ADIK TIRI

Ayla keluar kamar dan langsung menuruni tangga untuk menemui papanya. Dia mau minta penjelasan kenapa dia dinikahkan dengan lelaki asing itu. Sampai di lantai dasar, Ayla melihat mamanya sedang asik menata meja makan. Sepertinya papa belum bangun.

Sambil menunggu papa dan lelaki asing itu datang, mungkin gak ada salahnya kalau aku tanya sama mama dulu, pikir Ayla. Tadi saat ia keluar kamar, Abian masih menunggunya didepan pintu. Katanya mau mandi, tapi handuknya di tas yang ia taruh di kamar Ayla. Jadi, dia harus menunggu Ayla membuka pintu dulu untuk bisa masuk.

"Ma," panggil Ayla.

Mama hanya menoleh sambil tersenyum tanpa dosa.

"Ayla mau nanya,"

"Mama tau, pasti soal laki-laki itu kan?" Ayla mengangguk.

Sambil membawa sepiring tumis kangkung dari dapur, mama mengajak Ayla duduk di meja makan. "Sini," kata Mama mengajak Ayla.

"Sebaiknya kamu tunggu papa dan Abian dulu ya, kamu tanyakan sendiri sama mereka." Mama mengecup pucuk kepala Ayla dengan penuh kasih sayang.

Untungnya Ayla cukup sabar untuk menunggu kedua lelaki yang menjadi sumber jawaban atas kejadian semalam itu. Setelah mereka datang, mama menyuruh papa dan Abian duduk. Abian duduk di sebelah Ayla, sedangkan papa di tempat biasa, dengan mama di samping kanannya.

Ayla berusaha mencari time yang tepat untuk bertanya. Tapi kok kayaknya susah banget, mulutnya berat untuk di ajak kompromi, seperti ada lem yang membuatnya susah bicara.

"P—pa, anu ... " tuh, kan. Mau ngomong aja susah banget, lemnya makin rapat ini.

"Pa, dia ... Kok bisa nikah sama aku?" akhirnya keluar juga pertanyaannya.

Kegiatan makan papa berhenti sejenak. Ditatap nya satu persatu wajah Ayla dan Abian.

"Ayla, sebenarnya Papa juga gak mau nikahin kamu sama dia. Tapi, orang tua Daniel bilang, cuma ini satu-satunya cara untuk menyelamatkan kehormatan keluarga kita. Jadi, mereka meminta Abian untuk menggantikan Daniel menjadi mempelai pria," jelas Papa sambil tangannya kembali menjual makanan ke mulut.

Awalnya ayah dari gadis bernama lengkap Ayla Kiandra Bova itu tidak setuju, tapi demi kehormatan. Ia menuruti perintah Budi untuk menikahkan Ayla dan Abian.

Ayla malah masih mematung di tempat duduknya setelah mendengar penjelasan sang papa. Gak tau harus berbuat apa, mau marah juga udah jadi suami. Bisa apa dong? Ayla tidak melanjutkan sarapannya karena masih bingung, menggantikan posisi Daniel menjadi mempelai pria? Dia? Bahkan kelihatannya saja masih sekolah ni anak, mukanya masih baby face gitu. Ayla geleng-geleng kepala menyadari hal itu.

"Ya udah, papa harus ke pabrik. Papa berangkat ya, assalamu'alaikum," pamit papa setelah selesai sarapan.

Mama juga tidak lupa mencium punggung tangan suaminya itu. Ayla juga, entah sadar atau tidak, dia mencium punggung tangan papanya. Masih bengong, sih kayaknya.

Mama kembali ke dapur untuk cuci piring. Tinggallah Ayla dan Abian berdua di ruang makan. Ayla sempat melirik Abian sebentar. Kok jadi gini? Pikirnya.

"Kak," panggil Abian.

"Hm?"

"Aku mau ... "

"Ayo ikut aku ke kamar," ajak Ayla tanpa memberi jeda untuk Abian menolak dan langsung menarik tangan pemuda itu.

Ayla menyuruh Abian masuk dan menurut pintu dengan keras, seperti orang sedang marah. Abian yang kaget sempat memejamkan mata karena takut, begini rasanya punya istri?

"Jelaskan sama aku sekarang, kamu siapa?" tanya Ayla pelan, gak mau pakai nada tinggi, nanti dikira lagi marah. Lihat muka Abian yang udah ketakutan gitu, jadi gak tega.

"A—aku? Aku 'kan suamimu, Kak," jawab Abian gugup.

Ayla tepok jidat. Ni anak gak ngerti apa gimana, sih?

