"Tapi malu-maluin sumpah gilee!"
"Ya ngapain juga kan udah begituan masak masih malu!"
"Bacot ah! Bukan urusan lu—"
Mereka pun pukul-pukulan, jambak-jambakan (padahal rambut aja pendek), sampai-sampai tanpa sengaja Leon ambruk menimpa Rama saat itu.
BRUGH!
"Hei anjir!"
"Aduh!"
Wajah bertemu wajah... Bibir bertemu bibir. Mata Rama dan Leon langsung terbelalak bersamaan.
DEG!
BRUGH!
Rama langsung mendorong Leon dan mengusap bibirnya sendiri.
"ASTAGA MAEMUNAH!
"FUCK YOU SUGIONO!"
"N-Ngapain cium-cium gua lu!"
"Elu yang ngapain bengek!"
Bubar sudah. Bahasa mereka saja sudah berubah jadi kasar. Tapi meskipun begitu, Rama merasakan debaran yang sangat luar biasa. Gila sekali. Kenapa bisa begitu? Padahal yang diciumnya adalah Leon! Teman sekamarnya! Cowok! Udah punya pacar pula!
Rama jadi mikir... Selama ini masuk akal sih kalau bibir Leon bagus dan lembut sekali. Mungkin karena dia sering melakukannya dengan Kak Pacar kan... Beda dengan dirinya yang terakhir ciuman saja 2 tahun lalu. Itu pun ceweknya pemalu, jadi nggak ada pengalaman yang mendalam.
"Bagus... Aku harap kamu nggak mikir aneh-aneh soal kita abis ini..." kata Leon. Tapi Rama justru memerah penuh.
"Sorry, aku usahain..." katanya sambil buang muka. "Tapi bener-bener nggak habis pikir. Kok nggak banyak bedanya sama cowok."
"A-Apanya?" tanya Leon.
"Ya ciuman."
Leon pun meremas rambutnya frustasi. "Kan aku udah bilang..." katanya. Lalu mengambil ponsel dari atas meja. "Sekarang harus ngasih tahu Kak Alex lah. Gimana dia kalo marah..."
Rama pun merebut ponsel itu. "Heh kenapa musti laporan. Kan tadi Cuma kecelakaan!"
"Heh kamu pikir aku ini apaan!" kata Leon. Lalu merebut ponselnya balik. "Udah 6 tahun hubungan kamu pikir itu waktu yang sebentar? Kalo kita nggak saling percaya dan setia nggak bakal bisa..."
"Ya ampun anak ini...." kata Rama frustasi. Dia pun merebut ponsel Leon lagi. "Yaudah biar aku aja yang bilang. Daripada nanti kau dimarahin."
"Eh?"
"Udah diem."
Namun sebelum tombol dial dipencet. Mendadak pintu kamar mereka diketuk.
Tok tok... Tok tok...
"Bentar aku buka dulu..." kata Rama. Lalu berjalan keluar.
Leon pun mengusap bibirnya yang entah kenapa terasa gatal imajiner. Ahh... Mungkin karena bukan Alex yang menciumnya?
Yang pasti dirinya benar-benar membelalakkan mata ketika melihat pemandangan di depan pintu.
"KAKAK!" jerit Rama.
BRUGH!
Di depan pintu, seorang lelaki tampan yang memiliki luka-luka mendadak ambruk ke pelukan Rama. Rama yang kaget pun hanya refleks menangkap, ponsel Leon bahkan hampir jatuh. Dan detik itu juga... Kesadarannya hilang ditelan bumi yang semakin menggelap.
.
.
.
"Kak Rian?"
"Hah? Rian?"
Rama mengangguk ketika sudah menidurkan lelaki bernama Rian itu di atas ranjangnya. "Namanya Rian Mahendra. Dia kakak teknisi yang aku ceritain ke kamu."
"Anjir."
Leon pun memandangi wajah Rian. Hell! Selain umurnya lebih tua, tapi tampannya juga sebelas dua belas sama Alex, dia terlihat seperti cowok baik-baik.
Pertanyaannya adalah kenapa malah luka-luka seperti ini?
Leon tak habis pikir. Apa dia baru saja dirampok? Dijambret? Digangbang? Atau justru punya musuh seperti di film-film?
Ngeri sekali membayangkannya. Leon pun menatap Rama yang tampak begitu khawatir. Temannya itu segera merebus air dalam baskom untuk mengompres dahi Rian yang sangat panas. Shit lah! Dia demam tinggi! Tapi kenapa mendadak sekali? Belum lagi saat terluka bisa sampai ke tempat ini!
Kepala asrama kalau tahu bisa berabe sumpah!
