Rencana Baru

Daripada aku terbitkan novel-novelku setelah memberi tahu ayah dan ayah di hari univerrsery mereka....

Bukankah lebih baik mereka langsung melihat hasil luar biasa daripada harus melihat prosesku yang naik perlahan?

Apa lebih baik aku mulai terbitkan sekarang?

Kemudian aku bisa memberitahu ayah dan bunda saat aku sudah cukup terkenal

Tapi..... kalau aku terbitkan dulu bagaimana bila mereka mengetahui sebelum hari-H, tidak tidak... itu akan menggagalkan surprise ku.

Tapi..... kalau mereka harus melihat proses yang menyebalkan mungkin itu tidak terlihat sebagai surprise, bahkan aku seperti meminta dukungan sebagai hadiah di hari istimewa mereka...

"Terus aku harus gimana dong.....", kataku perlahan dengan lesu.

"Maksud kamu?", kata Hening yang dari tadi sedang membaca buku disampingku

Aku seketika bingung, dan melongo.

"hehehe nggak kok, nggak ada apa-apa", kataku mengelak.

"Kalo punya masalah cerita aja, jangan kamu pendam sendiri..... Apalagi kalau berat.", hening menatapku dengan bibir yang sedikit melengkung ke ke atas, entah dia ingin tersenyum atau lebih ke cemas.

"Nggak papa, can i have a serious problem? Kan aku orang yang beruntung, bisa punya sahabat kayak kalian"

"alright..., aku akan coba untuk percaya", kemudian dia melanjutkan bacaannya, tetapi aku sadar kalau dia jadi serinv melirik ke arahku, entah apa yang sedang dia pikirkan.

TING.... TONG....

Suara bel berbunyi.

"Assalamu'alaikum, Selamat pagi guys....."

"Waalaikumsalam, Pagi Bu.....", jawab para siswa.

Feeling ku sudah tak enak, bagiku jam BK adalah jam dari segala jam pelajaran yang paling-paling membosankan.

"Sekarang ibu mau main game bareng kalian, jadi game nya adalah jawab cepat, karena ibu mau ngetes seberapa bagus dan seberapa jujur reflek kalian. Sekaligus Ibu juga mau lebih mengenal kalian lagi, supaya bisa tambah sayang ya..... "

"Baik Bu Rere...."

Dia nggak pernah serius, tapi berurusan dengannya akan menjadi keribetan yang mendarah daging. Jadi lebih baik cari aman aja, ikutin apa maunya. Entahlah... kenapa di sekolah sebagus ini guru BK nya kayak gitu amat.

"Ara.... entar gede mau jadi apa?"

"Penulis"

Sekarang semua anak memandang ke arahku, mungkin karena yang mereka anggap pecinta matematika dan hitungan ini memilih menjadi penulis.

"Are you sure?", Bu Rere pun nampak kurang percaya.

"yes, I'm sure"

"Mesty..... Udah punya cita-cita?"

"owhhh.... tentu saja belum, hehe"

"Akhtar..... Kenapa kamu yang merupakan penulis novel aksi dan novel penuh makna, Sekarang malah menulis nov romansa"

"Sekarang aku mencintai seseorang"

Semua anak berbisik-bisik karena penasaran siapa yang disukai Akhtar, tetapi dia tetap tenang seolah tak terjadi apapun.

Saat jam istirahat aku duduk di bangku taman.

"Lagi mikirin apa sih?", Akhtar menghampiriku.

"Nggak lagi mikirin apa-apa kok"

"Jangan bohong!"

"Kamu hari ini banyak nglamun, pasti ada sesuatu yang kamu pikirkan...."

"Oke, kamu sudah tahu aku suka nulis bukan. I have some novel, yang mau aku terbitin di hari univerrsery nya ayah sama Bunda itu lhooo...."

"Ya...? terus?"

"Aku mau terbitin sekarang tanpa membuka identitas asli, and aku akan buka identitas aku di hari itu"

"Kamu yakin bisa nahan untuk mempublis nama kamu ke publik?"

"sure..."

"Kamu tahan menolak tawaran terbit untuk sementara waktu"

"Emang siapa juga yang mau nerbitin novel amatir...", aku tersenyum masam

"Aku pikir.... novelmu pasti sudah layak terbit, aku suka rencana barumu", dia bangun dari tempat duduk mengelus puncak kepalaku, kemudian dia pergi dengan kedua tangan di dalam kantong, sungguh.... dia sangat manis.

Ketika dia sudah benar-benar pergi aku mulai membuka handphone ku. Aku menatap sebuah file berisi novel yang sudah matang, sudah kukoreksi berulang kali. Aku mulai mengupload setengah dari novel itu ke sebuah web Novel, sungguh aku penasaran dengan respon pembaca. Apakah mereka suka dengan ceritaku? Mari kita lihat setelah ini.

'Mari kita lihat.... apakah akan ada yang baca?' aku bicara di dalam hati dengan bibirseng mengkung ke atas, kata bunda senyumku semanis madu....

