WebNovelIneffable20.93%

Bertemu-9

Suara ketukan pintu rumah, membuat Alenia yang berbaring menjadi bertanya-tanya. Siapa gerangan yang bertamu di pagi menjelang siang ini? Tak mungkin jika Davis yang mengetuk, dia bisa dengan mudah masuk jikapun pintu dikunci, karena dia punya kunci cadangannya.

Alenia bangkit perlahan. Ia sudah merasa baikan setelah tidur beberapa jam sejak sarapan. Ia membuka pintu dan seseorang yang berdiri di depan pintu memang bukan Davis, tetapi wanita paruh baya yang ia kenal dekat.

"Selamat siang, Alenia." Wanita paruh baya itu menyapa. Namun tak lama ia terkejut melihat wajah Alenia yang lebam.

"Bu Ratri? Silakan masuk, Bu." Alenia membukakan lebar pintunya dan mempersilakan tamunya masuk.

"Kamu kenapa? Habis jatuh?" tanya Bu Ratri.

"Iya, jatuh dari bus, Bu. Ada apa, ya? Ibu Ratri jauh-jauh datang ke mari?" tanya Alenia kembali.

"Anu, Al. Ibu bawa kabar soal ibumu." Bu Ratri mengutarakan niat kedatangannya.

"Ibu? Bu Ratri tahu info di mana ibuku?" tanya Alenia terkejut.

"Iya, ibumu ternyata ada di penjara, Al." Bu Ratri memberitahu dengan wajah sendu.

"Penjara? Kasus apa? Bukankah dulu ibuku pergi ke kota lain bekerja, Bu?" tanya Alenia tak mengerti.

"Ibu enggak tahu ceritanya gimana ya, Al. Ibu kebetulan nemenin tetangga yang suaminya di penjara nah pas tengok aku lihat ibumu, Al!" Bu Ratri bercerita.

"Ibu ... ibuku baik-baik saja?" tanya Alenia berkaca-kaca.

"Ibu Ratri lihat ibumu kurusan, Al. Kamu tengok gih, ya Al. Kasihan dia," pinta Bu Ratri.

"Pasti. Terima kasih, Bu Ratri sudah kabarin Al. Sebentar Al bikinin minum," kata Alenia yang akan bangkit untuk ke dapur membuatkan minuman.

"Eh, enggak usah, Al. Ibu mau pergi ke PLN bayar listri dulu," sergah Bu Ratri.

"Ya ampun, terima kasih banyak ya Bu Ratri sempatin ke sini kabarin Alenia." Alenia bersyukur tahu di mana ibunya berada.

"Iya, ibu pergi ya, Al. Cepet sembuh." Bu Ratri keluar dari rumah Alenia.

Alenia girang. Sekian lama ia kehilangan imformasi soal ibunya, kini ibunya berada di penjara untuk kasus yang ia sama sekali tak tahu.a Davis datang melihat isterinya berdiri dengan wajah sumringah pun bertanya.

"Al, pintunya kok dibuka? Ada apa?" tanya Davis yang celingukan di teras rumahnya.

"Bu Ratri, tetangga lama rumahku datang ke sini, beritahu kalau melihat ibuku di penjara."

"Apa?" tanya Davis tak percaya jika mertua wanitanya menjadi penghuni hotel prodeo.

"Iya, sekian lama aku mencarinya, Dav kini aku bisa temukan ibu!" Alenia memekik kegirangan.

Alenia segera ke kamar, ia mengambil jaket, dompet dan ponselnya dimasukkan ke dalam tas dan segera melesat pergi keluar rumah, namun ditahan oleh Davis.

"Tunggu, tunggu, Al. Kamu mau temuin Ibu dengan keadaan seperti ini? Nanti dikira aku yang KDRT padamu, tunggu sampai lukamu sembuh ya?" pinta Davis.

"Itu akan lama, Dav! Ini ibuku, ibuku, Dav!" Alenia melesat pergi.

