Davis dan Alenia pulang saat Marisa Mall sudah akan ditutup sepuluh menit lagi. Karena barang belanjaannya banyak dan berat, Davis melambaikan tangannya pada sopir taksi yang mangkal dekat parkiran mal.
Davis memasukkan barang belanjaan ke bagasi kemudian duduk di sisi Alenia. Ia menggenggam jemari Alenia, sepanjang jalan Davis berpikir. Ya, berpikir bagaimana membahagiakan wanita yang sudah berkorban membahagiakan keluarganya, tentu saja dia bukan Alenia.
Sementara Alenia berterima kasih pada Tuhan jika suaminya sudah berubah menjadi lebih baik dari sebelumnya. Setiba di depan flat, Davis pula yang membawakan barang belanjaan naik ke rumah mereka.
Alenia hanya membawa tas belanjaan berisi gaun dan sepatu yang dibelikan Davis. Suaminya itu segera masuk ke kamar mandi, mencuci muka dan berbaring di atas tempat tidur.
"Al, besok saja nata barang belanjaan, ini sudah malam." Davis memanggil.
Benar kata Davis, jarum jam sudah menyentuh angka sepuluh malam. Ia pun sudah merasa lelah, maka dia hanya menaruh kantung keresek besar warna putih berisi belanjaan di atas meja dapur. Ia masuk ke dalam kamar mandi, mencuci muka.
Ia masuk ke dalam kamar mandi saat Davis sudah terpejam. Melihat ponsel hitam Davis yang canggih tereletak di atas meja sisi tempat tidur. Usai mengenakan pakaian tidur, Alenia ikut berbaring di sisi Davis yang terlelap.
Di tempat tidur lain, di dalam sebuah rumah ber-interior mahal. Berbaring Manda yang berselimut hangat tersenyum menatap foto-foto yang ada di galeri ponselnya. Ada banyak fotonya dalam berbagai pose, bersama satu pria terkadang dengan dua wanita beda usia yang memeluknya hangat di tempat hiburan keluarga.
Tuhan, mungkin aku jahat sudah menyukai Davis. Menikung isterinya dari belakang. Mau gimana lagi, kami dekat karena satu tempat kerja. Meski dia bawahan aku, tetapi aku menghormatinya. Mamanya dan adiknya yang baik menginginkanku yang kesepian ini.
Kian jarang ditemui lagi di rumah seperti biasa, seolah dia punya dunia sendiri yang tak boleh kumasuki. Jikapun dia ada di rumah, pasti dikelilingi wanita-wanita yang tak jelas dan kurang bahan. Mereka bergelayut manja di lengannya seolah merekalah isterinya, sementara aku? Hanya bisa melihatnya dengan perasaan iri dan sakit hati.
Manda menaruh ponselnya di sisi bantal, memejamkan matanya dengan senyum mengembang.
Aku sudah tak sabar bertemu denganmu lagi di kantor besok, Davis.
♧♧
Aroma parfum Davis wangi sekali, menguar hingga seluruh ruangan. Ia keluar sambil bersenandung, mendekati meja makan dengan lauk yang tak biasa, Alenia sengaja memasak lauk kesukaan Davis, ia makan dengan lahap.
Davis terlihat tampan sekali dan wangi. Sejak bekerja di kantor, Davis berubah menjadi lebih keren.
Alenia masih belum menghabiskan sarapannya saat Davis berangkat bekerja. Dia berangkat sebelum pukul tujuh dan kembali biasa pukul lima.
"Nanti kalau aku datang, kamu sudah dandan rapi dan cantik ya pakai gaun yang kemarin kubelikan. Kita mau makan malam, aku pergi dulu." Davis memberi pesan sebelum benar-benar pergi.
Alenia mengangguk, segera menghabiskan sarapannya. Sejumlah pekerjaan rutinnya menanti untuk dikerjakan. Usai membereskan wastafel di dapur, ia menata barang belanjaan bulanan yang semalam ia beli di rak kayu di atas dapur.
Kemudian ia mengambil pakaian kotor dari keranjang pakaian kotor dekat kamar mandi, memasukkan ke mesin cuci dan sedikit berpikir. Ia membuka kantung tas belanjaan berisi gaun yang dibelikan Davis, ia memasukkannya juga ke mesin cuci bersama kemeja-kemeja putih Davis.
Usai menjemur semua cuciannya, barulah ia bisa duduk manis menonton televisi menghabiskan waktu senggangnya.
