Gadis itu berdecak, menatap tidak suka pada Damian yang tersenyum miring padanya. Ternyata dia salah menganggap pria itu adalah pria yang baik, pada akhirnya pria itu sama saja seperti para bangsawan yang dia temui di Istana.
Dia menggeleng, mencoba menghilangkan ingatan tentang apa yang baru saja terjadi. Mengambil secangkir teh yang ada di depannya lalu meminumnya tanpa tersisa. Mendengus untuk kesekian kalinya dengan tatapan penuh akan ketidaksukaan hingga sebuah suara membuatnya menoleh.
"Yang Mulia.."
Itu Nora, menatap khawatir akan keadaan Catherine yang baru saja menggunakan terlalu banyak mana. Tapi Catherine terlihat kesal atas panggilan yang baru saja Nora ucapkan.
"Panggil aku Rin" sahut Catherine dengan tatapan marah.
Nora terkejut, terkekeh sebelum mengangguk kecil "maaf.. mungkin aku masih belum terbiasa Rin"
"Itu lebih baik" jawab Catherine dengan perasaan lega.
Setelahnya mereka diam, saling menatap ke arah api yang menjadi pemisah mereka. Catherine kembali menghembuskan napas kasar, mulai menundukkan wajahnya untuk menatap ke bawah. Nora menyadarinya, merasakan hal yang sama atas kejadian beberapa saat lalu.
Kematian adalah hal yang wajar, tapi Catherine tidak bisa begitu saja membiarkan orang-orang mati di hadapannya. Memiliki kekuatan penyembuh terbaik, dirinya di anggap sebagai Putri Dewa. Padahal dia hanyalah manusia biasa yang mendapatkan kekuatan ini tanpa di sengaja.
Tapi Catherine tidak bisa diam saja saat semua orang begitu menganggapnya istimewa. Dia banyak turun dalam peperangan selama dua bulan ini sebelum ayahnya mengatakan bahwa dia harus menikah dengan anak Duke.
Catherine tidak percaya bahwa ternyata semua itu ulah sang kakak yang iri padanya. Hanya karena sebuah kekuasaan sang kakak membawanya dalam sebuah kesengsaraan. Dia yang tau sikap anak Duke itu langsung menolak, tapi sang kakak tidak begitu saja melepaskannya.
Dan dirinya menyerah, memilih untuk pergi karena tidak akan ada gunanya dia melawan. Memangnya siapa yang akan peduli pada Putri dari seorang selir, yang ada hanyalah sebuah cibiran atas segala tindakannya.
Itu sebabnya dia ada di sini, walau sebenarnya ada hal lain yang menjadikan alasannya masuk ke dalam hutan empat musim ini.
"Harry pasti bahagia jika Rin juga bahagia" ucap Nora menunjukkan sebuah senyuman lebar.
Senyuman yang mampu membuat Catherine merasa lebih baik dan Nora akan melakukannya demi wanita itu.
"Aku merasa bersalah atas kematian Harry"
Nora terdiam, memilih untuk menjadi pendengar saat ini.
"Jika saja aku tidak menyembunyikan wujudku pasti aku akan menyadari keberadaan para monster itu dan Harry juga tidak akan mati" lanjut Catherine mengusak wajahnya dengan kasar.
"Seharusnya aku lebih mengerti bahwa aku tidak boleh egois, tapi yang aku lakukan hanya memikirkan tentang diriku yang harus terjebak di tempat ini"
"Maaf.. hiks"
Akhirnya Catherine menangis, melampiaskan rasa bersalahnya akibat sikap egoisnya. Jika saja dia tidak menyembunyikan identitasnya pasti semua ini tidak akan terjadi. Mereka akan bersembunyi dari para monster dan tidak ada yang akan mati.
Tapi kenyataannya begitu mengerikan hingga Catherine terus menyalahkan dirinya atas tindakannya. Sebagai seorang Putri harusnya dia tidak boleh memikirkan dirinya saja, walau apa pun alasannya orang lain lebih penting di bandingkan dirinya.
"Rin, mau tau satu hal" Nora menyahut, duduk di sebelah Catherine yang masih menyembunyikan wajahnya di balik kedua kakinya.