Davis menaruh kantung kresek berisi lauk dan mengunci pintu mengikuti langkah Alenia menuruni tangga. Rasa sakit di sekujur raganya tak ia rasakan, ia hanya ingin bertemu ibunya yang menghilang sejak tiga tahun lalu.

Air matanya tak kuasa ia tahan, ia mampir ke toko kelontong Ci Memey. Ia hendak membeli beberapa makanan dan minuman untuk ibunya.

"Muka lu kenapa, Mbak Alenia?" tanya Ci Memey yang seketika melirik ke arah Davis.

"Habis jatuh dari bus semalam, Ci. Ci, minta permen sebungkus, tiga bungkus biskuit rasa apa saja sama perlengkapan mandi ya," pinta Alenia.

"Ooh kirain lu berdua perang-perangan. Oke, tunggu sebentar ya." Ci Memey menyanggupi.

Davis sebenarnya merasa risih dengan pandangan orang lain terhadap luka Alenia, tapi memang bukan dia yang membuat wajahnya seperti itu, jadi Davis tak begitu mempedulikan tanggapan orang lain terhadapnya.

Ci Memey memberikan sekantung kresek hitam berisi barang yang diminta Alenia usai menjumlahnya.

"Mau jenguk orang, ah?" tanya Ci Memey.

"Iya, mari Ci," pamit Alenia.

"Ya, ya hati-hati lu berdua, ah." Ci Memey berpesan.

Davis mengambil barang yang dibawa isterinya, menggandengnya agar tak memforsir tubuhnya yang masih sakit berlebihan. Davis menghentikan angkutan umum yang akan mengantarnya ke penjara yang dimaksud Alenia.

Ia melirik isterinya yang girang, mengetahui keberadaan ibunya. Sementara Davis merasa sedikit tak nyaman atas status ibu mertuanya yang seorang narapidana. Namun, ia menyembunyikan perasaan itu pada Alenia, ia menyukai Alenia.

Bus yang mengantar mereka berdua menurunkannya di hakte dekat Rutan. Alenia memandang dari kejauhan bangunan besar yang menampung ibunya berada, meski dalam masa hukuman.

Alenia dan Davis mendatangi sipir yang bertugas, bertanya apakah Ayu Marisca berada di dalam. Sipir itu menjawab, benar bahwa Ayu Marisca adalah narapidana karena menghilangkan nyawa orang lain.

Alenia bertanya apakah bisa menemuinya? Sipir penjara memberitahu apa saja persyaratan untuk bisa menjenguk seorang narapidana. Makanan atau minuman yang dibawa pun diperiksa.

Davis memberikan foto kopi identitasnya bergabung dengan identitas milik Alenia, setelah dapat kartu barulah mereka diminta menunggu di ruangan yang terdapat meja seorang sipir untuk mengawasi mereka yang dikunjungi keluarganya.

Wanita paruh baya yang terlihat kurus keluar setelah diantar oleh petugas. Ia terperanjat melihat siapa tamu yang datang membesuknya, setelah sekian lama tak ada satupun orang menjenguknya.

Ia menangis, menggigit bibir bawahnya menatap wajah anak gadisnya. Alenia. Tak hanya dirinya, puteri tunggalnya itu pun ikut menangis. Mereka berpelukan tanpa kata, selama yang mereka inginkan.

"Alenia, Alenia puteri ibu," ujar Ayu menyentuh rambut Alenia.

"Ibu, Alenia rindu ibu, ibu tak ada kabar sejak keluar kota, dan kini? Ibu ...." kata Alenia yang terbata dalam tangis.

"Maafkan ibu, Al. Ibu tak kuasa memberitahu keadaan ibu seperti ini. Dia siapa?"

"Ini Davis, Bu. Menantu ibu," jelas Alenia.

"Davis, Bu." Davis menyalami ibu mertuanya.

"Ya Tuhan, ibu bahkan tak tahu kapan kalian menikah. Ibu senang kamu sudah menikah, Nak." Ayu mematap haru Davis.