Namun, tidakkah dia rindu kepadaku? aku menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya.

Bahkan, aku tidak sadar kalau sedari tadi Akhtar memerhatikan ku dari kejauhan.

Seseorang menutup mataku dari belakang bambu.

"Mesty.... Mesty, tanganmu itu! terlalu FA-MI-LIAR buat ditebak!"

"Masak sih!", dia duduk disampingku dengan raut kecewa yang seperti anak anak minta Jajan.

"Ke kantin yuk, kutraktir bakso..."

"Yeay.... Ayuk.....!", dia sangat antusias langsung bangun dari tempat duduknya dan menarikku.

Aku tersenyum lebar karena tingkahnya yang menggemaskan. Aku tahu uang sakunya banyak, tapi dia selalu bertingkah menggemaskan saat berurusan dengan jajan.

***

"Kamu seorang penulis kan", aku bertanya pada Akhtar yang duduk tepat di depanku, aku berkata dengan menatap Es Chocolat di meja diantara kami. Aku memainkan sedotannya dengan santai.

"sure"

"Gimana caranya supaya aku bisa terbitin novel tanpa ngasih tahu identitasku"

"Kamu pakai web novel aja, terus namanya pakai nama panggilan and jangan lupa nama email juga jangan namamu, apalagi nama panjang."

"Owh..... gitu ya", kataku masih memainkan sedotan dan matakupun masih mengarah ke sedotan itu.

"Bila kamu tanya setidaknya pandang aku, jangan perlakukan seolah-olah aku adalah robot penjawab pertanyaan", kata-kata membuatku memandang tepat ke matanya, bukan karena aku mengikuti perkataannya, hanya saja aku jadi tertarik dengan pembicaraan ini.

" Aku udah baca satu novelmu, itu bentuk file kan?"

"Seperti yang kamu lihat", dia juga menatapku.

"Apa kamu nggak mau aku tahu nama akun di web novelmu?"

"Kurang tepat"

"Kalau gitu berarti fix kamu nggak mau ada orang yang tahu tentang identitas sang penulis yang novelnya luar biasa ini?"

"aku?"

"Ya iyalah kamu! Kamu menyembunyikan identitas kamu? Berarti kamu selama ini belum pernah terbitin dalam bentuk buku? Ini juga alasannya teman-teman bersikap biasa walau tulisan kamu luar biasa ini?"

"Jawaban dari semuanya adalah 'IYA' "

"Terus kenapa aku cari akun yang nulis novel kamu itu dan nggak nemu-nemu?"

"Karena emang ga ada"

"Ha?"

"Iya.... novel itu nggak aku terbitkan, karena aku belum mau kamu tahu siapa aku di dunia novel"

"Kamu itu kayak orang yang alergi sama status FAMOUS, tau nggak sih!"

"memang", jawabnya santai sambil mengalihkan pandangannya darimu, dan mulai menatap lagi dari jendela besar di sebelah kami. "Aku seperti itu, dan bila kamu berniat menjadi penulis juga kamu akan seperti itu sampai kau benar-benar siap untuk dikenal", dia melanjutkan bicaranya dengan nada yang datar ini.

"Kenapa?"

"Aku suka hidup yang santai, dan aku takut ketenaran akan melenyapkanya, kecuali.....", Akhtar menggantungkan bicaranya.

"Kecuali? kecuali apa?"

"kecuali aku populer ketika aku sudah bersama orang yang aku cintai, itupun kalau dia mengizinkanku mempublis identitas ku"

"siapa dia?"

"Rahasia"

Dia bilang RAHASIA? Sungguh? Dia tidak bilang belum punya ataupun belum ada, tapi Rahasia, siapa dia? Apa dia orang yang begitu lembut? atau seorang penulis yang sama seperti Akhtar.

Sudahlah Ara mengapa kau memikirkannya.....!

"Awas!", Akhtar berteriak karena aku hampir saya menumpahkan es Chocolat ku.

"Sorry", aku malu karena ketahuan melamun, dan ini membuatku tak mungkin mengelak.

"Ore you okay? Kenapa nglamun? Kamu baik-baik aja kan?"

"I'm okay, cuma lagi kurang fokus aja kok, owh iya aku pulang dulu ya, ini buat bayar es ku"

"No! aku bakal anterin kamu pulang. Mbak.... bilnya?"

"Ini mas", setelah membayar Akhtar langsung menggandeng tanganku tanpa bertanya, aku yang panas dingin membuat tanganku juga memanas. Saat kami sudah melangkah beberapa langkah tiba-tiba Akhtar berhenti membuatku yang sedang dia gandeng juga ikut berhenti.

"Apa kamu demam?", dia memandang ke arahku.

"Enggak kok"

"Tangan kamu panas...."

"Enggak!", aku kesal karena takut dia tahu kalau aku sedang panas dingin karenanya.

"Yaudah, kalau begitu kita harus langsung pulang, jangan lupa minum suplemen dan istirahat", dia mengelus puncak kepalaku dan merangkulku, mengantarku pulang dengan penuh perhatian.