Setiap saat bak sore hari
Setiap saat mendung mendatangi
Setiap hari sendu tanpa pelangi
Tiada warna
Tiada guna
Lelahku seolah tiada
Tersenyum tapi hampa
Tertawa tapi tak bahagia
Bergurau tapi merana
***
"Masih tidak mau bercerita?"
"Untuk apa aku bercerita?"
"Untuk membuatmu lega"
"Aku sudah bercerita, dan aku sudah lega"
"Kau yakin?"
"Aku juga suka menulis, aku juga suka syair, sama sepertimu. Jangan khawatirkan aku, meskipun mereka bukan orang tua kandungku, tetapi mereka mencintaiku", kataku saat berbincang dengan Akhtar tadi sore.
Mengapa aku harus mengatakan kalau aku suka menulis kepada orang baru?
Ya Tuhan.....
Orang tuaku menginginkanku menjadi penulis, dan aku belum memberi tahu mereka.
Dan sekarang aku memberitahukan hal ini ke orang yang baru kukenal?
Sungguh....., aku harus apa sekarang?
Beruntunglah aku bila dia tidak berbicara kepada siapapun.
Aku mulai membaca do'a, memejamkan mata dan mencoba untuk tidur.
"Kak Leora...", gumamku dalam hati.
"Kemarin aku marah padanya? Bahkan langsung pergi tanpa pamit, jangankan pamit, aku pergi seperti baru saja keluar dari rumah yang terbakar. Harusnya aku tidak marah. Kenapa aku harus marah? Dia tidak salah", aku kesal dan menggerutu dalam hati.
Aku bangun dari posisi tidurku. Duduk sembari memandang foto kakak di meja belajarku.
"Dia tidak memberitahuku?
Apakah dia tidak mau aku sakit hati?
Sudah kuduga.... Dia pasti menyayangi aku.
Sungguh konyol, tentu saja.....! aku kan adiknya.
Dan tadi.... untuk pertama kalinya dia mengejar ku, walaupun hanya sekedar untuk menyelesaikan kalimatnya", aku tersenyum, dan bahkan tersenyum lebar dan sedikit tertawa. Entahlah, bahkan aku sudah seperti orang gila. Aku bahkan tak bisa lagi benar-benar tahu aku sedih atau bahagia. Mungkin karena perasaan ini terlalu bercampur aduk. Atau mungkin karena aku yang terlalu sering bersandiwara untuk menutupi kesedihanku. Dan merahasiakan lukaku pada para sahabatku.
______________________________________________
Pagi sebelum berangkat sekolah, lagi-lagi bunda meneleponku, sudah terlalu sering aku menghindar. Bahkan sering juga aku sengaja meninggalkan hp ku di kamar saat ke sekolah.
"Assalamu'alaikum sayang...."
"Wa'alaikumsalam bunda"
"Nak.... kata bibi hp kamu sering ketinggalan di rumah ya? kok bisa?"
"Hehe..... iya mah, aku sering buru-buru gara-gara 3 temen ku itu lho....., mereka kebiasaan kalau ngerjain tugas nggak selesai. Alhasil aku yang harus buru-buru", jawabku.
Memang aku sering buru-buru, tapi sebenarnya aku tak pernah lupa hp ku, aku memang sengaja meninggalkannya.
"Sayang.... kamu kan tahu, bunda sama ayah sibuk banget sekarang, jadi kita cuma bisa hubungin kamu pagi-pagi, sebelum berangkat sekolah. Nah.... kalau malem bunda telfon kakak kamu"
"Bunda telfon kakak? Bukannya kakak cuek ya kalau di ajak ngobrol, termasuk sama bunda."
"Iya, tapi kan bunda sekarang jauh. Jadi, bunda cuma bisa kasih perhatian ke dia lewat telpon"
BUNNN..., UDAH BELUM TELPONNYA. ANAK KITA NANTI TERLAMBAT BERANGKAT KE SEKOLAHNYA, teriak ayah
" ya sudah Bun, aku mau berangkat, assalamu'alaikum"
"Waalaikumsalam, be care full my dear"
Tunggu.....
Anak kita?
Mendengar kalimat itu membuat aku bahagia.
Sekarang aku semakin yakin kalau mereka menganggap aku seperti anak kandung mereka sendiri.
Dan kasih sayang mereka selama ini pasti tulus. Sekarang aku bersiap berangkat sekolah dengan senyum yang tulus, dan tentunya dengan bahagia yang asli.