2. Hola

Dara mengerjapkan kedua matanya. Rasa pening mendera kepalanya. Dara merasakan tubuhnya letih dan lemas. Sekelebat kejadian yang menimpanya membuat Dara segera terduduk dari posisi tidurnya.

"Ah-, sakit banget!" rintihnya,

Dara meraba lehernya yang dia yakini digigit oleh seseorang.

"Eh-, kok gak ada bekas luka? Aku mimpi? Tapi ke-napa aku di sini?" tanya Dara pada dirinya sendiri sembari mengamati kamar tempat dia terjaga.

"Kamu sudah bangun?" tanya sebuah suara tanpa sosok.

"Waaaa!!!!" teriak Dara reflek begitu seseorang menyapanya, "Kamu siapa?" tanya Dara.

"Aku? Aku pemilik kamar ini. Tuan muda rumah ini. Sekarang kamu sedang berbaring, ah ralat. Kamu sedang duduk di kasur empuk milik ku, tuan mu. Pemilik dari darah di dalam tubuhmu " jawab pria tampan yang kini berada di depannya.

"Siapa? Pemilik darahku? Kamu gila!"

Dara pun segera turun dari ranjang dan berlari ke arah pintu. Namun, sial. Pintu terkunci, Azef memamerkan kunci di tangannya. Membuat Dara berbalik dan mengadahkan tangannya.

"Tolong kemarikan kunci itu. Aku harus segera pulang!" rengek Dara,

"Pulang?" tanya Azef, "Mulai hari ini, kastil ini menjadi rumahmu. Kamu adalah calon nyonya muda tempat ini, untuk apa kamu pulang?"

"Nyonya muda? Astaga. Aku baru saja bangun dari mimpi buruk. Aku bermimpi bertemu dengan penghisap darah, dan kamu bilang kamu pemilik darahku? Apa... Tunggu" kata Dara mencoba berpikir, merangkai kejadian yang dia anggap mimpi dengan kenyataan yang bersumber dari mulut Azef.

Azef menunggu Dara dengan sabar. Dia tersenyum begitu Dara menunjuk ke arahnya dan menempelkan dirinya pada pintu kayu jati yang berukuran sangat besar di belakangnya.

"Jangan mendekat!" teriak Dara.

"Kenapa?" tanya Azef jahil,

"Kamu penghisap darah itu!" tunjuknya,

"Baru ingat? Hem" kata Azef sembari tersenyum licik ke arah Dara, Azef sangat menyukai ekspresi Dara yang ketakutan begitu menyadari kenyataan yang telah terjadi pada dirinya.

"Kamu jangan mendekat!" ulang Dara, "Kamu siapa? Kenapa berbuat seperti ini kepadaku?" cecar Dara.

"Aku seorang bangsawan vampir, namaku Azef Aldebaran Maxilliant. Aku merupakan generasi ketujuh keturunan Maxilliant, aku yang akan menjalani kontrak perjanjian darah bersamamu sekaligus akan menjadi tuanmu. Mulai hari ini kamu milikku. Apakah kamu tidak mengetahui jika kamu salah satu penyihir yang terikat kontrak dengan bangsawan vampir?" tanya Azef di sela-sela penjelasannya kepada Dara.

"Tidak. Kamu bercanda!"

"Kamu butuh bukti? Di pergelangan tanganmu terdapat tatto berbentuk crown, itu melambangkan jika kamu merupakan pasanganku. Suka atau tidak, itu takdirmu" katanya, "Dan lihat, ini tatto-ku. Sepasang bukan?" tanyanya.

"Tolong pulangkan aku" rengek Dara, "Pamanku akan mencemaskan aku, jika aku tidak pulang" katanya cemas.

"Dia tidak akan mencemaskan mu. Lagipula kamu itu bukan bagian dari keluarganya"

"Maksudmu?"

"Aku sudah membayarnya dengan satu peti emas sebagai kompensasi karena dia sudah membesarkan kamu selama ini. Menurutmu apa dia bisa dikategorikan sebagai keluargamu?"

"Bohong. Kamu pasti berbohong!" elak Dara,

"Kita akan lihat besok. Kamu tidur saja dulu. Aku akan segera kembali membawakan makanan untukmu. Jangan coba melarikan diri, atau kamu akan tau akibatnya."

Dara terdiam, dia menggeser tubuhnya yang menutupi daun pintu. Dia duduk di sebuah sofa dekat pintu. Menatap Azef yang membuka pintu kamarnya.