Jika aku punya seorang anak, mungkin waktu seperti ini aku bermain bersamanya hingga ia tertidur lelap di sisiku. Tak seperti saat ini, sepi.
♧♧
Davis adalah staf biasa di kantor Manda, sama seperti yang lainnya. Datang sebelum pukul delapan dan pulang pukul empat sore atau lembur sampai pukul enam petang.
Namun, Davis sedikit berbeda. Ia mendapat keistimewaan dari Manda, ketika ia keluar dari flat, berjalan sepanjang kampung dan menemui halte di tepi jalan dia tak naik bus untuk sampai ke Emerald melainkan sebuah mobil Honda Mobilio silver yang dikendarai Manda.
Ia mengecup pipi Manda yang duduk di belakang setir. Keduanya berangkulan sejenak dan bersama-sama datang ke Emerald. Di basement Emerald, keduanya tak segera turun. Basement ini tak luas, yang memarkirkan mobilnya hanyalah staf petinggi Emerald.
Davis meraih jemari Manda dan menciumnya, bibir mereka berpagutan sangat panas, tangan Davis yang memegangi leher Manda yang jenjang turun, membuka kancing kemeja putih wanita yang cantik di dekatnya.
Tangan Davis bergerak leluasa di dada Manda, tak peduli pada waktu mereka yang sempit. Dan gilanya, Manda pun berbuat lebih jauh, ia mengelus benda kenyal di balik resleting celana Davis.
Davis pindah tempat duduk di belakang, menarik lengan Manda dan memangku tubuh seksi Manda. Tanpa dikomando tubuh mereka menyatu dan bergerak tanpa suara. Hanya decapan bibir mereka dan basahnya liang Manda mengungkap segalanya.
Keduanya melupakan siapa diri mereka masing-masing. Kesalahan apa yang sudah mereka lakukan. Dalam sela kenikmatan mereka, Davis bertanya.
"Jika dia sampai tahu, dia akan memukulimu lagi," ujar Davis.
"Aku yakin dia sudah tahu, aku tak peduli. Dia tak pernah mencintaiku sepertimu, dia psikopat gila, Dav. Aku justru menunggunya pulang untuk menceraikannya." Manda menjelaskan di sela kegiatan panas mereka.
"Kau gila."
"Kau juga gila, sudah membuatku basah sepagi ini!" Manda memekik karena Davis bergerak cepat dan menyemburkan semen putih miliknya.
Tak lama Davis keluar lebih dulu dari mobil Manda sesudah menyakinkan tak ada yang melihatnya. Saat Davis sudah cukup jauh berjalan, barulah Manda keluar merapikan pakaian kerjanya seolah tak terjadi apa-apa di dalam mobilnya.
Manda tersenyum senang, sepanjang perjalanan menuju ruangannya, ia tak hentinya mengenang kegiatan panas yang setiap pagi mereka lakukan. Ia tergila-gila pada tubuh Davis, kebutuhan yang tak pernah dipenuhi oleh Kian kini diberikan oleh Davis.
Di mata orang lain, keduanya hanyalah staf dan atasan biasa dan normal. Tapi, tak ada yang tahu kegiatan panas mereka di dalam mobil setiap hari, di dalam mobil Manda, kecuali weekend.
Kegiatan panas mereka juga sering dilakukan keduanya saat jam pulang kerja. Sengaja menunggu reka kerjanya pulang semua, barulah ia turun, masuk kembali ke dalam mobil Manda, seperti petang ini.
Bedanya, mereka tak melakukannya di parkiran mobil bawah gedung Emerald tetapi di tempat lain. Davis melupakan janjinya pada Alenia, bahwa ia mengajaknya makan malam.
Di rumah, Alenia menunggu kedatangan Davis. Hingga matahari tenggelam, tak ada tanda-tanda suaminya pulang. Alenia sudah mengenakan gaun putih brukat yang dibelikan Davis, bahkan sepatu hak tingginya juga siap dikenakan di dekat pintu.
Alenia menunggu hingga jarum jam pendek melewati angka tujuh malam. Harapan dan rasa laparnya nya pupus sudah, berganti dengan keresahan tentang di mana keberadaan suaminya. Ia menelepon ponsel Davis, tetapi tak dijawab, tak berselang lama ia mendapatkan SMS dari Davis yang mengatakan bahwa pulang telat karena berada di rumah Mama.
##
Eits mau ke mana? Sudah vote? Komen? Sudah belum? Kalau belum vote dan komen dulu donk, terima kasih