Sebuah fakta baru dari Kak Leora

"Assalamualaikum, halo kak!", sapaku kurang semangat.

"Waalaikumsalam, silahkan duduk!"

Seperti yang kubilang, dia selalu memperlakukan aku seperti orang asing.

"Kamu udah tahu"

"Tahu? Tahu apa?"

"Dokumen itu", menatapku dalam

"Do...dokumen? Kakak udah tahu? Dan kakak rahasiakan semuanya? Kakak... Aku tahu kamu tak pernah menganggap aku adikmu, tapi selama ini aku selalu menganggap kalau kamu peduli kak. GALVIN !!??.... Leora Galvin.... Sari Galvin.... dan Hery Galvin, kemudian ada seorang Ara Alba, bodohnya aku nggak memahami semuanya, bodohnya aku yang percaya ketika ayah bilang 'nama itu tanda tanda kesucian kasih sayang orang tua mu, dan juga harapan kau akan bahagia sebagai putri Ara dengan kotanya di atas bukit putih' "

Aku menangis sejadi-jadinya.

Aku berusaha untuk berlari sekuat tenaga, tapi seolah kakiku sangat berat untuk melangkah, seolah semua dayaku terkuras habis, dan disaat iku aku mendengar sesuatu.

"Ayah nggak bohong, itulah nama dari orang tuamu, dan makna yang tertulis ketika kau dilahirkan", teriak kak Leora.

Aku hanya bisa berlari dan berlari secepat mungkin. Menangis... hingga rasanya seolah aku tak mampu lagi untuk bernafas.

"AWAAAASSSS!!!!"

"TIN TINNN TIIIINNN "

Aku menghadap meluruskan pandanganku, truk....

Seseorang memelukku dan kami berguling ke samping, dia panik. Langsung ke posisi duduk dan memperhatikan tubuhku, memegang kedua pundak ku dengan kedua tangannya.

Metapku begitu dalam.

"Kamu nggak papa? Ada yang luka nggak?", katanya dengan nafas yang yang terengah-engah, dia juga begitu panik dan khawatir. Tatapan matanya....., Apakah dia begitu cemas?

"Ara? Bicara Ra, jangan diem! Ra?"

Aku menangis, perasaanku begitu bercampur aduk. Aku hanya diam, menangis.....

Akhtar menggendongku, aku sekuat tenaga menggelengkan kepala, tetapi dia sepertinya tak peduli. Dia langsung menggendongku dan berlari ke sebuah rumah yang hanya sekitar 200 meter dari sana, entahlah.... rasanya aku tak bisa lagi membendung kesedihanku. Di gendongan orang yang baru kukenal ini, aku menangis sejadi-jadinya. Dia membaringkanku di sofa, dengan telatendia memberi bantal di belakangku. Aku mulai tenang. Kemudian dia merapikan rambut-rambut yang menutupi mukaku, dia meraih air mineral gelas dimeja, menancapkan sedotan dan menyuruhku minum. Entah mengapa, tapi hatiku begitu hangat. Seolah tangisanku tadi membuat dadaku lebih lega. Dan perhatiannya membuat hatiku yang mendingin berangsur-angsur menghangat.

"Udah lebih baik?", dia bicara begitu lembut

"Ya..., kamu baik-baik saja?",

"Aku nggak papa"

"Maaf", ucapku lirih.

"Kamu nggak perlu minta maaf, kamu nggak salah"

"Terimakasih Akhtar....", Mataku yang sembab mulai berkaca-kaca lagi.

"Sama-sama, aku nggak akan banyak tanya sekarang, tapi.... besok aku baru akan banyak bicara karena ulahmu hari ini", tanpa kesadari..... aku tersenyum lebar.

***

Aku pergi ke tepi danau lagi, kali ini melempar kerikil demi kerikil dengan begitu keras.

Namun, sepertinya kerikil-kerikil itu masih kurang jauh untuk membuang semua perasaan yang tak karuan ini.

ARA ALBA NAMA DARI ORANG TUAKU? KENAPA KAKAK BICARA BEGITU?

KENAPA DIA MENGATAKAN ORANG TUAKU YANG DITUJUKAN BUKAN KEPADA AYAH DAN BUNDA?

Aku terus menggerutu dalam hati, membuatku semakin bernafsu saat melempar kerikil-kerikil itu. Tanpa kusadari kakiku kian maju..... daannnn...

Aku terpeleset, nyaris masuk ke danau. Hingga seseorang menarikku dan akupun terjatuh dalam pelukannya dengan tubuh yang gemetar ketakutan.

"Ra... ", Akhtar membelai rambutku, dia tak melepaskan pelukannya karena tahu betapa takutnya aku, hingga tanpa kusadari aku gemetar cukup lama di pelukannya.

Hingga aku tersadar dan melepaskan diriku darinya.

"Maaf... Terimakasih juga"

"Apa kau pikir dirimu bernyawa ganda?", dia mulai kesal.

"Aku.... aku tidak sengaja..."

"Bahkan kau hampir celaka 2 kali dalam hitungan jam"

"Dan kau selalu menolong diriku, kenapa kau bisa ada di sini? Apa kau...., mengikutiku?"

"Ya, karena aku tahu orang yang runyam akan lebih ceroboh dibandingkan anak-anak lain, lain kali bila melempar batu jangan terlalu dekat dengan danau. Bahkan melempar batu belum membuatmu tenang setelah kau hampir celaka..... ", dia terlihat kesal, apa dia juga begitu khawatir? Bukankah dia baru mengenalku...

"Lalu aku harus bagaimana?"

"Berteriak!"

"Maksudmu?"

"Berteriaklah supaya kau lega, danau ini begitu sepi, tidak akan ada orang yang dengar!"

Lalu aku berteriak sekeras mungkin

"Aaaaaa.....Aku mau terus jadi anaknya ayah dan bunda...

Aku kecewa...

Aku marah...

Tapi aku nggak bisa apa-apa.....", kemudian aku menghembuskan nafas lega dan tersenyum pada Akhtar.

"Mari akan ku antar kau pulang, motorku ada di sana"

"Tidak usah..... aku sudah terlalu merepotkan"

"Bila kau pulang sendiri mungkin aku harus menyelamatkan nyawamu lagi..."

Akhirnya aku menurutinya, mau bagaimana lagi?