Sebentar kemudian dia sudah berlayar ke alam mimpi.