Leon pun segera mengambil ponselnya yang diletakkan Rama lagi di atas meja, mencoba menghubungi Alex beberapa kali, tapi ternyata malah non-aktif.
Sial...
Kalau memang harus mengambil resiko, harusnya tidak perlu sebanyak itu. Atau setidaknya dia yang menginap di tempat Alex lagi daripada ketahuan di sini ada tiga orang.
Hell!
"Rama.... Rama..." kata Leon. Buru-buru.
"Apa?" tanya Rama dengan wajah sedih.
"Sorry aku mau langsung ke tempat Kak Alex. Sebelum gerbang ditutup. Oke?" kata Leon. Buru-buru memasukkan dompet dan ponselnya ke dalam tas kecil. "Pagi nanti, kalo ada yang memeriksa kamar... Kamu tutupin aja pake selimut sampe kepalanya. Biar dikira aku. Lagian dia juga nggak gede-gede amat kok badannya. Pasti masih aman."
"Oke."
Leon pun memandang wajah Rama sebentar sebelum kemudian pergi. Heh, apanya yang ngeri sampai gay panic? Nyatanya waktu si kakak teknisi itu kenapa-kenapa dia punya wajah tertekuk sampai begitu. Astaga... Dasar.
Dengan taksi, Leon pun segera menuju ke tempat Alex. Malam-malam. Hah... Sial! Padahal tadi siang baru pulang dari sana. Leon pun sudah pasrah saat dia mengetuk pintu apartemen Alex.
"Yaaaa!" sahut Alex dari dalam. Dan saat dia melihat wajah Leon, rautnya langsung aneh karena kaget. "Lah? Kenapa udah di sini lagi?" tanyanya.
"Fix. Jadi kakak nggak suka aku kemari?"
"Heh.. bukan begitu," kata Alex. Dia lalu menoleh ke belakang. Kondisi tempatnya sungguh-sungguh memprihatinkan. "Tapi kakak lagi nugas. Dan sibuk banget. Jadi tempatnya kotor. Kamu ke sini nggak bilang-bilang sih."
Leon pun cemberut. "Nggak papa," katanya. "Nanti kubantu beresin. Lagipula aku pengen tidur doang malam ini."
"Hah?"
"Intinya butuh tempat dan teman tidur," kata Leon. Langsung menerobos ke dalam sebelum dipersilahkan. "Soalnya di asrama lagi ada tamu tak diundang. Temenku repot. Dia ngurus tuh orang samoe besok kayaknya. Jadi diem aja. Kakak kalo mau ngerjain tugas sana nggak papa."
"Heeee?"
Alex pun menutup pintu kamar dan menghela nafas panjang.
Leon sendiri hanya duduk di tepi ranjang Alex dan menatap ke sekitar kamar itu. Hmm... Benar-benar berantakan. Kertas di mana-mana. Dan ponsel Alex sedang di charge di atas nakas. Pantesan... Hmm...
"Oke, Kakak mau balik nugas ya. Deadline," kata Alex. Dia menghampiri Leon, mengambil dagu dan mengecupnya sekilas sebelum kemudian tersenyum lebar. "Maaf nggak bisa perhatiin dulu, Sayang. Kamu kalo mau langsung tidur juga nggak papa. Nanti biar kakak beresin sendiri."
Leon pun membalas kecupan itu dan meremas bahu Alex pelan. "Iya nggak papa. Kakak juga jangan begadang. Nanti nyusul aku tidur kalo udah."
"Oke."
"Night."
"Night."
Setelah itu, Leon pun memandangi punggung Alex yang kembali duduk di kursi belajarnya. Diam-diam dia senang, karena lelaki itu masih seperti biasanya. Tapi juga sedih, karena belum bilang tadi ciuman dengan Rama meskipun Cuma sekedar kecelakaan.
Ah... Bodo ah!
Pokoknya kapan-kapan harus ngaku. Karena Alex yang terpenting.
Memikirkan hal itu, Leon pun merasa harus melakukan sesuatu untuk Alex meskipun sebenarnya sudah mulai mengantuk. Dia beranjak. Memberesi kamar itu (dan pura-pura tidak tahu saat Alex menatapnya kesana kemari), lalu baru bersih-bersih di kamar mandi untuk tidur.
Hhh... Leganya. Di kamar mandi itu bahkan masih ada gelas kumur dan sikat gigi khusus dirinya. (Jaga-jaga tiap kali menginap di sini). Aroma sabunnya masih sama. Dan Leon bisa berebah santai di atas ranjang Alex sambil bermain ponsel sebelum mulai mengantuk.