"Maksud aku, nama kamu siapa? Rumah kamu dimana? Umur kamu berapa? Masa iya harus aku jabarkan satu-satu?" jelas Ayla dengan tarikan napas panjang setelahnya.

"Namaku Abian Adnan Husein, umurku 22 tahun, aku tinggal di komplek griya aura residence nomor 61," jawabnya dengan wajah polos.

Polos sekali, sampai-sampai Ayla ingin mencubit pipi laki-laki itu. Bikin gemes. Apalagi gaya bicaranya itu mirip anak SMP yang lagi perkenalan di depan kelas, kaku banget. Membuat Ayla menahan tawa, umur sudah 22 tahun, tapi bicaranya masih begitu. Apa ini sosok yang dijadikan suami?

Ayla mendekat, rambut yang ia urai sesekali ia kibaskan untuk tebar pesona. Ia semakin mendekati Abian yang sudah tidak bisa mundur karena terhalang tembok.

"Oh, namamu Abian. Terus kenapa om Budi bisa nyuruh kamu untuk jadi pengganti Daniel?" tanya Ayla lagi.

"I—itu karena Daniel menghilang, jadi ayah menyuruhku untuk gantikan posisi Daniel." Pelipis Abian mulai keringetan karena di tatap begitu intens oleh Ayla.

"Ayah?" Ayla merasa heran saat mendengar Abian memanggil om Budi dengan sebutan ayah.

Budi itu ayahnya Daniel, dan dia mengaku kalau dia adalah anak tunggal. Lagi pula, Ayla tidak pernah melihat Abian selama masa pacaran dengan Daniel. Kalau memang Abian adalah anak om Budi alias adiknya Daniel, kenapa dia tidak pernah cerita.

"Iya, aku adiknya Daniel. Adik tiri," jawab Abian, dia tau Ayla kebingungan dengan pernyataannya tadi.

"Adik? Kok Daniel gak pernah cerita kalo dia punya adik?"

"Mungkin itu karena Daniel malu mengakui aku sebagai adiknya, karena aku kan adik tiri. Lagi pula, aku gak terlalu menonjol di keluargaku,"

Oke. Masuk akal juga alasannya. Ayla manggut-manggut. Giliran Abian yang memperhatikan Ayla. Dari ujung rambut sampang ujung kaki. Jika di deskripsikan, dalam pengelihatan Abian bisa menjelaskan ciri fisik Ayla. Dia itu cantik, putih, mukanya bulat dengan pipi sedikit tembem, rambutnya panjang, tapi tidak melewati pinggang, bibirnya kecil, tubuhnya langsing, tapi sedikit pendek. Ada tahi lalat juga di kening bagian kanan atas, tapi tidak terlalu kelihatan. Ya, wanita itu cukup ideal untuk dijadikan kriteria pasangan.

Tapi Abian mendadak menutup mata saat pandangannya tak sengaja menangkap bagian paha Ayla yang hanya memakai celana pendek, pahanya tentu saja terbuka.

"Astaghfirullah!" ucap Abian sambil menutup mata dengan tangan.

"Kenapa?" tanya Ayla heran. Takut kalau-kalau dirinya terlihat jelek atau aneh. Pasalnya, dia belum pakai make up.

"Aurat, Kak! Aurat! Pakai celana dewasa dong, jangan pakai celana bayi!" pekik Abian yang suaranya terhalang oleh tangan.

Celana bayi? Ini celana mini tau! Bukan celana bayi. Lagian, ini celana yang sedang nge-trend di kalangan anak muda. Memangnya Abian tidak tau itu?

"Abian, kita kan udah sah! Memangnya kenapa kalau aku memakai pakaian terbuka?"

"Astaghfirullah ... Astaghfirullah ... "

Eh, Abian malah istighfar terus. Membuat Ayla sedikit kesal, sambil berkacak pinggang, ia berjalan mendekati tempat tidur, mengambil selimut lalu menutup tubuh dengan kain panjang itu.

"Abian, coba buka mata,"

Pelan-pelan ia menyingkirkan jari tangan satu persatu, Ayla sudah terbungkus selimut seperti kue lumpia. Fuih, hampir saja. Abian menghela napas lega sambil menyeka keringat di dahi.

"Aah! Astaghfirullah, Kak!" lagi-lagi Abian menutup mata, dan kali ini sambil menjerit karena Ayla dengan jahilnya membuka selimut yang tadi menutupi tubuhnya secara tiba-tiba.

Ayla hanya terkekeh melihat tingkah suaminya itu. Ternyata muka sama kelakuannya gak jauh beda, mukanya masih kaya bayi. Dan kelakuannya juga sama dengan anak kecil. Tubuh Abian sampai bergetar hebat.

Hahaha! Lucu sekali.