Dara tidak tau harus berbuat apa. Kehidupan yang awalnya dia fikir baik-baik saja, berubah menjadi seperti ini. Dara harus segera menemukan jawabannya, memastikan semua perkataan Azef benar.

Seperti yang Azef katakan, keesokan harinya mereka pergi ke Dream Flower. Tampak pamannya sedang menyiram beberapa bunga di kebunnya.

"Paman" panggil Dara,

Paman Dara menolehkan kepalanya dengan gerakan slow motion, tampak tak percaya dengan indera pendengaran yang dia miliki.

"Da-Ra?" ucapnya tak percaya, pamannya segera meletakkan slang air yang dipegangnya. Menghampiri Dara, tampak raut kekhawatiran di wajahnya. Paman Dara memutar tubuh Dara. Memeriksa keponakannya baik-baik saja.

"Paman, aku baik-baik saja" ucap Dara,

"Benarkah? Sungguh kamu baik-baik saja? Tapi paman sudah-"

"Apa paman menerimanya?"

"Maksudmu?"

"Sepeti emas yang diberikan keluarga Maxilliant"

Paman Dara tertunduk lemas, "Ya. Maafkan aku"

"Paman, apakah Paman bahagia?" tanya Dara,

"Paman..."

"Jika itu membuat paman bahagia. Dara ikut senang. Dara akan ikut tuan muda Azef, dia adalah majikan Dara saat ini. Paman sehat-sehat di sini, carilah seseorang yang bisa menemani paman." kata Dara terdengar sendu,

"Dara, paman..."

"Paman, terima kasih sudah membesarkan Dara sampai saat ini. Hanya ini yang bisa Dara berikan kepada Paman. Maafkan Dara yang selalu menyusahkan Paman" kata Dara dan kemudian Dara beranjak pergi dari rumah yang menemani hari-harinya sampai kemarin. Dara ke luar dari halaman rumah itu, tidak menoleh ke belakang. Mencoba melupakan kenangan akan keluarga yang dia miliki.

"Kamu baik-baik saja kan?" tanya Azef

"Iya"

"Kamu seperti mayat hidup. Lebih seram daripada vampir" kata Azef,

"Terima kasih"

"Astaga! Aku tidak sedang memujimu" kata Azef kesal,

"Sekarang kita kemana?"

"Ke Jakarta. Tempat di mana aku tinggal dan bekerja. Apa kamu tidak ingin pergi ke ibu kota negara kita? Bukankah hidup di desa itu membosankan?"

"Aku menikmati hidup di desa" jawab Dara lirih,

"Tapi kita tidak mungkin tinggal di desa. Aku harus berkumpul bersama keluargaku. Kamu mengerti kan maksudku? Kami harus tinggal berpindah-pindah tempat. Mengingat wajah kami yang tidak menua." Jelas Azef,

"Bagaimana denganku? Apakah aku akan menua?"

"Ya. Kamu akan menua. Sebelum kita berbagi darah dan melakukan ritual penyatuan" jawab Azef,

"Bukannya kamu sudah meminum darahku?"

"Iya. Tapi kamu belum minum darahku?"

"Oh" Dara membuang pandangannya ke luar jendela," Lalu ritual penyatuan, apa maksudnya?" tanya Dara lagi,

"Em-, aku tidak akan memaksa mu untuk hal itu. Tapi, aku akan berupaya kita melakukannya atas kehendakmu" jawab Azef,

"Oh"

"Aku harap kamu memaklumi semuanya, toh ini takdir kita"

"Iya. Aku mencoba menerimanya"

"Terima kasih"

Sebuah cahaya berwarna biru terlihat di bagian dada Dara. Sayangnya, cahaya itu hanya Azef yang bisa melihatnya. Azef dapat melihat emosi yang Dara rasakan, karena Dara miliknya.

Mobil Azef melaju membelah keramaian kota. Tampak beberapa mobil berlalu-lalang berpapasan dengan mereka. Dara merasakan matanya memberat. Dia menyandarkan kepalanya pada pinggiran kaca mobil. Membiarkan dirinya melepas penat akan takdir yang mempermainkan hidupnya.

Azef yang menyadari Dara tengah tertidur, memperbaiki posisi tubuh Dara. Memindahkan posisi tubuh Dara agar bersandar pada tubuhnya. Bagaimanapun juga dia harus menjaga Dara agar baik-baik saja. Dara adalah nutrisi bagi tubuh dan hatinya. Paras cantik Dara tidak luput dari perhatian Azef. Azef merasa beruntung memiliki perjanjian darah bersama Dara. Selain cantik, Dara juga memiliki hati yang baik.