Ayu bertanya segala hal yang sudah ia lewati, Alenia bercerita banyak hal menjawab apapun pertanyaan ibunya, termasuk menjelaskan bahwa rumah mereka rusak parah diterjang banjir, juga kekhawatiran ibunya perihal lukanya. Alenia berkata akan datang jam besuk berikutnya, ibunya senang bukan main. Keduanya larut dalam tangis, pertemuan itu mengharukan Davis.

Namun ada kecemasan lain yang Davis khawatirkan. Jika keluarganya tahu siapa besan mereka, pasti akan mencap semakin buruk pada Alenia.

"Mungkin aku jahat, Al. Tapi, aku masih bisa lega jika ibumu tak keluar dalam waktu dekat. Aku tak tahu apa reaksi Mama dan Ivy soal ibumu."

Dengan berat hati, Alenia meninggalkan ibunya. Namun juga ada kelegaan bahwa ia sudah pasti tahu di mana ibunya berada. Untuk beekumpul bersama ibunya, ia harus menunggu lima belas tahun lagi, itupun sudah dapat remisi dari pemerintah.

-

Gedung Emerald Two berdiri dengan dua dua lantai. Pemiliknya adalah seorang wanita yang baik dan ramah pada setiap pegawainya, namun juga bisa tegas dalam waktu bersamaan.

Lobi Emerald Two, di sinilah Ivy berdiri, ia memandang takjub pada bangunan dan para pegawai yang mengurusi uang nasabahnya.

"Ada yang bisa dibantu, Dik?" tanya satpam yang melihat Ivy yang melihat-lihat lobi Emerlad Two.

"E, apa benar ini kantornya Bu Manda?" tanya Ivy.

"Manda yang mana? Ada dua Manda di sini, Mbak Amanda bagian loket dan Bu Manda Nidya pemilik Emerald Two." Satpam menjelaskan.

"Ahaa yang itu, Pak satpam, Bu Manda Nidya. Aku bisa ketemu 'kan sama Kak Manda? Di mana ruangannya?" tanya Ivy dengan senyum.

"Ada keperluan apa?" tanya satpam.

"Ih, Bapak kèpo deh, bilang aja Ivy mau ketemu gitu, Pak!" Ivy menjelaskan seadanya.

"Sudah buat janji temu?" tanya satpam padw Ivy.

"Janji temu? Lah pake itu segala sih, Pak? Saya pokonya mau ketemu Kak Manda." Ivy menjelaskan lagi dengan sedikit sewot.

"Sebutkan alasan jelas, Dik. Atau kalau tidak, silakan keluar." Satpam mengarahkan Ivy untuk ke pintu lobi.

"Lho, lho Bapak ini enggak paham, ya?" tanya Ivy.

"Sudah-sudah. Ayo keluar!"

Satpam itu mendorong tubuh Ivy ke belakang, menghalanginya untuk kabur dengan lengannya yang kekar. Ivy tak suka jalannya dihalangi pun berebut mau masuk. Ia berlari masuk ke dalam setelah berlari kencang mengakali satpam.

Ia menabrak seseorang karena melihat ke belakang, ke arah satpam yang mengejarnya.

"Ivy?" tanya Manda.

"Kak Manda! Kak, masa aku enggak boleh ketemu Kakak? Satpam ajukan banyak sekali pertanyaan aneh, Kak." Ivy menjelaskan.

"Sudah, Pak. Biar, saya kenal Ivy. Dia tamu saya." Manda menahan satpam yang akan menarik lengan Ivy pergi.

"Baiklah kalau begitu, Bu Manda." Satpam mengangguk.

Manda yang akan mencari makan siang terkejut ditabrak oleh Ivy berlari ke arahnya saat turun dari tangga. Ia merasa senang juga, karena tak menyangka Ivy akan mendatanginya, yang bahkan Kian saja jarang menginjakkan kakinya ke usahanya.