Lagi..... dan lagi...
Sepi ini menusuk
Menyakitkan seperti luka.....
"Assalamu'alaikum, Mesty..."
"Masuk aja Ra...."
"Hal... tunggu-tunggu, Akhtar tinggal disini? Sejak kapan?"
"Sejak 3 jam yang lalu....", kata Mesty kemudian tersenyum seribu makna.
"Ngantuk nya.... abis bersihin kamar tamu....", Mesty sengaja menguap dan meninggalkan kita berdua. Lagi 🙄.
"Hai..."
"Hallo, apa kabar?"
"Baik dan semakin baik"
"Owh ada Ara ya..... Mestinya kok malah pergi?", Tante Ratna duduk mendekat dan duduk di sebelah Akhtar.
"Iya tuhhh Tante, katanya ngantuk", kataku sabil senyum-senyum.
"Owh...., jadi Ara itu cewek kamu yang sering kamu ceritain ke Tante itu ya?", kata Tante
"Ha? Bukan Tante !!!"
Owh ternyata Akhtar udah punya pacar
kok rasanya agak gimana yaaa
kan kita cuma teman
CUMA TEMAN?
ya iyalah
"Ah..... Tante mah.... aku kan belum punya cewek, yang aku ceritain emang cewek, tapi bukan punyaku", Akhtar mengelak
"Terus punya siapa dong?, tanya Tante penasaran
"Punya orang tuanya!"
"Udah punya pasangan?"
"Kayaknya belum"
"Kamu suka"
"Iii.. apaan sih tan.... aku kan baru SMA"
Lega sihh.... tapi kok kelihatannya dia suka sama cewek itu. Mana tadi pas Tante tanya ke dia cepet, artinya itu jawaban jujur dong!
'Iiiii....' yang dia maksud itu mau ngomong 'iya'?
Tunggu mengapa aku harus peduli?!!
"Tan aku mau ajak Ara keluar dulu ya, pengen cari udara seger, bosen nulis novel terus..."
"iya, kalian pergi aja, Tante mau nyuci dulu"
***
"Naik!"
"Ha? Naik?"
"Ya, kamu naik ke motor"
"Ya aku tahu, cuman kan aku nggak tahu kamu mau bawa aku kemana? Mau ngapain? Terus tempatnya jauh apa enggak? masak iya, aku mau mau aja kamu bawa sembarangan!", protesku
"Nggak terlalu jauh! tapi kalau jalan terlalu jauh, tempatnya indah. Aku cowok baik-baik, jadi kamu tidak perlu khawatir", katanya dengan tenang.
"Ya!!!!", jawabku agak nyolot
AKU COWOK BAIK-BAIK
Dia bilang gitu dan aku langsung naik? ya nggak lah, aku tahu dia baik, tapi masak aku harus nurut-nurut aja cuma karena dia cowok baik-baik?
aku mulai kesal dan menggerutu dalam hati
***
Tepat di depanku ada pemandangan yang begitu indah.
Di sebuah danau yang tepinya banyak bunga dan kupu-kupu 🦋
Banyak Bunga berwarna merah dengan sedikit bunga bunga kuning, ungu, bahkan biru.
Tempahnya cukup rindang karena pepohonan yang cukup tinggi.
Kuhirup udara segar ini, berlari ke tepi danau.
Senyumku merekah
Bahagia.
"Seneng nggak", tanya Akhtar menyusul dari belakang.
Aku mengangguk anggukkan kepala.
Aku duduk di rerumputan hijau tepi danau itu, disusul dengan Akhtar yang kini duduk di sampingku.
"Tahu tempat ini dari mana?"
Salah satu pembaca novelku merekomendasikan tempat ini, dan aku datang kesini karena penasaran. Hingga aku jatuh cinta dengan tempat ini", dia tersenyum manis.
"Kami tahu nggak?"
"Apa?", dia balik bertanya karena tak mengerti
"Setiap kamu bicara, kamu cerita, sampai kamu ngelawak itu kayak orang yang lagi ngegombal"
Dan anehnya dia malah tertawa dan membuatku heran.
"Gombal? kalau aku gombalin kamu pasti kamu marah! Dan kalau aku bicara seperti ini aku lebih suka menyebutnya sopan, dan menyukai gaya bahasa ku"
"Kayaknya semua kalimatmu itu cocok untuk buku romansa dengan sentuhan syair, atau cerita-cerita tentang kedamaian, kesedihan, hingga kesepian, cocok deh, nggak usah mikir lagi"
"Memang itu gaya tulisanku", dia tersenyum, "Aku mau kasih kamu tebak-tebakan"
"Apaan?", jawabku agak sinis
"Kamu suka matematika"
"I like it, tapi apakah itu tebakan", aku sedikit heran.
"Be patient, aku belum selesai.
Tebakannya.....