Tidak ada jawaban dan Nora memilih untuk menatap ke arah langit-langit gua, menghembuskan napas panjang lalu tersenyum tipis akan hal yang dia pikirkan "bagiku dan Harry keselamatanmu lebih penting di bandingkan nyawa kami, bukan karena kau adalah seorang Putri Kekaisaran. Tapi karena kau adalah kau"
"Sejak awal bertemu denganmu dan tau tentang keadaan kita yang sama rasanya aku seperti menemukan keluarga. Hidup tidak jelas di tempat ini sungguh mengerikan dan aku beruntung bertemu denganmu Rin, karena jika tidak ada kau mungkin saja aku sudah mati di jalanan akibat kelaparan"
Nora mengingatnya, kejadian di masa lalu yang membuatnya bisa hidup sampai sekarang. Hanya tiga bulan tapi rasanya itu sungguh baru kemarin hal itu terjadi, pertemuannya dengan Catherine dan bagaimana gadis itu menolongnya hingga menjadikan dia sebagai pengawal pribadinya padahal saat itu Catherine sudah memiliki pengawal dan itu Harry.
Waktu itu dia begitu takut jika Harry merasa tempatnya di gantikan olehnya, tapi setelah berjalannya waktu mereka jadi dekat dan menjadi pengawal pribadi Catherine dengan baik.
Rasanya begitu membahagiakan dan Nora tidak akan melupakan semua kenangan itu "bagi kami kau berharga, lebih dari seorang Nona dan pengawal. Tapi lebih ke sebuah keluarga" ucap Nora lagi menunjukkan senyuman cerahnya, menatap Catherine yang terlihat berkaca-kaca.
Catherine menangis, memeluk tubuh Nora untuk pertama kalinya sejak pertemuan mereka. Mencoba untuk menata hati dan pikirannya atas apa yang sudah terjadi saat ini "hiks.. aku cengeng ya.." ucap Catherine dengan air mata yang membasahi pakaian Nora.
"Tidak apa Rin, aku mengerti"
"Hiks.. maaf.."
Nora tersenyum, ini lebih baik di bandingkan melihat Catherine menahan tangisnya. Rasanya menyakitkan saat melihat Catherine melakukan hal seperti itu dan Nora akan berusaha menjadi pengawal yang sempurna untuk Catherine, karena hanya dia yang sekarang wanita itu punya.
"Mau makan apa?" tanya Nora saat Catherine sudah selesai menangis, menatap Catherine yang tengah menghapus kasar bekas air matanya.
"Rusa panggang" jawab wanita itu dengan suara seraknya akibat menangis tadi.
Nora mengangguk, berjalan pergi meninggalkan Catherine di dalam gua itu sendiri. Sedangkan Catherine memilih untuk diam, mengabaikan segala hal sebelum seorang pria masuk dengan tatapan penuh rasa tidak suka.
Catherine berdecak, malas untuk berurusan dengan pria itu sebelum dirinya di kejutkan dengan sebuah kalung yang di lempar pria itu.
"Aku menemukannya tadi" ucapnya lalu berbalik, berniat pergi sebelum sebuah suara menghentikan langkahnya.
"Terima kasih" tangan kecil itu mengambil kalungnya, kalung yang awalnya ingin dia berikan pada pria itu.
Damian menghela napas kasar, menoleh ke arah Catherine dengan tatapan yang dingin "aku minta maaf soal tadi" ucapnya lalu pergi meninggalkan Catherine yang tersenyum di sela bibir pucatnya.
'Seharusnya kau tidak perlu minta maaf, karena aku juga salah saat ini'
"Satu ekor rusa siap di masak!" suara Nora membuat Catherine bangkit, memakai kalungnya asal lalu berlari mendekati pria bersurai pirang itu.
"Wah.. besar sekali, aku akan memasaknya" ucap Catherine tidak sabar untuk menikmati daging rusa itu.
Nora mengangguk, membawa rusa itu untuk membantu Catherine "sepertinya pria itu datang ke sini?"
Catherine terkejut menatap Nora yang terlihat marah "kau tidak suka dengannya?"
"Sangat!"
Catherine terkekeh "tapi dia sama seperti kita Nora"