Anak yang lain

Mesty, Hening, Anira, dan aku. Kita duduk bersama di kantin sekolah.

"Eh.... coba deh kalian lihat ini!", seru Anira sambil menyodorkan sebuah unggahan foto di Instagram.

"Itu kan Tante Sari sama Om Hery. Sama siapa tuhhh...?", kata Mesty

"Kamu kenal?", kata Hening.

"Enggak....", entah kenapa, sepertinya ada yang janggal.

"Owh iya, Jasline.... itu kan cewek SMA, penulis wattpad, novel cintanya bagus semua tahu nggak?", kata Hening semangat.

"Emang ya Ning, kamu diem tapi sebenarnya suka juga sama adegan romantis....", Anira bergumam dan membuat Hening jadi salah tingkah.

"Kalau aku nggak salah.... Orang tua kamu pengen punya anak penulis kan?", kata Mesty.

" Hati-hati..... nanti diadopsi gimana? kan Si Jasline yang terkenal itu yatim piatu?", Hening yang polos bicara sekenanya.

Aku terdiam, mereka juga berhenti bicara setelah melihatku yang membeku, aku melamun membayangkan bila hal itu benar-benar terjadi.

"Hening cuma becanda kok....., lagian nggak mungkin lah ayah sama bunda kamu adopsi anak. Lagi pula.... mau seberbakat apapun dia. Tetap saja, dia itu bukan anak kandung mereka. Dan hal itu adalah fakta yang tidak bisa diubah oleh siapapun", Mesty mencoba menenangkanku, tapi sayangnya kata-kata kurang tepat.

"Makasih ya", Aku tersenyum.

Aku tersenyum, tetapi kalian tak pernah tahu betapa pedihnya hatiku saat ini. Bagai diremas, di sobek, dan diremuk.

" Kebelet nih , aku mau ke toilet, nanti ketemu di kelas aja ya! Bye.....", aku pergi

"Bye.....", kata Anira dan mesty

"Bye Ara ku tercayang.....", kata Hening. Geli..... tapi aku sedang tak peduli.

______________________________________________

Aku bergegas masuk ke toilet. Aku menangis sejadi-jadinya. Entah kenapa..... rasanya pedih sekali.

LAGI PULA.... MAU SEBERBAKAT APAPUN DIA. TETAP SAJA, DIA BUKAN ANAK KANDUNG MEREKA. DAL HAL ITU ADALAH FAKTA YANG TIDAK BISA DI UBAH OLEH SIAPAPUN!!!

Sekarang kalimat penenang Mesty justru menjadi bumerang, dan berputar di dalam otakku. Rasanya aku tak tahan lagi. Air mata ini tak bisa ku bendung. Rasanya semakin aku tahan aku semakin sesak. Rasanya semakin aku tak bersuara aku semakin tak berdaya. Aku hancur..... aku belum bisa menerima semuanya dengan lapang dada. Kenapa semuanya jadi begini. Kenapa rasanya seperti ada petir yang menyambarku di siang yang cerah.

KENAPA???? KENAPA HARUS BEGINI????

Sesak..... sesak sekali....

Aku mulai pusing, pandanganku mulai kabur, dan berangsur-angsur aku kehilangan kesadaran....

______________________________________________

"Ara..... Ara.... Ra...", nampak seperti suara pria.

Aku mulai membuka mata. Pandanganku berangsur-angsur menjadi jelas.

"Akhtar....? ", aku sedikit terkejut.

"Iya.... tadi ada anak perempuan yang minta tolong karena ada yang pingsan dalam toilet, dan kebetulan aku lewat."

"Terimakasih",

"Ara..... Ara..."

"Ara.."

"Ra...."

"Kamu kenapa!!!!???"

"Biasanya juga nggak pernah pingsan"

"Kamu sakit"

"Kok bisa sampai pingsaann!!"

Aku rasanya semakin pusing dengan kedatangan sahabat-sahabatku yang bahkan tak bisa ngantri bicara saat panik, tapi aku bahagia karena mereka sangat peduli. Bahkan aku sampai bingung siapa yang bertanya ini, siapa yang bertanya itu, dan apa saja yang mereka katakan.

"Diam.....", suara bulat Akhtar, bicara pelan saja berhasil membuat mereka diam

"Dia lagi pusing, kalian diam saja", dan mereka malah saling melirik satu sama lain.

"Eh gue kebelet nih...", kata Mesty

"Aku juga.., hehe 😅", Hening ikut-ikutan

"Haus, tadi buru-buru sampai nggak sempat minum,", Anira dengan nada datarnya dan sepertinya... dia kesal karena haus.

Dan....

Sepertinya aku tahu rencana mereka.

Mereka meninggalkan kami berdua lagi....

Kami? Berdua? Aku dan Akhtar?

Ya Tuhan..... semoga dia tidak bertanya apapun

"Aku tidak akan bertanya apapun", jawabnya seolah-olah mengetahui apa yang sedang aku pikirkan.

"Itu akan lebih baik", jawabku pasrah.

"Jangan lesu, nanti sepulang sekolah pergilah ke cafe rainbow, aku menunggumu di sana.

Sampai jumpa, ... teman baru".

Lalu dia meninggalkan aku sendiri di ruangan UKS ini.

Ya dia memang kejam, diam belum tahu betapa ciutnya nyaliku untuk sendirian di tempat sepi.

Akhirnya aku memutuskan pergi ke ruang kelas.

______________________________________________

Aku sedang menikmati jam kosong ini. Guru bahasa Inggris ini pergi mendadak karena anaknya sakit sehingga tidak ada guru Inggris lain yang bisa menggantikannya. Dia hanya memberi kami tugas untuk dikumpulkan Minggu depan.

Aku sangat ngantuk, mungkin karena aku susah tidur beberapa hari ini. Menaruh kursiku di baris paling belakang, dan aku kembali ke bangkuku, duduk di bawah lantai yang ku alasi jaket, bersandar di tembok samping ku, membuat guru yang lewat tak mudah melihatku dan bersiap untuk tidur.

"Akhtar!!!! kamu di sini? Kenapa kamu tinggalin dia sendiri di UKS Akhtar.... Akhtar.....!!!!!!, bener-bener ya.....!!!,"

"Kenapa Mes? lagian kan dia cuma pingsan nggak perlu diobservasi lagi..., aku juga tinggalin dia supaya dia bisa istirahat kaaaannn...".

"Masalahnya dia penakut, dia pasti dah kabur....., nggak mungkin dia berani lama-lama sendirian di UKS!!!!"

Lalu Akhtar langsung masuk kelas dan mencari ku.

Dia panik di hadapan semua siswa, menanyakan keberadaan diriku.

"Ara dimana? Lihat Ara nggak? Hallo...!!!! ada yang lihat Ara nggak"

Sial.... aku nggak bisa tidur dan sekarang aku harus menanggung malu karenanya?

Aku berdiri dan berteriak,

"Apaan sih, kalian ber empat.... Udah ninggalin aku sendirian... giliran mau tidur di kelas malah teriak-teriak!!!!"

Aku kesal..... meraih tas dan juga jaketku. Bersiap untuk pergi.

"Mau kemana?", tanya Akhtar bingung.

"Pulang!!!!"

"Lahhh... kan belum bel"

"Belnya OTW....", jawabku dengan santainya.

Dan keberuntungan sepertinya memihak kepadaku, bel berbunyi setelah aku berjalan beberapa langkah dari kelas.