Rumus apa yang paling rumit"
" rumus Helmholtz, yang menjadi misteri selama puluhan tahun, Dan akhirnya dipecahkan oleh orang Indonesia, Yogi Ahmad Erlangga, berasal dari Tasikmalaya, Jawa Barat. Pria lulusan Delft University of Technology (TU DELFT), Belanda. Mungkin, karena aku jarang baca-baca gituan, rumus sulit yang aku tahu ya itu"
"Bukan, aku bukan seorang matematikawan yang akan memberimu pertanyaan mengenai itu, (tersenyum lebar dan sedikit tertawa), cobalah berpikir dengan hati"
Hening sejenak
"I know..... Rumus bahagia", aku tersenyum sembari menatap danau di depanku
"Hampir benar", katanya yang juga sedang memandang danau.
"Terus apa dong!"
"Ikut aku"
"Kebiasaan banget sih asal ajak sernaknya!", aku hampir menolak
"Mau tahu jawabannya?"
"iya iya...." dan akhirnya aku menurutinya
"Bang es creamnya dua ya, yang satu coklat, yang satunya...???", melirik ke arahku.
"Campur aja biar warna-warni"
"Ini mas es creamnya"
"Terimakasih ya pak", aku tersenyum.
Akhtar menggandeng tanganku ke penjual lain.
"Pak balon satu ya, yang bentuknya hati, yang merah itu", dia menunjuk balon berbentuk love
"Ehem hemmm, Jangan modus deh!", aku melirik ke arahnya.
"Aku nggak modus! Cinta bukanlah mengenai pasangan, cinta adalah ungkapan lain dari kasih sayang yang istimewa untuk seseorang", lagi dan lagi, dia berpuisi lagi.....
"Ini ya mas balonnya", kata Abang tukang balon
"Mas sama Mbaknya cocok, kayak tom ama Jery gitu.... Berantem tapi sayang!, hehe 😅", lanjutnya, agak ngeselin sih....
"Ini uangnya Pak, terimakasih ya pak..", Akhtar tersenyum manis tak peduli bagaimana bapak itu membuat pipiku panas dan memerah.
Akhtar menggiringku kembali ke tempat semula, ke tepi danau yang indah. Jangan salah, ini bukan danau yang sering aku kunjungi, tetapi sepertinya hatiku sudah tertinggal di danau ini, hatiku berpindah dari danau yang itu ke danau ini. Meskipun yang lain sedikit lebih jauh, tetapi danau ini belum ternodai dengan kesedihan dan cerita masamku.
Yang jelas....
Hatiku berpindah ke lain danau.
"Duduk!"
" Iya! bawel!", entah. sejak kapan aku mulai sering judes kepadanya.
"Seneng nggak beli es cream sama balon"
"Seneng lah, simple lagi.... tinggal beli es cream, beli balon, dan menikmatinya bersama danau indah.... ini....", aku tersenyum seperti anak kecil yang punya mainan baru.
"Bahagia?"
"Bahagia....."
"Itu berarti rumus bahagia itu tidak rumit, iya kan?"
"iya sih.... tapi... kalo kayak gini aku jadi inget pas aku masih kecil, main sama ayah, bunda, kakak, seneng banget rasanya, dan sekarang.... aku jadi rindu. Dan aku juga masih belum bisa sepenuhnya sadar kalau aku bukan..."
"Ra!", Akhtar memotong pembicaraanku dengan cepat, "Untuk apa kamu katakan hal itu lagi? Rumus yang paling rumit di dunia adalah rumus bahagia.... ( dia diam sejenak) bahagia tanpa adanya kesedihan, itu adalah hal yang terlalu sulit untuk digapai."
"Iya...., aku setuju....", aku hanya bisa mengiyakan, karena faktanya memang begitu.
"Untuk apa kesedihan diciptakan apabila hanya bisa menyakiti?"
"Supaya orang bisa menghargai kebahagiaan", katanya datar.
"Lalu untuk apa ada kesepian?"
"Supaya orang bisa mensyukuri adanya kebersamaan yang indah, atau hanya sekedar keberadaan tanpa kebersamaan"
"Dan masih ada perpisahan", 😄 tertawa dengan rasa yang terpendam
"Perpisahan itu untuk menghargai pertemuan"
"Tanpa berpisah seseorang sudah bisa bersyukur karena perbedaan yang ia alami sebelum dan setelah pertemuan bukan?", aku masih bertanya lagi.
"Kau harus ingat kalau sebelum bertemu kalian berpisah, dan ketika kalian berpisah itu di sebut perpisahan", katanya kemudia mengarahkan wajahnya kepadaku, "Jangan terlalu kau pikirkan, hidup ini adalah sebuah ujian, balasannya ada surga dan neraka, dan ujian perasaan, penderitaan ataupun kebahagiaan sama-sama ujian yang berat.
Kata-katanya membuatku tersenyum dan merasa kalau aku harus lebih baik.