AKU SUDAH BOSAN
Aku sudah tidak tahan lagi untuk keluar dari pekerjaanku yang sekarang. Bosku yang keras kepala dan cerewet membuat telingaku terasa panas serta seringkali naik pitam. Seperti pada jam dua siang ini. Aku dimarahi oleh bosku hanya karena ada gula pasir kemasan yang belum aku pajang.
"Davin!. Mana ini pajangannya?!. Kok kosong begini. Apa barangnya nggak mau dijual, " ucapnya dengan raut muka tidak suka padaku. Kedua matanya memelototiku. Aku hanya terdiam dengan rasa hati yang teramat kesal. Aku pun berjalan menuju ke gudang mengambil barang pajanganku. Aku rapikan semua pajanganku. Diriku yang terlihat kesal dengan wajah yang kusut membuat sahabatku yang bernama Reno mendekatiku. Reno berdiri di sebelahku sementara aku masih menyusun barang-barang pajanganku baik itu gula pasir dan makanan lainnya.
"Mau aku bantu nggak?," tawarnya. "Nggak!," jawabku singkat dan terus merapikan satu per satu pajangan gula pasir. Reno yang tahu aku sedang marah kemudian menyingkir ke kasir dan melayani pembeli bersama dua orang karyawan lainnya.
*****
Jam tanganku menunjukkan pukul lima sore. Ini waktunya aku pulang dan meluapkan emosiku di rumah. Bukan, aku bukan mau mengamuk namun melampiaskannya dengan cara memutar lagu remix sekencang-kencangnya. Suaranya yang begitu berisik menimbulkan rasa jengkel pada ayahku. Ayahku yang baru saja berwudhu masuk ke kamarku.
"Davin, matikan musiknya!. Ini sudah mau isya. Pergi ke mushola sana!," perintahnya bernada tinggi.
Aku duduk diam tanpa sepatah kata diatas tempat tidurku. Aku hanya menganggukkan kepala saja lalu mematikannya. Aku pun menunaikan salat Isya berjamaah di mushola. Habis itu aku rebahan di tempat tidurku sambil main game Mobile Legends. Ketika aku sedang asyik-asyiknya main Mobile Legends. Aku di telpon Reno. Dia menawarkan lowongan kerja yang baru jika aku jadi keluar dari tempat kerjaku yang sekarang.
Tiing tiing tiing tiing. Tiing tiing tiing tiing. Ponselku berdering.
"Halo, Vin," bukanya.
"Iya, halo. Kenapa Ren?," tanyaku dengan sedikit rasa kesal.
"Jangan marah Vin!. Aku ada lowongan kerja buat kamu. Lowongannya mantap. Gajinya besar. Kamu mau nggak?"
Aku meredam amarahku. Aku menghela napasku lalu berkata, "Boleh juga tuh. Kerja apa itu gajinya besar? Aku takut kalau itu penipuan."
Reno pun menjawab, "Kita disuruh oleh juragan untuk mengurus sawahnya. Luas sawahnya itu dua hektare. Satu hektare diurus aku. Satu hektarenya lagi diurus kamu. Lokasinya itu pas banget kalau kita mau menanam padi atau sayuran. Bagaimana? Kamu mau, kan?"
Sebenarnya, aku tidak mau kerja berat di sawah. Namun, bagaimana lagi. Masa iya cowok maunya kerja di tempat yang enak. Toh, hari ini aku merasa begitu benci dengan bosku sendiri yang cerewet itu. Ditambah, dia itu congkak. Aku membencinya.
"Peluang emas itu Ren. Aku mau ikut. Tapi kamu ajarin aku bertani ya. Hehehe. Maklum, aku terlalu dimanja sebelumnya," jelasku.
"Oke, siap. Nanti kita belajar bareng disana."
"Eh, sebentar. Kamu mau ikut keluar juga dari tempat kerja kita yang sekarang?," tanyaku yang baru ingat bahwa hanya diriku yang akan keluar.
"Aku juga mau keluar karena kamu keluar. Sudah pokoknya kita selesaikan kerja satu bulan lagi. Oke!," tuturnya.
"Okelah kalau begitu. Terima kasih ya, Ren."
"Sama-sama."
*****
Jam istirahat kerja tiba. Aku dan Reno pergi ke warung makan yang menjadi warung makan sejak kami berdua masih sekolah SMA. Dari kejauhan, poster iklannya bertuliskan Warung Makan Rasa Kita. Kata salah satu karyawan yang akrab dengan kami berdua berkata bahwa warung makan ini telah berdiri sejak tahun 2015 lalu. Dalam waktu empat tahun warung makan tersebut telah berkembang pesat dan memiliki pelanggan yang banyak dari berbagai daerah.
Setibanya di warung makan kami berdua duduk lesehan di dekat kipas angin untuk mengusir hawa panas yang membakar kulit. Aku menyeka keringatku dengan beberapa lembar tisu begitu pula dengan Reno. Seorang pelayan pria berusia dua puluh enam tahun itu menghampiri kami berdua usai melayani pembeli yang lain.
"Halo, Mas Eko!," sapaku dari tempat lesehan nomor enam.
"Oo. Iya, bro. Mau pesan apa?," tanyanya yang mulai dekat dengan tempat duduk kami berdua.
"Biasalah, mas. Aku ikan nila bakar sama jus mangga. Kalau Davin ayam geprek sama es teh manis," jelas Reno padanya.
"Lah iya. Masa kami berdua harus ngomong terus," kataku sambil menuang air putih ke dalam gelas.
Mas Eko menulis pesanan kami berdua.
"Hhhh. Iya, bro. Aku tahu kok. Bercanda. Tunggu ya bro. Nanti aku antar."
Mas Eko beranjak ke dapur warung makan.
Setelah menunggu sekitar sepuluh menit. Makanan dan minuman yang kami pesan diantar oleh Mas Eko. Kami berterima kasih kepada Mas Eko lalu memakannya hingga habis. Usai makan kami berdua kembali ke toko karena beberapa menit lagi kami berdua sudah masuk jam kerja.